Headlines News :
Home » » Ria yang Borjuis

Ria yang Borjuis

Diposting Oleh aosin suwadi pada Minggu, 09 Februari 2014 | 00.43



Ria yang Borjuis
Karya: Aosin Suwadi
Guru SMA Negeri 6 Kota Serang
Semakin majunya perkembangan zaman, sangat berpengaruh terhadap gaya hidup manusia, terutama generasi muda. Begitu dengan Rianah, seorang gadis yang berusia sembilan belas tahun memiliki selera hidup yang sangat tinggi. Dia selalu berganti-ganti pacar. Dalam tempo tiga tahun dia telah mengoleksi delapan orang mantan pacar. Dia mencari pacar hanya dengan dua kriteria, yaitu tanpan dan banyak uang. Semua mantan pacarnya dia yang memutuskan. Pacar yang kedelapan dia putuskan karena tidak mampu membelikn perhiasan yang harganya mencapai puluhan juta rupiah. Sehari-harinya dia jarang ada di rumah. Tiap hari dia hanya main dan main. Sedangkan malam hari dia tidur di mana ia suka. Terkadang ia tidur di rumah temanya, terkadang di rumah cowo yang sedang diincar untuk dijadikan mangsa berikutnya. Sekalinya dia pulang ke rumah, di selalu marah-marah kepada orang tuanya, dengan sikap yang sama sekali tidak sopan.

"Bu, coba panggil Ria!” Pinta pa Heri kepada istrinya. “Ria .... sini dulu!” Ria dipanggil ibunya. “Ya, sebentar!” Ria menjawab sambil menyisir rambutnya di depan cermin, dengan gaya putar badan ke kiri dan ke kanan, untuk memastikan bajunya sudah rapi atau belum. “Ria....!!!“ Bu Sundari memanggil lagi dengan suara lebih keras. “Sabar dulu, bawel amat sih!” Sahut Ria. “Ada apa mah!” Tanya Ria setegah membetak, setelah duduk di meja makan yang sudah reyot. “Ria, umur kamu sekarang sudah hampir dua puluh tiga tahun”. Tanya ibunya. “Terus kenapa?” Tanya Ria memotong pertanyaan ibunya. “Tadi malam bapaknya Hasan datang lagi!” Ria beranjak dari duduk mau meninggalkan ayah ibunya, dengan wajah yang sinis. “Riaaaaaaa!!!!” Ayah Ria membentak dengan suara yang sangat keras. Meja makan yang reyot kakinya patah satu, karena digebrak oleh pak Heri. Badan Ria bergetar seperti kedinginan. Beberapa saat suasana hening. Sedikit pun Ria tak menyangka kalau ayahnya bisa membentak sekasar itu. Yang ia rasakan selama ini ayahnya tidak pernah  memperhatikannya. “Duduk .......! Kamu ini mau jadi apa! Pakaian kaya orang jalanan, kelakuan kaya berandalan!”. Karena sudah terganjal oleh emosinya, pak Heri tidak jadi melanjutkan pembicaraan.
Tidak biasanya, malam itu Ria pulang. Sepertinya dia terpengaruh juga oleh bentakan ayahnya. “Mah ... tadi pagi bapak tuh sebenarnya mau ngomong apa sih?” Kali ini Ria bertanya kepada ibunya dengan intonasi yang agak rendah. “Iyaa ... itu!” Kata Sundari. Sepertinya tadi pagi Ria tidak mendengar apa yang disampaikan bapaknya, karena waktu itu dia sedang memikirkan rencana besar kencan dengan seorang Om-om yang kaya raya. “Apaan sih?” Tanya Ria agak serius. Tadi malam bapaknya Hasan datang ke sini. Pak Karman ingin segera melamar kamu untuk Hasan. “Hasan lagi ...  Hasan lagi ... !” Ssssst! Ayahmu di kamar tuh!” Kata Sundari. “Emang Hasan kenapa? Wajahnya tampan, badannya gagah, prilakunya sopan! Apa lagi yang kurang?” Bu Sundari mengangkat kelebihan Hasan. “Ga punya duit!” Jawab Ria singkat. Jauh di lubuk hatinya Ria menyadari bahwa Hasan memang tampan, dan sebenarnya dia menaruh hati. Tapi selera borzuis melebihi perasaannya itu.
****************
“Ko, ke sini pak, ini kan rumah bapak! Katanya mau jalan-jalan! Ga mau pak, saya takut sama istri bapak!” Kata Ria ketika Pak Sukardi, membelokkan mobilnya ke halaman rumah. Pak Sukardi adalah seorang bapak-bapak yang berusia lebih dari lima puluh tahun. Sehari-hari dia bekerja mengawasi karyawan yang menjaga di beberapa tokonya yang teretak di samping pasar. “Bapak membawa Ria ke sini, justru permintaan istri bapak”. Ria terdiam tanda tidak mengerti maksud pak Sukardi. “Eh ....Riiiia! Ayo masuk!” Istri Pak Sukadri menyambut Ria dengan memperlihatkan  senyum yang akrab. Ria Semakin tidak mengerti. Dia hanya diam, menyimpan sejuta tanya. Setelah mereka berkumpul di ruang tengah, Bu Badriah menyampaikan maksudnya. “Ria ..., sesuai dengan permintaannya, ibu harap Ria mau menerima permintaan suami ibu!” “Maksud ibu?” Tanya Ria. “Pak Sukardi menginginkan Ria menjadi istri keduanya.” Ria hanya diam. Lebih lanjut bu Badriah menjelaskan bahwa selama tia puluh tahun berumah tangga mereka belum juga dikaruniai anak. Menurut pemeriksaan dokter, ternyata bu Dariah yang mandul.
****************
Sudah hampir dua tahun berumah tangga dengan pak Sukardi, Ria hidup dalam kemewahan sesuai dengan yang diharapkanya. Di suatu sore Ria meminta pak Sukardi tiduran di pangkuannya. Pak Sukardi menyambut dengan senangnya.  Dengan lembutnya Ria mencabuti satu persatu uban  di kepala suaminya. Ria merasa malu punya suami tua yang banyak ubannya. Sesekali dia membayangkan yang tiduran di pangkuannya itu Hasan. “Hasan memang tampan, tapi sayang dia anak orang miskin. Berapa coba gaji guru di madrasah?” Kata Ria dalam lamunannya. “Riaaa ... ko diam!” Teguran lembut suaminya, membuyarkan lamunan Ria. “Eh ..., iya pak! Ria gugup.” “Ngantuk ...! Ke kamar yu!” Sukardi menggoda istrinya. Tapi Ria tidak menjawab.
Sesuai dengan perjanjian, sore itu Sukardi giliran tidur di rumah istri tuanya. Badriah melihat ada sedikit keanehan di kepala suaminya. “Kenapa mah, ko memperhatikan kepala bapak terus sih?” “Ria  mencabuti uban bapak yah?” Istri tua pak Sukardi merasa bangga punya suami yang rabutnya putih. Sedangkan istri muda sebaliknya, dia merasa gengsi punya suami berambut putih. Setiap giliran ke istri muda, Ria mencabti rambut putihnya. Setiap giliran ke istri tua justru rambut hitamnya yang dicabuti. Hal itu terus menerus mereka lakukan. Sampai pada akhirnya lama kelamaan kepala pak Sukardi menjadi botak alias gundul. Istri tua tetap setia walau pun kepala pak Sukardi sudah gundul. Berbeda dengan istri muanya yang kini mulai goyah.
****************
Pada suatu sore ketika Bu Sundari melayani siswa madrasah yang sedang jajan gorengan, tiba-tiba Rianah datang. “Mah ... , Hasan udah punya anak berapa?” Tanya Ria tiba-tiba. “Tumben ..., mau apa kamu tiba-tiba menanyakan Hasan?” Sundari heran. “Hasan udah kawin dengan cewe cantik, pilihan bapaknya!” Jawab Sundari berbohong, sambil membereskan peralatan dagang, dan mebawanya masuk ke dapur.
Sundari tidak menyadari bahwa hati Ria sangat sedih mendengar jawaban ibunya. “Mah ..., maaaah!” Ria menangis di pangkuan ibunya. “Kenapa kamu menangis?” Tanya Sundari dengan iba bahkan ikut bersedih. Sundari sangat memahami isi hati anaknya. “Hasan ... .” Hasan kenapa mah?” Ria memotong dengan nada penasaran. “Ibu sangat kasihan kepada Hasan. Sampai sekarang dia belum menikah. Setiap ibu tanya tentang kapan dia akan menikah, dia selalu menjawab: “saya tidak akan pernah menikah kalau bukan dengan Ria.” Hati Ria merasa lega mendengar penjelasan ibunya. “Mah, maaaaaaah” Ria memanggil dengan manjanya. “Apa lagi!!” Sundari pura-pura tidak mengerti. “Boleh engga Ria ketemu dengan Hasan?” Sundari menggoda Ria dengan pura-pura melarangnya. “Jaaaaangan! Mau apa ketemu orang miskin! Kamu kan punyai suami, orang kaya lagi!” “Aaah mamah!”

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi