Berkarya dan Bercinta di Angkasa
seri ketiga
Karya: Aosin Suwadi
Cerita ini merupkan lanjutan dari seri kedua yang akan mengisahkan percintaan Dila dengan Dosennya. Hubungan percintaan mereka semakin akrab. Hubungan mereka sudah direstui oleh kedua belah pihak orang tuanya. Kini hubungan mereka sudah ke tingkat merencanakan pernikahan.
“Ini marterinya, tentang penggunaan bahasa okem di kalangan remaja” Burhan menitipkan meteri kuliah Sosiolinguistik kepada Dila. “Ga berani Pak!” Dila setengah menolak tugas yang diberikan Burhan. Akhir-akhir ini prestasi Burhan semakin meningkat saja, apa lagi sekarang dia telah menjadi dosen kepercayaan. Sedangkan waktu masih asisten dosen saja dia telah dikenal di kalangan mahasiswa, karena selain pintar, dia juga supel dalam bergaul. Bahkan dengan mahasiswa saja dia mau berbagi cerita. Karena prestasinya yang gemilang itu terkadang dia dicemburui oleh dosen seniornya.
Kali ini Burhan mendapat tugas untuk memimpin seminar bahasa mewakili ketua jurusan. “Udah dicoba aja, bapak yakin tidak ada masalah!”Burhan meyakinkan Dila agar mau berlatih mengajar di depan mahasiswa uniornya. “Hadiahnya apa nih?” Dila mencandai Burhan. “Laksanakan dulu tugasnya dengan baik. Nanti malam selesaikan bab 3, besok kita berangkat.” Ucap burhan datar. “Berangkat ke mana Pak?” Dila penasaran. “Bapak-ngebel terus!” Jawab Burhan singkat. “Apa katanya?” Ga tahu tuh bapak kangen katanya pengen ketemu calon menantu yang paling cantik.” Burhan merayu. “Aaaaah, bapak.” Dila mencubit Burhan. Hubungan mereka semakin akrab saja. Dila kini sedang menyusun skripsi hasil penelitiannya tentang minat menulis cerita Siswa SMA. Dan setelah wisuda nanti Burhan berjanji akan melamar Dilla. Burhan keluar dari ruang mes tempat tinggal Dila, menuju ruang Dekan FKIP.
“Assalaamu ‘Alaikuum!” Burhan menerima telpon dari bapaknya. “Siapa Pak?” Tanya Dila penasaran. “Bapak....” Jawab Buhan singkat. “Apa katanya pak?” Burhan tida menjawab pertanyaan Dila. “Iya pak, sebentar lagi keluar tol!” Burhan menutup telponnya. “Bapak nanya, sampai mana katanya.” Burhan baru menjawab pertanyaan Dila setelah menutup telpon, maklum di jalan tol. “Dila jadi malu pak! Kok bapak naya-naya terus sih?” Beberapa saat mereka terdiam, karena sebentar lagi mau keluar pintu tol. “Coba tebak apa alasannya bapak ingin ketemu dengan calon menantu yang cantik ini?” Burhan bertanya sambil merayu Dila. “Iiiih...!” Karena jalan aga sepi, Dila berani mencubit Burhan. “Oh, iya La jangan lupa di Pasar Simpang nanti kita beli kepiting dulu!” Burhan selalu ingat sayur kepiting adalah makanan kesukaan pak Surya.
“Mana Dila?” Pak Surya menanyakan Dila waktu Burhan baru turun dari mobilnya. “Ada tuh baru turun dari mobil” Dila bergegas turun dari mobil dan mencium tangan calon mertuanya. “Manaaa kepitingnya?” Pak Surya menanyakan oleh-oleh kepiting kesukaanya. “Oh... iya Om, itu ada!” Dila gugup dan tergesa-gesa mengambil kepiting yang dibelinya di Pasar Simpang. Saking gugupnya kerudung Dila tersangkut di engsel pintu mobil. Maklum menghadapi calon mertua yang sudah tua dan berwibawa. “Jangan lagi-lagi yah?” Pak Suryadi agak membentak, membuat Dila semakin gugup saja. “Mak.... mak.... sudnya..... Om?” Sementara Burhan hanya tersenyum saja melihat peristiwa itu. “Jangan sekali-kali memanggil Om!” Suara pak Suryadi tambah keras. “Oh iya... iya... iya Pah.... eh... terus... Dila harus panggil apa?” Dila tambah gugup saja. “Iyaa itu tadi udah benar!” Karena Burhan tidak kuat menahan tawa, maka tertawalah Pak Suryadi dengan Burhan di hadapan Dila yang masih bingung. Untunglah Maemunah segera menyelesaikan konfik dalam sandiwara itu.
“Bapak tuh, sangat menyayangi Burhan, maklum anak bungsu. Setiap Burhan membawa teman wanita, siapa pun itu pacarnya atau bukan selalu disenanginya.” Maemunah membuka pembicaraan setelah mereka berkumpul di ruang tengah. “Siapa saja yang pernah jadi pacarnya, banyak ya mah?” Dila bertanya dengan sedikit cemburu. “Mamah kurang tahu tuh yang mana pacarnya, soalnya banyak sekali wanita yang suka ke sini. Lagian itu kan dulu waktu Burhan masih SMA.” Bu Maemunah menjawab dengan kata-kata yang cukup bijak. “Nek, nek, Ical dapat capuuuung, dapat capuuuung!” Sambil berteriak, Faisal berlari menghampiri nenknya. Karena terbur-buru kakinya tersandung bibir permadani, dan terjatuh tepat di pangkuang Dila. Anehnya Faisal seperti yang terhipnotis. Lama sekali dia terdiam sambil menatap dalam-dalam wajah Dila. Tangannya perlahan lahan tanganny merangkul memperkuat dekapan Dila. “Icaaaal... kok tiduran di pangkuan tante Dila, sini ke nenek!” Faisal perlahan-lahan melepas dekapan Dila, dan pindah ke pangkuan neneknya, tanpa melepas pandangannya kepada Dila, entah apa yang ada di pikirannya.
Lebih dari dua jam mereka berbincang-bincang tentang apa saja, tanpa ditentukan temanya, sampai akhirnya Bi Inah memanggil dari dapur. “Nyah..... semuanya udah siap nyah!” Bi Inah telah menyiapkan sajian makan siang istimewa, untuk menyambut calon menantu pak Surya dan bu Surya. “Ayo jangan malu-malu, ini rendangnya ini semurnya” Maemunah mendekatkan lauk pauk ke hadapan Dila. Dila tidak menyangka calon mertuanya menyediakan masakan sangat banyak, seperti sedang acara resepsi hajat. Lebih dari itu dia bingung, kenapa semua masakan kesukaannya telah disediakan. “Ila... !” Dila terkejut dan tersadar dari lamunannya setelah dipanggil oleh calon mertuanya.
“Assalaamu ‘Alaikum!” Pak Suryadi menelpon Pak Norman. Apa kabar besan?” Pak Suryadi tidak canggung-canggung menyapa Pak Norman dengan kata besan. Muka Dila mendadak merah mendengar Pak Surya mengucapkan kata “besan” dengan keras di hadapannya. “Alhamdulillah baik pak! Ma’af pak, Dila ada di situ yah?” Norman bertanya untuk meyakinkan ucapan Dila. Norman
tergolong kakek yang sangat menyanyangi semua cucuya, termasuk Dila “Ada.... Dila baik-baik aja! Oh iya sekalian izin nih, bagaimana kalau Dila nginap di sini? Norman tidak sempat menjawab, karena Suryadi menimpanya. “Haya malam ini saja, gimana?” Tanya Suryadi dengan penuh harap. “Jangan pah, Burhan banyak kerjaan, Dila juga lagi nyusun skripsi baru sampai bab 3. Nanti saja kalau udah beres semua.” Burhan angkat bicara setelah Suryadi menutup telonnya. “Papah yakin, dosen dan mahasiswa aktif seperti kalian tidak pernah punya waktu luang, makanya mumpung lagi ke sini sekalian menginap. “Memanggnya Papah mauapa lagi?” Tanya Buhan. “Ya engak ada apa-apa cuma sono aja.” Atas dasar beberapa pertimbangan, akhirnya pak Suryadi mengizinkan Burhan dan Dila kembali ke kota.
Malam itu seperti biasa pak Suryadi asyik memainkan kesepuluh jarinya di depan layar lap top. Walaupun usianya sudah hampir tujuh puluh tahun, tapi dia masih aktif menyusun materi untuk persiapan mengajar. Setelah pensiun dari guru SD pak Suryadi diminta untuk menjadi tenaga pengajar di sebuah pesantren modern di kampungnya. Memang tidak banyak yang tahu bahwa pak Suryadi ini memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang tata bahasa Arab. Dan jarang orang yang mau menekuni pengatahuan dalam bidang ini. Karena itulah pak Suryadi sangat dibutuhkan di pesantren itu. “Pah.... udah jam satu!” Bu Maemunah mengingatkan pak Suryadi. “Yang bener mah?” Pak Surya terkejut. “Dasar.... udah kebiasaan, suka lupa waktu, di lap top kan ada jamnya!” Suhu malam terasa semakin dingin, pak Suryadi dan bu Suryadi sudah terlelap di kamarnya.
Enam bulan kemudian..... akan diceritakan dalam seri http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/11/16/berkarya-dan-bercinta-di-angkasa-seri-keempat-691659.html.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !