Headlines News :
Home » » Bulanku Tenggelam

Bulanku Tenggelam

Diposting Oleh aosin suwadi pada Senin, 09 Desember 2019 | 21.14

Karya Arrifa Julia Wardani
Kelas XII MIPA 3 SMA Negeri 6 Kota Serang
Tahun Pelajaran 2019/2020

Gue Arrizqi Julian, biasa dipanggil Julian, gue udah legal yaa, umur gue 17 tahun, gue sekolah di SMA favorite di kota Lumpia, yah kota Semarang, dan sekarang gue kelas 2 SMA. Gue hidup di keluarga yang berkecukupan, papa mama gue selalu sayang sama gue, gue minta motor dibeliin, gue minta hp dibeliin, ya ini lah hidup gue, dan cita-cita gue yaitu jadi suami yang terbaik buat bulanku tercinta, shhtt.

Tiga tahun yang lalu adalah masa tersulit gue, yakni gue ga percaya akan namanya cinta lagi, gue sulit percaya dengan orang lain, terutama cewek. Di masa itu bagi gue move on adalah hal tersulit, bagaimana tidak sulit, dua tahun gue pacaran sama dia, tiba-tiba saja dia ninggalin gue demi cowok yang biasa aja, gantengan juga gue, tajir juga tajiran gue. Bagi gue cewek adalah makhluk teraneh yang pernah gue temuin, dikit-dikit marah, dikit-dikit seneng, tiba-tiba humble, tapi setelah itu mereka bisa ngamuk dadakan, ya itu lah cewek. Ya jujur saja mantan gue seperti itu, tapi sulit sekali gue move on darinya karena banyak sekali kenangan-kenangan kami waktu itu.
Di bangku kayu tua nan kuat ini, gue duduk seorang diri menyaksikan muda-mudi bercengkrama, dan berbahagia dengan pasangan mereka, serta berbagi kenangan bersama. Sedangkan gue..  ditinggal pergi pacar gue. Hingga akhirnya gue tersadar dari lamunan gue akan adanya suara yang menyadarkan gue dalam kesunyian ini. “Ka, permisi numpang tanya, pintu keluar sebelah mana ya?” Ya di sinilah gue, di labirin cinta. “ Di sebelah utara, lo ikuti jalan saja”. Kalian tau apa yang gue rasakan? Hati gue bergetar melihatnya, bagaimana tidak? senyumnya yang merekah sangat manis untuk dipandang, mata coklatnya yang terang seperti bulan malam ini, yah bulan.
“Sedari tadi aku berjalan ke sana, aku tak kunjung menemukan pintu keluar ka, maaf bisa tolong antarkan aku keluar Ka?” Oh tuhan tentu saja gue mau, siapa yang tidak mau berjalan dengan wanita cantik nan manis itu. “Oke gue anter, tapi lo jangan geer, gue sekedar nganter lo”. Lagi lagi senyumnya membuat gue terbuai .“Iya ka terima kasih”. Dia mengucapkan terima kasih dengan nad yang merdu. “Sama-sama”.
Saat kami berjalan menyusuri labirin cinta tersebut, kami sedikit berbincang bincang untuk mengisi kehampaan ini. “Duh Ka sampai lupa untuk berkenalan karena sibuk minta tolong kepada Kaka, kenalin namaku Julia Nasya, panggil saja Nasya”. Dia mengenalkan diri.  “Oh iyah (nama yang indah, seperti orangnya hehe). Kenalkan juga, nama gue Arrizqi Julian panggil gue Julian”. Aku belas mengenalkan diri. “Hai ka julian,salam kenal”. Tanpa terasa perkenalan singkat itu pun mengharuskan kami untuk berhenti melangkah, yah kami pun sampai di pintu keluar. Terima kasih Ka, sudah mengantar aku, senang berkenalan denganmu, sampai bertemu kembali”.  “sama sama, sampai bertemu kembali”.
Kalian tau, perkenalan singkat itu pun menjadi awal takdir yang sangat indah yang tuhan kasih ke gue, bagaimana tidak, di tempat bimbel gue ini, gue ketemu dia lagi, ya siapa lagi kalau bukan Nasya. “Eh ka Julian, kaka les di sini juga?” Tanyanya.  “Iya dari kelas 1 SMA gue dah di sini, dan lo? Lo anak baru di sini?”.  “Ga sih ka, gue pindahan dari ruang 1” Jawab Nasya.  “Oh gitu pantes gue ga pernah liat lo”.  Kataku.  “Oh jadi kaka pengen liat aku ya? Hehe “geer lo, siapa juga yang mau liat lo”. Bantahku. “udah de Sya, kita sama-sama kelas 2 kan,  jadi jangan panggil gue kaka, berasa tua banget gue, panggil aja Julian”. Pintaku.  “Abis aku kira waktu itu kaka itu om om ehehe, untung ga aku panggil om om loh ka, ehehe”. Nasya berkelakar. “Terserah deh”.
Nasya itu orangnya unik, dia selalu cantik mengenakan hijabnya, dan dia tidak pernah ngomong lo gue, selalu saja dengan aku kamu. Sejak gue sekelas dengan Nasya, gue semakin dekat dengannya. Gue selalu anter jemput dia dan bikin gue semakin semangat les karena ada dia. Dulu gue adalah anak yang paling males les, tapi itu dulu sebelum gue kenal Nasya.  Jujur gue mulai suka sama dia, tapi gue takut ditinggal kaya dulu saat gue lagi sayang-sayangnya ke mantan, eh ditinggal. Ah kan jadi keinget mantan lagi. Jadi untuk saat ini gue ga mau ngerusak hubungan nyaman ini. Gue hanya ingin hubungan gue dan dia aman.
Keesokan harinya gue undang dia ke acara ulang tahun gue yang ke-18, dan di acara itu pun ia tampil sangat cantik dengan gaun dan hijabnya yang membuat dia bagaikan bidadari tak bersayap, dia selalu bersinar terang di mana pun ia berada, dan dia pun menyapa gue.  “Yan, barakallah fii umrik, ini kado dari aku buat kamu, maaf aku cuma bisa kasih ini, dan di dalamnya ada surat, jangan lupa di baca ya”.
Setelah acara selesai, gue pun membuka kado dari teman-teman gue satu persatu, dan dibukalah kado dari nasya, dan gue baca suratnya. “ Barakallah fii umrik Yan, makasih sudah jadi teman yang Nasya sayang, teman yang tidak pernah menyakiti nasya, jangan tinggalin Nasya ya dan tetap jadi Julian yang Nasya kenal, ini kado dari aku, dipake yah. julia nasya”. Rasanya hati gue berbunga-bunga setelah baca surat dari dia, teman yang Nasya sayang? Jadi Nasya sayang sama gue? Omg seneng bangeeeet gue.
Setelah kejadian itu, gue pun memberanikan diri menembak Nasya, dan kalian tau,  Nasya nerima cinta guee. Dia sangat bahagia saat gue mengungkapkan perasaan gue ke dia, gue resmi pacaran sama dia mulai hari ini, 1 November 2018. Akhirnya orang yang selalu bersinar di sisi gue, kini menjadi pacar gue. Ya kini dia adalah bulan gue, bulan Julian. Sejak gue pacaran dengan dia, dia lebih terbuka ke gue, dia selalu perhatian ke gue, dia selalu ada disamping gue, dan dia lebih manja ke gue, tapi gue suka ko, dia lucu saat dia manja ke gue hehe.
Hari demi hari, minggu demi minggu serta bulan demi bulan, banyak sekali hal-hal yang kita lewati. Waktu itu gue pernah merasa tertarik ke sahabat Nasya, namanya Vera, gue sempat stalking IG-nya dan lain lain. Entah mungkin gue merasa bosan dengan Nasya higga gue khilaf selingkuh di belakangnya. Hingga suatu saat Vera pun mendekati gue, Vera mengajak gue jalan tanpa sepengetahuan Nasya, dan akhirnya gue setuju, kita pun jalan dan nonton berdua di mall semarang. Ketika gue dan Vera di toko buku, tanpa sengaja Nasya melihat keberadaan kami, ya dia di sana sedang mengantar adiknya, dia sangat kaget melihat gue dengan Vera, dia pun menghampiri gue. “Yan aku mau ngomong berdua sama kamu”. Pinta Nasya.  Okay, Ver lo pulang sendiri ya, sorry”. Kami pun menuju sebuah cafe kopi untuk berbicara empat mata.  “Yan jujur sama aku, kamu ngapain tadi sama Vera? Tadi waktu aku ajak kamu temenin beli buku, kamu malah ga mau, tapi kamu malah jalan sama sahabat aku sendiri, kamu kenapa yan? Aku salah apa sama kamu sampe kamu kaya gini? Hiks hiks”….. “Tadi Vera minta temenin aku ke mall karena tadi aku gak sengaja ketemu dia di jalan. Karena aku kasian, aku anterin, maaf ya sayang”. Kata gue sambil mengelus tangan Nasya dan langsung ditepis olehnya. “Yan, tuhan itu maha tau, aku minta kamu jujur sama aku, sebelum aku nemuin bukti karena kamu berbohong”. Ucapnya. “Oh jadi sekarang Nasya yang gue kenal berani ngefitnah gue ha?! Jadi lo ga percaya sama pacar lo sendiri? Silahkan cari tau bukti sepuas lo, sampe lo puas! Bye!” Dan gue pun meninggalkannya sendirian di cafe itu. Samar-samar gue mendengar tangisannya, jujur gue ga tega ngelakuin ini ke dia, gue takut untuk jujur ke dia, gue takut dia ninggalin gue ketika dia tau kesalahan yang gue perbuat, ya gue cowok pengecut.
Dan beberapa hari ini gue ga liat Nasya di bimbelan kami, ya kami beda sekolah, hanya saja kami satu bimbelan. Gue pun menghubungi nomornya, tetapi tidak aktif, gue chat nomornya juga tidak aktif. Oh tuhan kemana dia??? Maafkan kesalahan aku Sya maaf. Dan gue pun mendatangi rumahnya. “Assalamualaikum tante, Nasya ada di rumah?”. Tanyaku.  “Waalaikum salam, ada yan silahkan masuk, tante bingung sejak dia pulang dari toko buku, dia langsung drop yan”. Gue pun berlari menuju kamarnya dengan perasaan bersalah dan langsung duduk di sampingnya sambil memegang erat jari jemarinya yang kurasa sangat rapuh saat ini. “Sya, maafin aku, maafin aku sudah bohong ke kamu, maafin aku sudah ga bisa jaga kepercayaan kamu, maafin aku sudah ninggalin kamu sendirian, sudah bentak kamu, maafin aku sayang”. Pintaku. Gapapa Yan, mungkin kamu seperti itu karena kesalahan aku juga, kesalahan karena aku suka manja ke kamu, atau mungkin karena aku sering nyusahin kamu makanya kamu capek sama aku, maaf Yan”. “Ngga Sya, aku yang salah, aku minta maaf, aku janji ga akan ulangi itu lagi. Kamu jangan sakit kaya gini, kamu harus cepet sembuh sya, aku mohon”. Ia pun hanya membalas perkataanku dengan senyuman dan tiba-tiba terlelap dalam tidurnya. Aku pun akhirnya pamit pulang dan kembali ke rumahku.
Beberapa hari kemudian, cahayanya kembali bersinar, Nasya kini kembali bimbel dengan gue hanya saja ia tidak mau gue jemput, dia pun datang dengan supir pribadinya. “Hai Sya, gimana sudah sehat kan? Kamu mau apa, roti, susu, atau apa?”. Tanyaku.  “Alhamdulillah aku sudah membaik. Tidak terimakasih”.
Sejak saat itu ia pun sedikit berubah, ia menjadi pendiam tidak seperti biasanya, ia tidak seceria biasanya. Satu hal yang masih sama darinya adalah senyumannya selalu merekah tulus untuk siapa pun. Dan gue pun tidak tinggal diam, gue berusaha semampu gue untuk bertanggung jawab memperbaiki hubungan kami yang rusak karena ulah gue, berbagai cara gue lakuin dan perlahan-lahan Nasya pun kembali seperti biasanya. Hari ini, hubungan kami menginjak satu tahun. Gue pun membuat surprise untuknya, kuberinya dia setangkai mawar dan coklat, dan ia pun menerima dengan sangat bahagia. Di hari yang spesial ini kami merayakannya berdua, kami pergi ke tempat yang sangat indah untuk merayakan hari jadi kami yang ke-1 tahun.
Setelah perayaan itu, tanpa terasa liburan sekolah pun dimulai. Nasya dan keluarganya memutuskan untuk berkunjung ke bunaken untuk berlibur, sedangkan gue, tetap stay di Semarang karena tugas orang tua gue yang masih sibuk. Dan gue pun turut menemaninya ke bandara sebelum dia meninggalkan kota tercinta, lalu ia pun pamit kepadaku dan akhirnya pesawat yang dia tumpangi lepas landas.
Tujuh hari kemudian, Nasya dan keluarganya pun memutuskan untuk pulang, tetapi tiba-tiba saja gue mendengar kabar bahwa pesawat dari Bunaken ke Semarang mengalami kecelakaan akibat kelalaian maskapai. Gue pun panik dan mencoba mencari informasi tentang jatuhnya pesawat itu, dan saat gue lihat di TV, nama Nasya pun tertera di sana sebagai korban yang masih belum di temukan, hingga akhirnya gue pun bergegas menuju tempat jatuhnya pesawat untuk memastikan keselamatan bulan gue. Sesampainya disana, gue liat banyak sekali mayat yang tergeletak layaknya mereka sedang menyambut kedatangan gue. Gue pun dipersilahkan untuk membuka tutupan yang menutupi wajah para mayat dengan seizin petugas di sana, dan saat itu pula isakan tangis pun keluar dari bibir gue. Saat gue buka salah satu penutup itu, gue melihat matanya yang dulu terang seperti bulan, kini redup tak mengeluarkan cahayanya sedikit pun. Gue juga melihat wajah yang dulu selalu tersenyum, kini telah menjadi manusia yang tak mampu bergerak lagi, manusia yang tak mampu berbicara ke gue lagi. Disana gue menemukan mayatnya yang lagi-lagi ia tetap tersenyum dalam tidur panjangnya. Gue ga nyangka bulan kesayangan gue harus tuhan ambil lebih cepat dari yang gue bayangkan, bulan gue tuhan ambil untuk meninggalkan gue sendirian lagi seperti dulu. Ya tuhan kenapa engkau harus ambil bulanku kembali padamu ya tuhaaaan...
Sejak gue pacaran sama dia, dia ga pernah sekali pun meninggalkan gue, dia ga pernah coba-coba untuk khianatin gue, dia ga pernah ngomong kasar sama gue, saat kami dilanda masalah, senyumnya selalu ampuh menyabarkan gue, dan dia selalu menjadi wanita tersabar yang gue kenal, wanita yang mampu menghentikan emosi gue. Walaupun gue sering bentak dia, marahin dia saat kami banyak masalah, dia tetep sabar menghadapi gue. Tapi gue, ga pernah sabar menghadapi dia, gue nyesel berlaku seenaknya ke dia, gue nyesel sudah membuatnya menangis, gue nyesel pernah selingkuh darinya, gue nyesel Sya, maafin gue.
Kini tidak ada lagi manusia yang mampu menyinari kegelapan gue, hanya Nasya yang bisa menyinari sisi gelap gue, hanya dia yang mampu sabar menghadapi diri jahat gue. Sya gue minta maaf atas segala kesalahan gue, aku minta maaf sayang, semoga bulanku tenang di rumah tuhan yang indah, karena kamu pantas menerima segala keindahan yang tuhan punya. I love you bulanku,  Julian.


Share this article :

1 komentar:

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi