Headlines News :
Home » » Abu-Abu Selamanya

Abu-Abu Selamanya

Diposting Oleh aosin suwadi pada Rabu, 15 Januari 2020 | 18.59


Karya: Nurul Fajrianti Kelas: XII MIPA 4
SMA Negeri 6 Kota Serang 2019-2020


Febby Thalita dan  Dimas Adiputra adalah teman dekat bahkan sangat dekat meski jarang  bertatap muka. Aku dan Dimas sudah lulus dari SMA dan kini sudah saatnya aku dan dia akan melanjutkan ke Universitas yang masing-masing kita inginkan meski akan semakin jarang bertemu.
Lampu kaca menemani senja. Aku mencoba agar tersenyum dan selalu tersenyum. Aku dengan jaket membalut tubuhku dan kamu dengan sebuah tiket pesawat yang kini kamu genggam untuk membawamu pergi meninggalkanku.

Banyak orang mengira hubungan apa yang ada di antara kami berdua. Aku hanya bisa tersenyum untuk menanggapinya. Mereka mengira kita sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Nyatanya kita hanya sebatas teman dekat yang jarang bertemu. Aneh memang, karena mungkin mereka merasakan aura istimewa saat kita sedang bersama. Mereka melihat hal semu yang terlalu tabu untuk dirasakan kita berdua yang hanya sebatas teman.
Alhamdulillah, akhirnya aku bisa mewujudkan keinginanku untuk berkuliah di negeri orang.” Katamu dengan mata penuh binar kebahagiaan yang sangat terlihat jelas dari kedua matamu. Kapan berangkat?” Tanyaku untuk mencoba bersemangat membahas topik perpisahan  kami. Besok Feb. Aku terkejut mendengar jawabanmu. Kalimat itu bagaikan talak yang terasa sangat menyakitkan untuk didengar sekaligus dirasakan. Aku menarik napas dengan berat, berharap dengan cara itu perasaan sedihku akan tersimpan rapat. Aku enggan menunjukkan kesedihanku malam ini, karena jika itu terjadi malam kebahagiaan kita akan rusak dan bercacat. Aku tidak tahu harus berbicara apa denganmu. Bibirku seakan terkunci rapat sehingga membuatku tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Aku memalingkan tatapanku, mencoba mencari objek yang mampu aku tatap agar tidak bertatap muka denganmu.
Hening, diam. Dua kata itu mampu mewakili suasana seperti apa yang terjadi di antara kami berdua. Kutatap sebuah kafe, tampaknya kafe itu menunjukkan keheningan sama seperti yang terjadi di antara kami saat ini.  Feb?” Suara beratmu memecah keheningan.  aku masih enggan untuk langsung menatap natanya. Ada apa?” Namun saat pertanyaan itu kamuunculkan begitu saja, aku gagal dalam mempertahankan keinginanku untuk tidak menatap pupil cokelat itu Emangnya aku kenapa? Cantik ya?” Aku melihat dia menggelengkan kepalanya dan tertawa seolah kata-kataku itu mengundang lawakan.  Kamu beda”.  Aku kembali menatap mata itu, mata yang selalu mampu membuatku tersenyum jika melihat ada kebahagiaan di sana. Aku terdiam di tempat, seakan bibirku kembali terkunci, aku hanya bisa menatap matanya lagi. Aku melihat dia menaikkan sebelah alisnya menungguku agar menyelesaikan ucapanku. Namun bibir tak mengucapkan satu kata pun
“Udah deh Feb, Jangan main drama gini. Gak lucu!” Aku bisa mendengar Dimas meninggikan suaranya kesal karena tingkahku saat ini, yang hanya bisa menunduk tidak berani menatap Dimas yang ada di hadapanku. Dimas menepuk pundakku, ia mengucapkan dua kata yang membuat hatiku sakit.  Kamu lebay”. Aku membranikan diri untuk menatap Dimas yang ada di hadapanku . Aku melihat Dimas yang menatapku dalam-diam. Aku tersenyum dan Dimas pun tersenyum sebelum aku mengatakan. “Aku suka sama kamu sebagai seorang perempuan pada umumnya bukan sekedar suka sebatas teman”. Aku malihat ia tertawa, namun bukan tawa bahagia hanya tawa yang menganggap seolah perkataanku barusan itu hanya lelucon semata.
 Aku melihat Dimas yang sudah menghentikan tawanya berganti dengan Dimas yang kini menatap ke dalam mataku. Jangan bercanda Feb!  Selama ini aku suka, sayang sama kamu sebagai sahabat perempuan satu-satunya yang aku punya gak lebih Febby”. Jawaban itu membuatku tertawa. Tepatnya mentertawakan kebodohan sendiri yang menyukai sahabat lelakinya. Hahahah, Iyah Dimas aku tahu. Besok kamu berangkat kan? Hati-hati ya Dim. Maaf aku gak bisa ikut anter kamu ke bandara”. Aku bisa melihat ada kekecewaan di dalam matanya. “Dimas ini udah malam. Aku duluan ya. Daah Dimas”. Aku membalikkan badan dan menyeka tetes air mata yang saat kini sudah saling mendahului untuk berjatuhan di pipiku.
Aku berlari untuk menghindari Dimas. Tepatnya untuk menjauh dari Dimas demi menutup rasa maluku yang sudah ditolak secara tidak langsung. Tanpa ingin melihat kondisi sekitar, aku menyebrang jalan, hingga di pertengahan jalan aku bisa mendengar seseorang yang meneriaki namaku dengan sangat kencang menyuruhku segera minggir.
Febby…..  Awas…….!!!” Namun itu semua terlambat, aku merasa tubuku melayang hingga terbentur ke sebuah benda yang begitu keras. Apakah ini menjadi hari terakhirku? Pertemuan terakhirku dengannya? Jika jawabannya ya, aku menyadari satu hal. Mungkin semua ini adalah tanda bahwa aku dan Dimas hanya ditakdirkan sebagai teman selamanya ditemani perasaan yang berwarna abu-abu tidak berubah sedikit pun atau lebih buruknya lagi akan menjadi warna abu-abu selamanya.
Demikian cerita ini dipublikasikan, semoga bermanfaat, dan jika berkenan mohon tinggalkan komentar.
Terima kasih.

Share this article :

1 komentar:

  1. As stated by Stanford Medical, It's in fact the ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh on average 42 pounds lighter than us.

    (And actually, it has NOTHING to do with genetics or some secret-exercise and EVERYTHING related to "how" they are eating.)

    BTW, I said "HOW", not "what"...

    Click on this link to see if this brief quiz can help you unlock your true weight loss potential

    BalasHapus

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi