Menerjang Surya Menyembuhkan Luka
Karya: Fani Fajriani
Kelas: XII MIPA 4 Tahun Pelajaaran 2018/2019
Di tengah
malam yang telah ia sempurnakan dengan jatuhan air yang terhempas dari langit
ke bumi, membuatku terjaga dari tidur pulasku. Rintik hujan itu seolah membuat irama
dengan atap rumah, pohon, kaleng dan segala jenis benda yang dihantamnya. Kulirik
jam dinding yang di ujung kamarku, menunjukan pukul 00.06 WIB. Berarti saat ini
sudah hari ke-2 di awal tahun 2019. Kucoba menghembuskan nafas berulang kali,
menstabilkan nafasku untuk menenangkan hatiku. Pasalnya, akhir-akhir ini aku
selalu teringat pada seseorang yang pernah membuatku bahagia.
Surya,
pengobat rindu sekaligus pembuat luka dengan gores terparah di hatiku. Tulisan
ini tak kubuat berlebihan. Pada kenyataannya ia memang begitu. Menyembuhkan
lukaku terlebih dahulu, setelah sembuh ia buat lagi dengan luka yang lebih
dalam.Hmm. Perpisahan kami memang diputuskan secara sepihak. Ia yang
memutuskanku. Aku pun mengiyakan, padahal hatiku terus menggerutu. Aku
menyetujuinya karena dia sempat berjanji akan kembali setelah segala hal yang
ia inginkan tercapai.
"Jaga
dirimu baik-baik ya, aku pergi. Jangan takut, setelah segala impianku telah
berhasil kucapai aku akan kembali, Bintang. Ah.. Tapi jangan menungguku ya, aku
takut kau terluka" Ucapnya dengan melihat mataku. Sorot matanya seolah
meyakinkan diriku. Segala sesak kututupi kala itu. Aku pun mengangguk setelah
itu mulutku berucap, "Aku akan mendukung segala keinginan baikmu dan aku
akan menunggumu pulang, sayang."
Itulah
percakapan kami beberapa tahun yang lalu. Sampai akhirnya ia menusuk dadaku
tanpa henti dengan cara berpacaran dengan perempuan lain. Semenjak kejadian
itu, setiap pagi aku menepuk dada berulang kali, rasanya sesak di sini. Mencubit
lenganku sendiri, aku ingin bangun sekali lagi. Aku masih berharap ini hanyalah
mimpi, karena kehilangannya masih semenyedihkan ini.
Segala
inginku saat ini tak lagi bisa berkutik. Surya telah dimiliki perempuan lain.
Sementara aku masih dengan rasa yang sama pada dirinya. Bagaimana pun hatiku
berontak mulutku akan tetap bungkam. Aku tak ingin menjadi perempuan murahan
yang merebut hak orang lain. Kurasakan mataku sudah lelah untuk bernostalgia di
dini hari ini. Aku pun beranjak tidur agar besok pagi bangun dengan keadaan
tubuh segar, walaupun pada kenyataannya memang tidak mungkin.
Pagi
harinya aku terbangun oleh suara bising yang ditimbulkan dari depan rumah. Kulihat
dari jendela kamar, sepertinya aku akan punya tetangga baru. Aku keluar kamar
dan pergi ke dapur untuk sarapan. Di sana sudah ada orang tuaku serta adikku. "Baru
bangun, kak?" Ucap ayahku sambil melahap nasi goreng yang ada di
hadapannya. Aku mengangguk dan duduk di sebelah adikku. "Itu di depan,
tetangga baru?" Ucapku sembari mengambil secentong nasi goreng lalu duduk
kembali. Mereka semua mengangguk dan fokus makan. “Kenalan sana, cakepnya
jangan ditanya dah". Adikku seolah membuat gosip di tengah makan pagi ini.
Ibuku memukulnya, "Cepetan abiskan
makanannya."
Setelah
sarapan aku berniat jalan pagi di sekitar rumahku, tapi sepertinya itu hanyalah
niat belaka. Aku malah makan bakso di taman. Sepertinya butuh tenaga ekstra
untuk tetap hidup senang. Kumakan setiap butir bakso yang disuguhkan penjual
dalam mangkukku, sambil melihat pasangan yang kubenci. Ya, aku tak sengaja
melihat Surya dengan pacarnya. Saat mangkuk baksoku sudah tinggal kuahnya, aku
segera membayarnya dan meninggalkan taman itu. Karena bergegas pergi, kakiku
tersandung bangku taman. "Aduh hati-hati dong!" Ucap seorang lelaki.
Aku tak menghiraukannya, bibirku merintih kesakitan karena lecet di kakiku.
Tiba-tiba sepasang kekasih yang kuhindari tadi datang. "Bintang? Kamu ga
apa-apa?" Aku diam. Hatiku yang seharusnya kau tanya kenapa! "Ga
apa-apa om, dia cuman lecet." Ucap lelaki tadi. Aku masih saja bungkam.
"Kamu siapa?" Ucap surya. Belum sempat kujawab, lelaki itu berkata
lagi, "Saya pacarnya Bintang." Surya menatapku, "Oh, ya udah
kita pergi dulu ya." Surya pun pergi dengan kekasihnya meninggalkan aku
dengan lelaki itu berdua. Aku memaki lelaki itu karena sudah berbicara seenak
jidatnya. Aku tak pernah melihatnya, sepertinya dia orang yang baru saja pindah
di depan rumahku.
"Oh..
Kamu orang pindahan itu ya? Baru pindah aja tingkat PD-nya ngelebihin dewa!! Ngaku-ngaku pacar saya lagi." Caci diriku.
"Pacar kamu? Nama pacar saya memang Bintang kok. Apa jangan-jangan
namamu.. Bintang?" Aku terdiam. Malu rasanya, ternyata yang PD tingkat
dewa itu aku. "Kok diem mbak? Berarti bener, ya?" Lelaki itu tertawa.
"Bohong kok mba, jangan merah gitu mukanya, hahaha." Ia menyodorkan
tanganya. Aku pun menerimanya lalu bangun dari dudukku. Sial aku dikerjain.
"Terima kasih." Ucapku sembari membersihkan bokongku dari debu. "Bulan."
Ia memperkenalkan diri. "Kamu Bintang kan?" Ucapnya lagi sebelum aku
memperkenalkan diri. Aku pun mengangguk. Kami pun memutuskan untuk pulang
bersama karena memang rumah kami hanya dipisahkan dengan jalan setapak.
Setelah
sampai rumah aku langsung pergi ke kamarku. Menenangkan luka yang masih
menganga namun ia sengaja menaburi garam di atasnya. Perih. Perlahan air mataku
mengaliri pipiku.
Tanggal 2 ini
di tahun ketiga ini, entah apa lagi yang harus aku katakan. Tapi, terima kasih
atas segala bahagia yang pernah kamu berikan, Surya. Dan maaf atas segala
kekecewakan yang sering aku lakukan. Mungkin benar, aku memang tak pantas. Tak
pantas dalam hal apa pun yang berurusan denganmu. Aku tahu kamu tertekan dan
ingin terbang bebas. Pergilah, aku akan coba mengikhlaskanmu. Bahagialah dengan
perempuan yang kamu inginkan. Namun, jangan lupa doakan aku yang sampai
sekarang masih berjuang untuk merelakanmu. Percayalah, jatuh cinta paling
menyenangkan seumur hidupku adalah kamu. Iyaa aku pernah sebahagia itu karena
kamu. Semoga kamu pun bahagia bersamanya, ya.
Kututup
buku harianku. Kusapu air mataku sekali lagi. Kuhembuskan nafas panjang
beberapa kali untuk menenangkan sesakku. Kutarik kedua ujung bibirku keatas dan
mencoba untuk senyum meyakinkan diriku bisa melewati hari-hari ini. Aku
mengambil gitar dan memainkannya untuk menghibur hatiku.
Ketika dia
yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa
dalamnya terluka hati
Dan
bagaimanakah kuharus meyakinkan diriku
Saat kudengar
suaramu ku tak mampu pergi
Ku tak mampu
pergi
"Widiiihhhh....
Bisa main gitar juga rupanya." Suara itu terdengar dari luar jendela
kamarku. Aku beranjak ke tempat itu lalu kubuka gorden dan jendelanya. Terdapat
seorang lelaki yang tadi pagi kutemui di taman. "Bulan? Kamu mengintip
dari tadi?" Tanyanya. "Tidak juga. Aku ke sini karena mendengar suara
gitar". Ia masuk ke rumahku lewat depan rumah. Sepertinya ia sedang
bersalaman juga bercengkrama dengan ibuku. Aku pun tertawa entah mengapa.
Sampai akhirnya Bulan berhasil masuk ke kamarku.
"Boleh
kupinjam gitarmu?" Ucapnya. Aku pun mengangguk dan memberikannya. Kami
duduk di lantai kamarku dengan dialasi karpet merah. Ia memainkan beberapa lagu
yang aku pun tahu. "Cover lagu yuk?" Bulan pun mengambil handphone
dari sakunya. Aku sempat menolak tapi ia terus memaksa. Akhirnya kami pun
menyanyikan satu lagu untuk diunggah ke instagram.
Karamnya cinta
ini
Tenggelamkanku
di duka yang terdalam
Hampa hati
terasa
Kau
tinggalkanku meski ku tak rela
Salahkah
diriku hingga saat ini
Kumasih
mengharap kau tuk kembali
Mungkin suatu
saat nanti
Kau temukan
bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau
tak kembali
Kenanglah aku
sepanjang hidupmu
Aku
cepat-cepat membelakangi kamera dan menghapus tetesan air mataku yang tak
sengaja keluar. Ahh.. Mengapa saat ada Bulan sih. Sementara Bulan sedari tadi
memerhatikanku setelah mematikan rekaman video di handphone-nya. "Emosional
banget, ada masalah ya mba?" Tanyanya mencoba bertanya. Aku bungkam dan
menutup mukaku dengan kedua tanganku. "Atau jangan-jangan yang tadi di
taman itu mantannya ya?" Tepat sasaran. Ucapan itu kembali mengingatkanku
atas semua luka yang sedang kualami. Aku menangis sejadi-jadinya tanpa
menghiraukan Bulan. Aku ingin lepas dari ikatan ini.
"Kau
tak sendiri." Ucap Bulan sambil memelukku dari belakang. "Kau hanya
perlu melihat dunia luar. Sang Bintang seharusnya tidak bersama dengan Surya.
Surya tak mampu pergi ke malam hari. Dan sekuat apa pun kau pergi ke pagi hari,
ujung-ujungnya kau yang akan sangat terluka." Dia melepas pelukannya lalu
kami saling bertatap muka. "Kamu mana tahu segala tentangku dengan dia!
Jangan sok peduli, sebab kau dengan Surya sama-sama lelaki. Kalian mana tahu
isi hati perempuan!! Pergi!!!" Aku mendorongnya pergi keluar kamar lalu
membantingkan pintu sekeras-kerasnya. Menutup jendela dan mematikan lampu kamar
lalu pergi tidur.
Keesokan
harinya aku merasa badanku menggigil, nafasku sesak, kepalaku pusing,
pandanganku buram. Untungnya ibu langsung ke kamarku saat menyadari aku tak
keluar kamar sejak kemarin. Dengan nada panik ibu memanggil ayah lalu mereka
membawaku ke rumah sakit. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi, semuanya
gelap.
"Alhamdulillah,
Bintang... Dokter…..!" Samar-samar aku mendengar teriakan ibuku yang
semakin lama tak terdengar. Kepalaku terasa penat saat aku mencoba membuka mata
dan memfokuskannya agar tak terlihat buram. Perutku terasa sakit dan aku merasa
mual. Kulihat langit-langit ruangan serba putih, mungkin aku masih di rumah
sakit. Tak lama muncul banyak orang dalam ruanganku. Dokter sepertinya mulai
memeriksaku, ia arahkan senternya ke mataku, meneriksa denyut nadiku. Setelah
itu beliau berbicara dengan ibuku. Lalu dokter itu keluar ruangan menyisakan
aku dan orang-orang yang mengelilingiku
Kupandangi
satu-persatu yang ada di ruangan ini. Terlihat ibu, ayah, adikku dan Bulan.
Mereka semua tersenyum dan ibu menangis haru. Aku bertanya kepada semuanya
ternyata aku baru saja bangun dari komaku setelah menjalani transpalasi hati.
Aku memang punya penyakit hati tapi tak kusangka akan sampai gagal hati.
Beberapa
hari aku dirawat di rumah sakit dengan Bulan yang selalu menjagaku. Lantaran
ayah dan ibuku sibuk bekerja, adikku pun harus sekolah. Namun saat larut malam
mereka bergantian menginap di rumah sakit dan jaga rumah.
"Bintang,
makan ya. Jangan lupa obatnya diminum!" Ucap suster yang mengantarkan
makanan. "Iyaa sus, saya jamin ini bakal habis sama Bintang." Ucap
Bulan meyakinkan suster. Suster itu mengangguk yakin lalu mengganti infusanku.
"Cepet sumbuh ya, Bintang." Ucap suster itu lalu pergi.
"Kau
saja yang makan ya." pintaku pada Bulan. Aku lagi-lagi tak nafsu makan.
Pikiranku terombang-ambing lantaran Surya tak pernah menjengukku. Sudah berapa
minggu aku dirawat di sini tapi batang hidungnya sama sekali tak terlihat. Apa
dia benar-benar sudah melupakan aku?
"Makanlah
tiga suap saja, sisanya biar aku yang habiskan." Ucap Bulan. Aku pun
menuruti perintahnya. Ya, setiap hari memang selalu begini. Untung saja Bulan
mengerti keadaanku.
"Permisi."
ucap seseorang beriringan dengan suara pintu terbuka. Sepertinya aku kenal
dengan orang itu. "Em.. Aku Mega. Kita pernah bertemu di taman komplek
beberapa minggu yang lalu." Ucapnya. Oh.. Ternyata kekasih Surya.
"Boleh kita bicara sebentar?" Aku menatap Bulan dan memberikan
isyarat agar meninggalkan kami berdua. "Baiklah!” Bulan pun pergi
menyimpan mangkuk, lalu pergi ke kantin.
"Ada
apa?" Tanyaku pada Mega. Ia pun memberikan amplop berwarna merah jambu,
"Bacalah." Kubuka amplop itu dan terlihat empat lembar foto. Kulihat
satu-persatu foto itu ternyata foto aku dan Surya. Ada yang sedang makan
ketoprak, lari pagi, sampai foto Surya yang mencubit pipiku dengan gemas. Sebenarnya
aku tak suka jika pipiku dicubit tapi entah mengapa jika Surya yang
melakukannya aku merasa senang. Dan satu lagi foto aku yang sedang terbaring di
ruangan ini ditemani Surya, ia terlihat seperti menangis.
"Surya,
benar menjenguk saat aku tak sadar?" Mega hanya mengangguk dan menyuruhku
baca terlebih dahulu isi amplop ini. Kulihat ke dalam amplop ternyata masih
tersisa secarik kertas berwarna biru laut.
Dear Bintang,
Hai perempuanku. Yang selalu aku
rindukan semenjak pertemuan kita diawal SMA. Perempuan cuek tapi cemburuan.
Yang selalu diam setelah aku menceritakan kisahku dengan perempuan lain selain
kau. Yang manja dan menginginkan aku untuk terus di sampingmu, saat kau sakit.
Jujur, sayang aku tak menyangka kamu terkena penyakit hati. Aku pun tak kuasa
melihat seluruh badan kau menguning, apalagi sampai kau mual dan muntah. Dan
terkadang aku kesal saat kau tak mau meminum obat. Kau bilang, "obat
hanyalah untuk orang-orang yang lemah." Lalu kujawab, "ya, orang yang
lemah karena sakit. Kau sakit karena kau lemah!" Kau pun terdiam lalu
menurutiku untuk meminum obatnya. Haha.. meski aku berkata begitu percayalah
Bintang, kau adalah perempuan terkuat yang kukenal setelah ibuku. Jadi harus
minum obat ya walaupun tak ada aku yang memaksamu lagi.
Bintang, janji padaku untuk tetap
menjalani hidup dengan bahagia setelah membaca ini ya. Aku akan berkata jujur
bahwa ketika kau sakit aku pun sakit. Namun sakit ini tak kurasa karena aku
ingin melihat kau sembuh terlebih dahulu. Aku terkena penyakit kanker yang
sudah memasuki stadium 3. Ingatkah kau saat aku ingin berpisah denganmu?
Sebenarnya aku ingin menjalani terapi dan sampai sejauh itu tak berhasil.
Akhirnya aku membuat rencana agar kau membenciku dengan berpacaran dengan Mega.
Bintang, jangan benci pada Mega, ia tak bersalah, aku yang menyuruhnya.
Oh iya, kupikir Bulan itu pacarmu
ternyata bukan. Aku sudah menghubunginya dan menyuruh dia agar menjagamu. Aku
akan senang jika kau menuruti perintahnya. Ahh.. Dan satu lagi, jaga hatiku
yang sekarang berada di tubuhmu ya. Kuberikan itu sebagai bukti cintaku padamu.
Terima kasih atas segala pengorbanan yang telah kau berikan, perempuanku.
Lelakimu, Surya.
Tetesan air
yang keluar dari mataku semakin deras saat kubaca akhir kalimat dalam surat
itu. "I.. ini tipuankan? Ini bohong? Bilang kalau ini tipuan, Mega!"
Aku tak kuasa menahan tangisku sedari tadi. Mega memelukku, aku pun terlarut
dalam peluknya. "Sudah Bintang." Mega menenangkanku, melepas
pelukannya lalu menghapus air mataku. Sementara air mataku masih terus
mengalir. Hatiku beronta tak percaya. Pikiranku sudah diambang batas.
"Happy
Birthday Bintang!!!" Teriak semua yang masuk ruang inapku dengan membawa
kue tar. Ada ibu, ayah, adikku dan juga Bulan. Termasuk Surya?
"Kejutan!!" Ucap Surya. "Jadi selama ini kamu menipu?"
Tanyaku. Ia mengangguk seraya berkata, "Aku mana mungkin hidup tanpa
kamu."
"Kita
putus!"
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAgen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.COM
BalasHapusminimal depo dan wd cuma 20 ribu
dengan 1 userid sudah bisa bermain 8 games
pin BB : D_8_E_B_A_A_7_C