Headlines News :
Home » » Asing

Asing

Diposting Oleh aosin suwadi pada Rabu, 15 Januari 2020 | 19.27


Karya Fajriani Utami kelas XI MIPA 3
SMA Negeri 6 Kota SERANG 2019/2020

Remaja laki-laki dengan ransel neon di punggungnya itu, memaksimalkan kecepatan berlarinya, saat melihat gerbang sekolah nyaris terkunci. Ia memberi isyarat kepada Pak Udin satpam sekolah agar menunggunya sebentar. Namun, sial. Pak Udin malah mengacuhkannya.

            “Pak, tolong bukain, Pak! Hari ini saya ada ulangan fisika.” Pinta remaja itu dengan nafas yang masih tersenggal-senggal. Tangannya bergelayutan di gerbang besar itu. “Saya sudah bosan lihat kamu ngemis-ngemis kaya gitu. Untuk sekarang, saya gak akan bukain gerbangnya!” Sentak Pak Udin sambil kemudian meninggalkan, dengan bersikap masa bodo.
            Remaja yang sedang tak beruntung itu bernama Alfan si tukang bully. Eh tidak, ‘si tukang bully’ itu julukannya. Mungkin tanpa dijelaskan juga, kalian sudah mengerti maksud dari julukannya tersebut. Terlahir dari keluarga broken home, membuat separuh kebahagiaannya hilang. Oleh karenanya, Ia memilih untuk mencari kesenangan tersendiri. Alfan pernah ingin berhenti melakukan kesenangannya itu, karena muak dengan rasa bersalah yang terus-menerus menghantuinya. Namun, ia berpikir, perubahannya tetap takkan mengubah kedua orang tuanya.
Alfan gamang, antara harus memanjat gerbang atau kabur. Walau punya keahlian mem-bully, tapi soal panjat-memanjat, ia kalah dengan anak kecil, yang demen nyolong mangga tetangga. Setelah cukup lama nyender di gerbang sekolah (sampai dilirik orang-orang yang berlalu lalang), Alfan pun bangkit dari duduknya, dan bergegas kembali ke parkiran motor. Ia melepas seragam putihnya, menyisakan kaos merah gelap yang terlihat kusut. Seragamnya itu dimasukkan ke tas. Kemudian, Alfan menyalakan mesin motornya, dan mulai melaju menembus keramaian jalan raya.
            Motor yang dikendarainya itu, sampai pada sebuah lapangan basket megah, namun tak berpenghuni. Sepi nan hening. Sudah hampir dua bulan, ia mendatangi lapangan basket ini. Sepulang sekolah, ia memilih ke sini, daripada ke rumah. Baginya, tempat ini merupakan tempat terbaik untuk berpulang. Alfan mengambil bola basket di salah satu sudut lapangan, dan mulai memantul-mantulkan kesana-kemari. Ia bermain sangat mahir, walaupun tak pernah mempelajari dengan tekun.
Pletak……… Sebuah kaleng minuman cincau mendarat tepat di punggungnya yang basah karena keringat itu. Alfan meringis kesakitan. Bola basket di tangannya terlepas dengan sendirinya. Kemudian, menengoklah ia ke belakang. Telah berdiri lima orang remaja dengan tatapan sengit dan senyum miring. Salah satu dari mereka yang berdiri di tengah, merupakan seorang perempuan. Mereka berseragam putih abu-abu, dan mulutnya mengunyah permen karet. Sepertinya, mereka bolos sekolah. “Lo Alfan kan?” Tanya gadis berparas lumayan itu, memulai percakapan. “Siapa lo? Kok lo tau nama gua?” Alfan bingung bukan main. Bagaimana bisa, lima anak SMA yang baru ia temui itu, mengetahui namanya. “Mending lo pergi dari sini. Sebelum kita tendang.” Sahut salah satu dari mereka. “Gak akan!” Alfan bersikeras untuk tetap tinggal.
Kelima remaja itu kembali tersenyum, namun kali ini, senyumnya Tampak hambar. Beberapa saat kemudian, mereka melangkah maju mendekati Alfan, yang terlihat mulai cemas. Remaja berbadan kekar dan berkumis tebal salah satu dari mereka, menyergap bola basket milik Alfan, dan kemudian mulai bermain. “Woy, balikin bola basket gua!” Tukas Alfan berani. Laki-laki itu tak memedulikan celoteh Alfan yang mulai berontak. Empat remaja yang tersisa, berdiri melingkar di sekitar Alfan. Bola basket milik Alfan kemudian di lempar kesana-kemari, dan di oper ke satu sama lain. Gelak tawa menggelegar di setiap sudut lapangan ini. “Balikin woy!” Alfan berusaha keras untuk merebutnya, namun karena tinggi badannya yang tak mendukung, ia gagal terus.
SelAng beberapa saat, Alfan diam. Kepalanya pening. Keringatnya tumpah. Ia menunduk dan mengibas-ngibaskan kaosnya. Lelah, dan pening rasanya campur aduk. Beginikah rasanya pembully-an itu? Batinnya. Tiba-tiba, bugBola basket itu menghantam keras telinganya. Telinganya berdenging, seakan mati seluruh saraf telinganya. Ia sudah tak berdaya, dan akhirnya jatuh pingsan.
Alfan mengerjapkan matanya pelan-pelan, mencoba mengatur ulang penglihatannya. Kepalanya masih pening, namun telinganya sudah membaik. Perlahan, ia bangkit. Ia duduk lesuh sambil menatap setiap sudut lapangan basket ini bergantian. Di ujung kakinya, ia menemukan secarik kertas. Ia pun segera menggapainya. Rasakanlah rasanya. Karma itu ada. Semua yang lo lakuin, akan kembali untuk lo.
“Kakak tersayang Jack? Jack si Culun itu?” Gumamnya. Memori ingatannya membuka, munculkan sosok Jack di sana. Ingatannya tentang Jack terputar otomatis.
Waktu itu hari Senin, tepatnya lima menit sebelum upacara dimulai. Alfan kewalahan mencari topinya. Kelas sepi, hanya tersisa Alfan dan Jack di ujung sana. Dengan nekat, Alfan merebut paksa topi milik Jack yang sedang Jack genggam. Jack menahannya, namun badannya di dorong oleh Alfan. Dan Jack pun terjatuh. Setelah berhasil mendapatkan topi tersebut, Alfan bergegas turun ke lapangan, sementara Jack kesakitan memegangi dadanya.
Selesai upacara, Jack di hukum karena tak mengikuti upacara. Anak OSIS yang memergokinya, mengira bahwa ia membolos upacara, padahal ia kesakitan di dalam kelas. Jack tak bisa melawan, karena ia berhadapan dengan kakak kelasnya. Akhirnya, Jack hanya menuruti perintah hukuman itu, yaitu lari sepuluh kali memutari lapangan. Jack berlari sambil meringis kesakitan, dadanya terus ia pegangi. Dan akhirnya, ia jatuh pingsan. Ternyata, Jack memiliki penyakit jantung.
Air mata Alfan menetes. Semakin banyak, semakin deras. Ia tak kuasa mengingat kembali memori itu. Terlalu menyakitkan.
“Bodoh, bodoh, bodoh!” jeritnya sambil memukul-mukul kepalanya. Ia amat sangat merasa bersalah kepada Jack. Ingin rasanya menangis dan memohon ampun di hadapan Jack, namun apa daya. Jack sudah pindah sekolah sejak tiga minggu lalu.
            Sudah satu jam berlalu, Alfan masih pada posisi yang sama, meringkuk memeluk kedua kakinya yang sejajar. Namun, dengan jumlah air mata jatuh yang lebih melimpah. Ia bingung harus berbuat apa, karena tetap takkan mengubah keadaan. Akhirnya, ia hanya bisa meratapi rasa bersalahnya itu. Namun sebenarnya, ada tanda tanya besar yang muncul di hatinya sejak tadi,
            Jika salah satu dari mereka benar Kakak si Jack, bagaimana bisa mereka mengetahui aku secara jelas? Bahkan, mereka tahu kalau aku di sini….
            Demikian cerita ini dipublikasikan, semoga bermanfaat. Terima kasih atas apresiasinya, dan jika berkenan mohpon tinggalkaan komentar.

Share this article :

1 komentar:

  1. Your Affiliate Profit Machine is ready -

    And making money with it is as simple as 1, 2, 3!

    This is how it works...

    STEP 1. Input into the system what affiliate products the system will promote
    STEP 2. Add some PUSH BUTTON traffic (it ONLY takes 2 minutes)
    STEP 3. See how the system explode your list and up-sell your affiliate products for you!

    Are you ready to start making money???

    Click here to start running the system

    BalasHapus

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi