Sisa-Sisa Pancasila di Bumi Indonesia
Oleh: Aosin Suwadi
Gotong royong warga dan TNI membuat jalan baru di Bukit Hitam kecamatan Merigi Kepahingan Bengkulu
Gotong royong warga merupakan salah satu sifat atau watak yang dimiliki oleh warga negara Indonesaia, sebagai perwujudan jiwa Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Tenggang rasa, tepo seliro, dan sifat-sifat positif lainnya dari seorang Pancasilais, di masa orde baru dulu dijabarkan dan diajarkan kepada manusia Indonesia, baik melalui pendidikan formal, nonformal, bahkan informal. Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil, diwajibkan mengikuti penataran P4 sesuai dengan pola pendukung 25 jam.
Pengamalan butir-butir pancasila, ditetapkan oleh MPR dengan TAP MPR N0. II Tahun 1978. Butir-butir dari P4 (Pedman penghayatan dan pengamalan Pancasila), merupakan penjabaran dari Eka Prasetia Pancakarsa yang berarti satu janji pada diri sendiri untuk melaksanakan lima perbuatan yang baik yang tersimpan dalam lima sila Pancasila. Dari kelima sila Pancasila tersebut dijabarkan ke dalam 36 butir prilaku perbuatan baik. Dengan kata lain, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 Tap MPR Nomor II/MPR/1978 dijalaskan bahwa P4 ini merupakan tuntunan dan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh.
Sejalan dengan perubahanan inovasi kurikulum yang terus menerus dilakukan, secara perlahan-lahan Pendidikan Pancasila pun menghilang dari kurikulum pendidikan. Hasilnya dapat kita lihat bahwa moral bangsa terus menerus beruah ke arah negatif. Harus kita akui bahwa peningkatan di dibang kejahata seperti: perampokan, pencurian, penipuan, dan yang paling tren lagi adalah korupsi, itu semua adalah hasil produk penidikan. Harus kita akui pula bahwa para tenaga guru atau tenaga kependidikan lainnya, semua merupakan produk dari pendidikan yang nota bene telah menjauh dari nlai-nilai Pancasila.
Sekeras apa pun upaya pemerintah untuk mengembalikan karakter dan jati diri bangsa Indonesia yang moralis dan mentalis, selama tidak dilakukan perubahan sistem pendidikan moral dalam kurikulum, semua itu akan sia-sia belaka. Sedangkan moral bangsa akan terus menerus memburuk. Mata manusia akan selalu melihat gemerlap dunia hanya dari sisi keberhasilan dan kesuksesan secara lahiriah. Dengan kata lain pendidikan sekarang dikatakan berhasil kalau out put-nya menjadi pejabat, atau menjadi orang kaya. Sementara moralnya hampir tidak menjadi ukuran. Artinya Kesuksesan dalam meraih kakayaan akan menutupi kebejatan moral seseorang (Anda buktikan sendiri).
Sebaliknya harus kita akui juga bahwa pendidikan hasil dari produk kurikulum tempo dulu memang belum maju dan modern seperti sekarang, akan tetapi sangat sarat dengan nuansa moral. Moral baik hasil pendidikan tempo dulu dilihat dari sudut pandang pendidikan (anak muda) sekarang dinilai “norak”. Kini hanya tinggal keprihtinan yang tersisa dalam jiwa guru dan orang tempo dulu yang masih tersisa. Akan tetapi walaupun begitu, watak dan karakter Pancasila masih bisa diperbaiki, karena masih tersisa, walaupun hanya tinggal di perkampungan, atau dalam jiwa manusia yang masih kampungan. Sebab semakin “kotaan” atau semakin” madani,” watak dan karakter Pancasila makin menghilang.
Pernyataan ini adalah fakta empiris. Mohon maaf jika Ada para pembaca yang kurang berkenan. Terima kasih Anda telah mengapresiasi tulisan ini. Komentar Anda adalah perbaikan untuk tulisan ini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !