Jika Semua Ingin Menjadi PNS
Oleh: Aosin Suwadi
Dari tahun ke tahun penduduk Indonesia terus bertambah. Pada tahun 2010 saja, kompas.com meyebutkan bahwa penduduk Indonesia mencapai 259.940.857 jiwa yang terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan. Sementara kompas.com juga menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya bertambah 3,5 juta jiwa. Berdasarkan data tersebut, tahun ini jumlah peduduk Indonesia dapat diperkirakan berjumlah 273.940.857 jiwa. Secara epiris kepadatan penduduk dapat kita lihat mulai dari ibu kota, sampai ke tingkat kabupaten kota. Lebih faktual lagi dapat kita lihat bagaimana padatnya arus kendaraan sampai ke tingkat kota kecamatan tertentu.
Sementara itu, ekonomi.kompasiana.com menyebutkan bahwa PNS di Indonesia berjumah 4,6 juta jiwa. Dari jumlah PNS tersebut, 70 % terdapat di pulau Jawa, yang luasnya hanya 7 % dari luas negara Indonesia. Untuk menggaji dan tunjangan PNS, pemerintah membutuhkan 180 trilyun dari total APBN 1000 trilyun. Ditambah pemerintah harus pengeluaran gaji ke-13. Berarti sekitar 18 % dana APBN digunakan untuk menggaji PNS. Dan sisanya 82 % untuk membiayai sektor-sektor lain. Sungguh suatu beban yang berat bagi APBN untuk membiayai dana PNS.
Liputan6.com, Jakarta mencatat sebanyak 2.246.886 pelamar mendaftar dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2014 hingga Selasa (23/9/2014) dari total 368 instransi yang membuka pendaftaran. Jika semua out put siswa atau mahasiswa berharap jadi pegawai negeri, tentu saja itu tidak mungkin. Kalau setiap tahun pemerintah harus mengangkat CPNS/PNS, maka pada akhirnya semua generasi lambat laun akan menjadi PNS. Siapa yang mau membayar? Bagaimana bidang yang lainnya? Jelas itu tidak mungkin.
httpwww.antaranews.com
Salah satu faktor yang mendorong naiknya minat untuk menjadi PNS, yaitu meningkatnya taraf hidup PNS. Jika dibandingkan dengan dulu, apa lagi kalau dibandingkan dengan 50 tahun yang lalu, taraf hidup PNS benar-benar sangat memprihatinkan (termasuk guru). Gaji PNS waktu itu hanya mampu untuk menutupi kebutuhan makan satu selama minggu dengan menu yang memprihatikan pula. Akan tetapi nilai pengabdian PNS waktu itu terasa sangat tinggi. Lain dengan sekarang, taraf hidup PNS (termasuk guru) sudah jauh meningkat. Bahkan sudah banyak pihak yang cemburu sosial kepada kehidupan PNS (terutama guru).
Jika
semua siswa dan siswa bercita-cita ingin jadi PNS, lalu siapa yang akan bekerja
di bidang-bidang lainnya. Jika anak petani, anak pedagang, anak nelayan, anak
masinis, dan lain-lain semuanya ingin jadi PNS, lalu siapa yang akan
menggantikannya. Sudah saatnya, para siswa dan mahasiswa berpikir lebih ilmiah
dan bijaksana dalam menghadapi masa depan negara dan bangsa ini, karena
generasi mudalah yang secara berkesinambungan akan mengisi pembangunan negara dan bangsa ini.
httpjateng.tribunnews.com
Fenomena di atas ikut mempengaruhi dan memotivasi para siswa untuk mengarahkan bahkan membelokkan cita-citanya ke arah menjadi PNS (termasuk guru). Bahkan banyak kita dengar rumor, konon katanya banyak para pelamar yang rela menjual harta kekayaannya untuk diinfestasikan pada selembar kertas, yaitu SK CPNS. Diduga rumor itu ikut menjadi penyebab malasnya belajar bagi siswa, selain dipengaruhi oleh kewenangan UN ikut campu dalam meluluskan siswa. Para siswa lebih senang senam jari sambil berkaca di hadapan HP-nya, dibandingkan mengerjakan kewajibannya untuk membaca buku (belajar). Karena hal itu sering mereka lakukan, hingga membentuk menjadi budaya pelajar di abad modern ini. Siswa sekarang sudah tidak lagi patuh kepada guru, kepada tata tertib sekolah, bahkan kepada orang tua sudah berani membantah atau melawan. Mereka lebih cinta kepada kesenangannya, dibandingkan kepada kewajibannya.
Demikian besar kekhawatiran Drs. H. Maman Abcurachman, M.Pd. kepala SMA Negeri 6 Kota Serang, terhadap krisis moral bangsa yang secara dini diperlihatkan oleh para siswa. Kehawatirannya itu sering diungkapkan hampir dalam setiap obrolannya. Beliau merupakan salah seorang guru senior yang dibesarkan dan didewasakan oleh kurikulum 75, dan 68 ke belakang yang syarat dengan pendidikan moral dan karakter di dalamnya. Maka tidak aneh jika beliau melihat betapa jauh perbedaan moral siswa atau manusia sekarang dibandingkan dengan siswa dan manusia tempo dulu. Budaya teknologi semakin modern dan madani, sedangkan budaya moral semakin primitif dan jahiliyah.
Demikian gambaran bagaimana perilaku para siswa terhadap guru dan terhadap orang tua. Betapa para siswa mencintai kesenangan duniawinya dibandingkan dengan kewajibannya untuk belajar dan mematuhi tata tertib di sekolah serta menuruti nasihat orang tuanya.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih Anda telah mengapresiasi tulisan ini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !