Headlines News :
Home » » Apresiasi Bahasa Daerah (Bahasa Sunda Karuhun)

Apresiasi Bahasa Daerah (Bahasa Sunda Karuhun)

Diposting Oleh aosin suwadi pada Kamis, 05 April 2018 | 19.24

Apresiasi Bahasa Daerah (Bahasa Sunda Karuhun)
A.   Pendahuluan
Sebagaimana kita ketahui bahwa secara umum moral bangsa kita semakin  mengarah kepada prilaku negatif. Banyak sekali fakta empiris yang kita lihat melalui berbagai media, seperti: tauran, hujat menghujat, perncurian, perampokan, pelecehan seks, pembunuhan, bahkan anak membunuh orang tua, orang tua membunuh anak dan lain-lain.  Sejalan dengan bergulirnya era globalisasi, bangsa Indonesia diajak untuk goo internasional dalam arti luas. Semua warga Negara kita diajak untuk mengikuti budaya barat. Hal ini bisa kita lihat dari perilaku anak-anak sampai dengan kakek-kakek, dan nenek-nenek semuanya ikut menjelajah kehidupan di permukaan bumi dalan dunia maya.

Banyak faktor yang menyebabkan hancurmya moral bangsa kita, diantaranya, menipisnya apresiasi bahasa dan budaya daerah sebagai aset dari budaya nasional.

B.   Bahasa Daerah
Negara kita memiliki ratusan bahasa daerah yang menyebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena terdesak oleh era globalisasi, kini bahasa daerah telah punah lebih dari setengahnya. Dilihat dari jumlah penuturnya, sepuluh besar bahasa daerah di Indonesia yaitu:
  1. bahasa Jawa,
  2. bahasa Melayu,
  3. bahasa Sunda,
  4. bahasa Madura,
  5. bahasa Batak,
  6. bahasa Minangkabau,
  7. bahasa Bugis,
  8. bahasa Aceh,
  9. bahasa Bali, dan
  10. bahasa Banjar
Dari kesepuluh bahasa daerah tersebut, penulis menyoroti bahasa Sunda. Seperti halnya bahasa Jawa, bahasa Sunda merupakan salah satu bahasa daerah yang penuturnya mayoritas. Khususnya di wilayah Banten, fakta empiris membuktikan bahwa bahasa Sunda masih banyak penuturnya, terutama di wilayah-wilayah perkampungan, pegunungan, dan sebagian di wilayah pesisir. Sedangkan di wilayah perkotaan, bahasa Sunda hanya digunakan oleh para orang tua. Sementara remaja, anak-anak sudah tidak mengenal bahasa Sunda, karena sejak usia balita bahkan usia bayi, mereka sudah diajarkan berkomunikasi dendan menggunakan bahasa Indonesia.
Suatu saat bahasa Sunda di wilayah perkotan dengan sendirinya akan hilang. Bagaimana tidak, remaja sekarang yang tidak mengenal bahasa Sunda besok lusa akan menjadi orang tua yang tidak menggunakan bahasa Sunda. Remaja dan anak-anak tidak ada yang menggunakan bahasa Sunda. Sementara Kakek-kakek mereka secara logika tentunya akan lebih dulu meninggalkannya. Lalu siapa lagi yang akan menjadi penutur bahasa Sunda? Siapa lagi yang akan mengapresiasi? Siapa lagi yang akan melestarikan. Kondisi ini tertunya harus dipikirkan sedini mungkin, sebelum benar-benar punah.

C.    Apresiasi Bahasa Sunda
Komponen yang paling menentukan dalam bidang pengetahuan dan keterampilan berbahasa adalah kosakata. Karena itu penulis akan menyumbangkan sejumlah kosakata bahasa sunda karuhun yang dahulu secara umum biasa digunakan di wilayah banten. Namun kali ini penulis hanya akan menyebutkan nama alatnya, tapi tidak menyebutkan terjemahannya. Sifatnya hanya mengingatkan.

1.      Nama-nama Alat atau benda yang ada di dapur
Pawon, Para, parako, leukeur,soko, boboko, bakul, nyiru, syair, cecepeh, ayakan, tenong, coet, pariuk, kekeb, lelemper, guguel, dulang, seeng, aseupan, hihid, centong, gidir, pabulon, rampadan, didingklik, parud, gagablog, golok, rongod, rompang, teko, cuntang, emuk, cangkir, hawu, songsrong, bungbung, jubleg, halu, lulumpang, lalaki lulumpang, sudu, cucukul, serbet, gorobog, rak, salang, sinduk, kalaci, kekenceng, panci, kendi, gentong, gayung, pabeasan, langseng, kalakat, pendil, parupuyan, celedek, kalakat, saringan, dipen, ranjang, jsb.

2.      Nama-nama komponen rumah
Rarangken, umpak, tihang, dolos, sarang alu-alu, amben, ronggang, lincar, babatung, babadak, bilik, dempet, kastok, erang-erang, pangeret, panglari, kendit, ander, siku angin, kuda-kuda, sungsuhunan, simeut meuting, layeus, reng, hateup, kenteng, karpus, pago, teoh, gebjog, kamar, lawang, pendeng, keremeng, sirit teuweul,  lalangitan, gedek, giribig, jsb.

3.      Kata kerja (verba)
Gawe, acak, aduk, anteur, cokot, candak, bantun, atur, arak, angkat, jungjung, indit, bentak, getak, sengor, beuleum, harewos, tunduh, peureum, hees, sare, kulem, nyaring, hudang, korowot, denge, tiru, tiron, datang, dongkap, dugi, emam, nyatu, ngawadang, dahar, tuang, nginum, teunggeul, tonjok, tumbuk, teunggar, tabur, ojol, tukeur, liron, cengkal, teken, tembus, teumrag,  leungit, ajur, singreup, sedot, kenyot, punggel, petik, taruk, ider, kuriling, pegat, pepegatan, oles, ulas, tenjo, jeueung, deuleu, tempo, tingali, denge, dangu, cekel, cepeng, tilep, kenyed, ulur, jieun, injeum,  umbar, ondang, utik, ngupat, teundeun, ojol, tukeur, gebos, tiup, morongos, baeud, imut, ngajedog, jsb. Sakumaha biasa, bilih seueur keneh nu teu kasebat, wayahna pangtambihankeun, ma’lum da sakaemut tea. Hatur nuhun.
Demikian tulisan ini dipublikasikan, dengan harapan dapat membantu aapresiasi bahsasa daerah, khususnya bahasa Sunda. Terima kasih atas apresiasinya, dan jika berkenan mohon tinggalkan komentar.
Bersambung
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi