Headlines News :
Home » » Kau Coret Hatiku

Kau Coret Hatiku

Diposting Oleh aosin suwadi pada Kamis, 06 Februari 2014 | 00.18



Kau Coret Hatiku

Karya : Fitriyani

Kelas XII IPA 2 SMA Negeri 6 Kota Serang

Hari ini, hari yang sangat cerah, awan di langit terlihat biru, burung di tangkai terdengar menyanyi, ayam dikandang ramai berkokok, embun sejuk basahi dedaunan. Aku tak pernah absen melihat dan mendengar semua itu Alhamdulillah!”. Aku mengucapkan kata syukur dalam hati. Fenomena alam pagi itu dengan suasana hatiku saat ini, rasanya damai dan nikmat sekali. Aku selalu mengawali aktivitasku di pagi hari dengan berolah raga kecil setelah bangun tidur, walaupun aroma badanku tercium tak sedap, karena semalaman berkeliling pulau Bantuling (bantal dan guling),  tapi aku tidak peduli, asalkan badanku ini jadi sehat dan segar. “Sayaang, bangun tidur kok malah langsung olahraga, shalat dulu doong, sesudah itu kamu pergi mandi, hari ini kan kamu sekolah.” Terdengar suara mama dari balik pintu kamarku. “ Iya mama, Fina udah sholat kok” Jawabku sambil tersenyum malu  karena dimulutku masih ada sisa-sisa tamasya ke pulau bantuling. “lho, sudah shalat itu seharusnya langsung mandi, ganti baju, rapikan tempat tidur, sarapan, setelah itu kamu capcus ke sekolah.” Terang mama panjang lebar dengan nada sedikit alay. “ Ok mama ku tersayang siap!” Sambil mencium kening mama. “Iih bau!Ledek mama padaku.


Setelah menuruti apa yang dipinta mama, aku bergegas untuk pergi sekolah. Letak sekolahku tak begitu jauh, cukup dengan membayar Rp.10.000,- ke mamang ojek, aku langsung sampai ke sekolahku.

 “ Fina, kamu sudah selesai belum, PR membuat kerangka badak dari pak Somad?” Tanya teman sebangkuku yang sangat polos, padahal Pak Somad hanya bercanda memberikan PR itu. Masa iya, suruh bikin kerangka badak sendirian?? Hahah ... masih saja, dia anggap serius. Aku tertawa dalam hati. “Aduh Ulfah, please deh, pak Somad tuh hanya bercanda kalay… kamu ini percaya saja!” Jawabku dengan nada penuh kealayan. “Are you sure Fina, so pak Somad lie to me?” Kata Ulfah sedikit kebarat-baratan. “Yo’i mbak broo.” Ledekku sambil menuju ke tempat duduk yang biasa aku duduki. Aku duduk sebelah pojok, barisan pertama, pas berhadapan dengan  meja guru. Di belakangku, duduk salah seorang pria aneh, berbadan ramping, berkulit kecoklatan, berambut ikal, dan berparas aneh. Hahaha!. Alis matanya yang seperti ulat bulu, tak dapat aku menahan tawa jika melihatnya, tapi dia sangat cerdas dan pintar. Namanya Putra, selalu mendapat peringkat ke 1 dikelasku. Dia selalu membuatku kesal, setiap hari, aku dibuli olehnya, entah apa salahku? Aku pun tak tahu.

“Fin, tangan lo mana” tanya Putra padaku saat pelajaran matematika berlangsung. “Apaan sih, ga jelas banget, tanganku ya disini lah ada.” Seru ku dengan nada yang pelan, karena jika terlalu berisik, aku akan dimarahi oleh guru matematika, beliau sangat tegas dan galak, suasana kelas harus selalu hening, karena jika tidak, maka konsentrasi intelektual kita bisa terganggu, begitu katanya. Oleh karena itu, setiap pelajaran bu Masya, kita selalu diam tak banyak cakap. “Sudah, gue pinjam dulu tangan lo.” Pinta Putra dengan memaksa. “Kamu kira tanganku mainan apa????” Jawabku sedikit dengan nada keras, sehingga terdengar oleh Bu Masya. “ Fina… bisa tenang???!!” Tegur bu Masya. “Maaf bu, “ jawabku tersipu. Dengan tiba-tiba Putra menarik tanganku, dan apa yang terjadi dengan tanganku? Dia meminjam tanganku hanya ingin untuk menumpang ngotret soal matematika yang agak rumit itu. Aku tak bisa berkata apapun, karena aku takut ditegur bu Masya lagi, terpaksa aku diam, dan memperbolehkan Putra mencoret tanganku.

 “Hey Putra, ngapain sih kamu coret-coret tanganku?? Tuh liat tanganku jadi kotor!” Protesku dengan kesal. “Hahaha, emang gue pikirin??” Jawab Putra sambil menjulurkan lidahnya, seperti mengejek. “Awas ya, akan ku balas, dasar alis ulet bulu.” Ucapku dengan kesal. “Lebih baik ulet bulu, dari pada lo ulet rambut, iyuuh bisa direbonding dong. Hahaha!” Ledek Putra sambil berlalu ke kantin. “Iiiih, aku kesal banget sama Putra, kenapa sih dia kayak gitu sama aku?” Celotehku pada Ulfah, yang sejak tadi diam entah menahan apa. “Ul, kenapa kamu diam saja? Ngomong dooong, gimana caranya aku membalas kejayusan Putra?” Tanya ku lagi. “Mm sudahlah kamu biarkan saja dia, lama kelamaan juga bakalan kecoret. Aduh Fin, saya sakit perut, saya pergi dulu… .” Jawab Ulfah, yang ternyata sudah tak tahan ingin pergi ke toilet karena sakit perut. “Maksud kamu apa Ul? Aaah, punya temen gak ada yang bener amat!” Ucapku sambil bersandar di kursi emas, di bawah pohon rambutan.

Bel pulang berbunyi, aku bergegas pulang, karena tak tahan melihat tanganku penuh dengan tinta pulpen, ingin rasanya aku bersihkan dengan banyak sabun. “Fin, saya duluan ya…!” Ujar Ulfah sambil melambaikan tangan pada kaca mobil yang terbuka. “ Iyaaaa…!” Teriakku kencang.

“Assalamualaikum! Maah Fina pulang… .” Teriakku, karena takut tak terdengar mama yang sedang masak di dapur. “Waalaikumsalam, sayang… lho, ini kenapa di tanganmu banyak coretan begitu??” Tanya mama sambil memegang tanganku. “Biasa mah, korban kejayusan.” Jawabku lelah. “Sudah, bersihkan tanganmu sekarang.” Perintah mamah sambil memukul pelan ransel di pundakku. “Siap mamah!” Ucapku sambil berjalan menuju kamar. Sesampai di kamar, aku langsung membersihkan tanganku dari tinta pulpen yang melekat pekat itu. Sambil menggerutu sendirian di toilet, seperti orang gila. Setiap malam, kebiasaan rutinku adalah mencatat semua yang terjadi di hari-hari ku, termasuk kejadian tadi siang, yang membuatku sebal. Tanpa kusadari, catatan harianku sangat penuh sekali dengan nama Putra, kelakuan Putra, dan kebiasaan aneh Putra, setiap hari. Tepatnya tiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu, catatanku pasti tentang Putra yang kerjaannya mencoret tangan mungilku. Kalau dihitung-hitung, sudah dua belas buku harianku yang didominasi oleh cerita kelakuan Putra padaku. Aku pernah merasa suka pada Putra, saat pertama melihatnya, aku jatuh hati padanya, apalagi alis Putra yang seperti ulat bulu, membuat aku geli saat melihatnya.

Hari begitu cepat berlalu, baru saja aku bergelut dengan mimpi ku semalam, kini harus terbangun dan mungkin akan menikmati coretan dari Putra lagi, di sekolah. Seperti biasa, sesudah bangun tidur, aku bergegas untuk shalat subuh, setelah itu, dilanjutkan dengan kebiasaanku yang kedua yaitu berolah raga kecil. Masih seperti hari kemarin, awan di langit terlihat biru, burung diranting terdengar bernyanyi, ayam dikandang terlihat menari, hanya bedanya, hari ini di sambut dengan awan sedikit mendung. Membuatku ingin melekatkan mantel berwarna hijau di tubuhku. Tapi, aku sangat bingung dengan wajahku, kok tumben ada sedikit benjolan kecil di pipiku? Ooh, ternyata itu jerawat, aku sangat aneh, padahal, sebelumnya, aku tak pernah jerwatan seperti ini, aku jadi teringat kata teman sekelasku yang duduk dengan Putra “Kalau jerawatan, itu berarti ada yang suka sama lo secara diam-diam.” Seperti itu katanya. “Aah masa iya, ada yang suka padaku secara diam-diam? Tapi itu siapa?” Tanyaku dalam hati.

“Fina, ayo turun, sarapanmu sudah mamah siapkan!” Teriakan mamah terdengar di dapur yang terletak bersebelahan dengan taman. “Mah, aku sudah telat, sarapanku dibekal saja mah!” Jawabku berteriak, sama seperti teriakkan mama di dapur. “Ooh, ok sayang…!” Jawab mamah dengan nada yang lembut. “Mah, aku berangkat dulu ya, sudah kesiangan!Aku pamitku dengan terburu-buru. “Hey, kemarin papa mu telpon, kamu mau dibelikan apa Fin?” Tanya mama sempat-sempatnya bertanya padaku, padahal aku sudah kesiangan. “Iya, ntar aku SMS papa, assalamualaikum!” Pamitku sambil berlalu meninggalkan rumah.

“Kok tumben, wajahmu jerawatan?” Tanya Ulfah dengan rasa penasaran. “Ga tau nih, tiba-tiba banget.” Jawabku sambil mengerutkan kening. “Mungkin, benar yang di kata Aldo, pasti ada yang suka sama kamu secara diam-diam.” Jelas Ulfah. “Aah aku tak percaya itu.. !” Ucapku malu.

“Do, gue mau tanya sama lo, menurut lo, gue banci gak sih? Gue pecundang gak sih?” Tanya Putra, seolah ketakutan. “Lo kenapa sih Tra, kenapa lo nanya kayak gitu? Emang lo sering pake make-up?? Sampai-sampai lo ngira, diri lo sendiri kayak banci? Hahaha.” Ledek Aldo, teman sebangku Putra. “hey, gue serius, gue suka sama seseorang, tapi gue gak berani buat nyatain nya...!” Jawab Putra dengan nada lemas. “Hahahaa, yaudah apa susahnya sih nyatain perasaan lo ke cewe? Perlu bantuan gue? “ Tawar Aldo. “Gak, gak usah, lo cukup kasih tau gue, gimana caranya buat nyatain perasaan gue ke dia?” Pinta Putra. “Emang siapa sih yang buat lo jatuh cinta? Setau gue, lo gak pernah jatuh cinta deh.” Lagi-lagi Aldo meledek Putra. “Aah parah lo, emang sih ini my first love. Udah sih, jangan ledek gue terus, lo tau gak cara yang ampuh  buat nyatain cinta gue?? “ Paksa Putra. “Iya, iya, sini gue bisikin.” Jawab Aldo sambil membisikkan sesuatu ke telinga Putra. “Ok deh, gue setuju, thank’s sob.” Jawab Putra, tanda setuju.

“sekarang pelajaran apa sih?” Tanya Fina pada Ulfah. “Yaelah, masa kamu lupa? Sekarang pelajaran matematika, bu Masya.” Jawab Ulfah sambil mengambil buku matematika di dalam tas. “Oh my goodness, habislah tanganku. “ Lirih Fina. “Hah? Kamu mau potong tangan mu sendiri? Jangan Fina, tangan kamu tinggal dua.” Jawab Ulfah dengan muka polos. “Hello, dari dulu juga, tanganku dua” jawab Fina.

Bel masuk berbunyi, teman-teman sekelasku berlomba untuk datang ke kelas, karena tau, hari ini pelajaran bu Masya. Termasuk, Putra dan Aldo, terlihat buru-buru untuk sampai di kelas. Tak lama kemudian, Bu Masya datang dengan membawa setumpuk buku, yang entah buku apa. Seperti biasa, suasana tenang sangat mewarnai kelasku. Tiba-tiba, “bruuuk!” Suara bukuku tak sengaja terlempar kearah bangku Putra. Saat hendak mengambil buku, tiba-tiba tanganku serasa ada yang menarik, ternyata  Putra yang menarik tanganku. “Please Tra, aku gak mau dimarahi bu Masya lagi.” Pintaku pada Putra, berbisik. “Gue tau, untuk sekali ini aja, please…! Gue pinjam tangan lo” pinta Putra, dengan penuh harap.

Aku tak bisa berkata apapun, aku hanya memalingkan muka, dan mengikhlaskan tanganku dicoret Putra. Aku kaget, saat melihat tanganku yang bercoretkan beberapa kata dari Putra. Ini coretannya. “Hari ini, gue nyatakan perasaan gue sama lo Fin, gue sayang sama lo.” Itu coretan terakhir dari Putra. Aku hanya tersenyum manis, melihat coretan aneh dari Putra. Sesampainya dirumah, rasanya coretan itu tak ingin kubersihkan. Aku terus memandang tangan mungilku yang bercoretkan kata-kata mustahil itu, oleh karena itu, aku abadikan di kamera ponselku. Sampai akhirnya, aku jadian dengan Putra. Sekarang Putra tak pernah mencoret-coret tanganku lagi semenjak dia mencoret hatiku.

4 Februari 2014




Share this article :

2 komentar:

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi