Tetes Air mata
Karya: Ratu Julaeha Kelas: XI IPS 2
SMA Negeri 6 Kota Serang 2013/2014
Hidupku yang semula bahagia, kini berubah menjadi kesedihan. Orang tuaku yang dulu lengkap, kini telah berkurag satu. Ibuku telah tiada. Kecelakaan mobil yang telah menimpa keluarga kami, ketika aku masih ada di dalam kandungan ibu. Setelah dibawa ke rumah sakit ibuku meninggal dunia, karena mengalami luka yang cukup serius di bagian kepala dan jantung. Tapi beruntung tuhan menyelamatkan aku untiuk lahir ke dunia ini sebelum ibuku mehembuskaan nafas terakhirnya.. Sedangkan ayahku hanya mengalami luka ringan. Aku bersyukur masih mempunyai ayah yang sudah membesarkanku sampai saat ini. Mesti aku kehilangan ibuku yang baik, penyabar, dan perhatian. Aku tahu cerita tentang ibuku dari ayahku.
Waktu terus berlalu. Hari-hari kami lalui, walau tanpa ibu. Pada suatu hari, ketika aku berjalan bersama ayahku di mall, tiba-tiba ayahku bertabrakan dengan seorang wanita dan anaknya sebaya denganku. Berawal dari kejadian itu ayah sering menemui wanita itu. Mereka mulai melakukan komunikasi dan pendekatan. Aku merasa takut kalau ayahku jatuh cinta lagi dengan seorang wanita, apa lagi deengan seorang janda mempunyai anak perempuan sebaya denganku. Aku masih belum bisa menerimanya. Karena akhir-akhir ini ayahku sibuk dengan kerjaan di kantor, maka ayah jarang berkumpul aku dan adik-adikku.
Pada suatu sore, secara tidak sengaja aku mendengar percakapan ayah dengan wanita itu. Sepertinya mereka merencanakan sesuatu. Hatiku semakin tidak terima. Hari itu juga kukatakan kepada ayah bahwa ayah tidak boleh menikah lagi. Tapi takdir berkata lain. Ayahku telah tergoda dan mencoba mengubah jalan hidup dengan merencanakan pernikahan dengan wnita itu. Sebagai anakn aku tidak bisa berbuat apa-apa. Menikahlah mereka berdua dengan ibu Dini.
Mereka merasa bahagia hidup bersama ayahku. Tapi aku tidak yakin itu. Tanpa direncanakan sebelumnya, tiba-tiba Dewi memintaku bermain di kolam renang dengan candaan yang membuatku tertawa. Kami berkumpul layaknya seperti keluarga. Setiap ayah tidak ada di rumah suasana rumah menjadi panas. Ibu tiriku bersantai di rumah seakan pekerjaan rumah tak ada yang mengurusinya. Dewi selalu tidak sopan padaku kasar setiap aku memberi saran yang baik. Kenapa aku mempunyai saudara tiri yang wataknya keras, aku tidak mengerti.
Ibu Dini dan Dewi baik di saat Ayahku berada dirumah. Apa ini kesengajaan ibu tiriku? Aku mencoba memendam perasaan ini. Tiba-tiba telepon berdering, aku menggangkat telepon itu dan ternyata dari rumah sakit. Ibu tiriku di sana mengalami luka yang sangat serius. Aku langsung memanggil Dewi saudara tiriku, kami berdua tidak lupa menghubungi ayahku yang sedang bekerja. Kami bertiga bergegas ke rumah sakit. Saat itu kondisi ibu Dini sangat lemah. Dan yang lebih memprihatinkan kaki ibu Dini patah (lumpuh) tidak bisa berjalan seperti dulu lagi. Dewi teriak histeris melihat ibunya terbaring di rumah sakit. Ayah dan Aku ikut prihatin atas kejadian ibu tiriku. Ibu tiriku akhirnya memberitahukan semua yang mereka lakukan padaku saat Ayah bekerja di luar. Ternyata ibu tiriku dan Dewi selama ini tidak menyayangiku layaknya seperti ibu kandung dan lebih sayang pada anaknya sendiri.
Dewi pun meminta maaf padaku juga pada ayah. Setiap manusia pasti mempunyai kesalahan. Aku dan ayah saling memaafkan satu sama lain dan kami berdoa agar ibu tiriku cepat pulang kembali dan menyayangi keluarga kita. Mesti ibu hanyalah ibu tiriku tapi aku tetap menyanggi ibu tiriku. Setelah mendapat perawatan selama satu setengah bulan, ibu tiriku telah pulih seperti semula, walaupun kakinya tidak normal seratus persen. Kami pun kembali ke rumah dan hidup berbahagia selamanya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !