Ria
yang Borjuis
Karya: Aosin Suwadi
Guru SMA Negeri 6 Kota Serang
Semakin
majunya perkembangan zaman, sangat berpengaruh terhadap gaya hidup manusia,
terutama generasi muda. Begitu dengan Rianah, seorang
gadis yang berusia sembilan belas tahun memiliki selera hidup yang sangat
tinggi. Dia selalu berganti-ganti pacar. Dalam tempo tiga tahun dia telah
mengoleksi delapan orang mantan pacar. Dia mencari pacar hanya dengan dua
kriteria, yaitu tanpan dan banyak uang. Semua mantan pacarnya dia yang
memutuskan. Pacar yang kedelapan dia putuskan karena tidak mampu membelikn perhiasan
yang harganya mencapai puluhan juta rupiah. Sehari-harinya dia jarang ada di
rumah. Tiap hari dia hanya main dan main. Sedangkan malam hari dia tidur di
mana ia suka. Terkadang ia tidur di rumah temanya, terkadang di rumah cowo yang sedang diincar untuk dijadikan
mangsa berikutnya. Sekalinya dia pulang ke rumah, di selalu marah-marah kepada
orang tuanya, dengan sikap yang sama sekali tidak sopan.
"Bu,
coba panggil Ria!” Pinta pa Heri kepada istrinya. “Ria
.... sini dulu!” Ria dipanggil ibunya. “Ya,
sebentar!” Ria menjawab sambil menyisir
rambutnya di depan cermin, dengan gaya putar badan ke kiri dan ke kanan, untuk memastikan
bajunya sudah rapi atau belum. “Ria....!!!“ Bu
Sundari memanggil lagi dengan suara lebih
keras. “Sabar dulu, bawel amat sih!” Sahut Ria.
“Ada apa mah!” Tanya Ria setegah membetak, setelah
duduk di meja makan yang sudah reyot. “Ria,
umur kamu sekarang sudah hampir dua puluh tiga tahun”. Tanya ibunya. “Terus
kenapa?” Tanya Ria memotong pertanyaan ibunya.
“Tadi malam bapaknya Hasan datang lagi!” Ria
beranjak dari duduk mau meninggalkan ayah ibunya, dengan wajah yang sinis. “Riaaaaaaa!!!!”
Ayah Ria membentak dengan suara yang sangat keras. Meja makan yang reyot
kakinya patah satu, karena digebrak oleh pak Heri.
Badan Ria bergetar seperti kedinginan. Beberapa saat suasana hening. Sedikit
pun Ria tak menyangka kalau ayahnya bisa
membentak sekasar itu. Yang ia rasakan selama ini ayahnya tidak pernah memperhatikannya. “Duduk .......! Kamu ini mau
jadi apa! Pakaian kaya orang jalanan, kelakuan kaya berandalan!”. Karena sudah
terganjal oleh emosinya, pak Heri tidak jadi
melanjutkan pembicaraan.
Tidak biasanya, malam itu
Ria pulang. Sepertinya dia terpengaruh juga oleh bentakan ayahnya. “Mah ... tadi
pagi bapak tuh sebenarnya mau ngomong apa sih?” Kali ini Ria bertanya kepada ibunya dengan intonasi yang
agak rendah. “Iyaa ... itu!” Kata Sundari. Sepertinya tadi pagi Ria tidak
mendengar apa yang disampaikan bapaknya, karena waktu itu dia sedang memikirkan
rencana besar kencan dengan seorang Om-om yang kaya raya. “Apaan sih?” Tanya Ria agak serius. Tadi malam bapaknya Hasan datang ke sini. Pak Karman
ingin segera melamar kamu untuk Hasan. “Hasan lagi ... Hasan lagi ...
!” Ssssst! Ayahmu di kamar tuh!” Kata Sundari. “Emang Hasan
kenapa? Wajahnya tampan, badannya gagah, prilakunya sopan! Apa lagi yang
kurang?” Bu Sundari mengangkat kelebihan Hasan. “Ga punya duit!” Jawab Ria singkat. Jauh di lubuk hatinya Ria menyadari bahwa Hasan
memang tampan, dan sebenarnya dia menaruh hati. Tapi selera borzuis melebihi perasaannya
itu.
****************
“Ko, ke sini pak, ini kan
rumah bapak! Katanya mau jalan-jalan! Ga mau pak, saya takut sama istri bapak!”
Kata Ria ketika Pak Sukardi, membelokkan mobilnya ke halaman
rumah. Pak Sukardi adalah seorang
bapak-bapak yang berusia lebih dari lima puluh tahun. Sehari-hari dia bekerja
mengawasi karyawan yang menjaga di beberapa tokonya yang teretak di samping
pasar. “Bapak membawa Ria ke sini, justru
permintaan istri bapak”. Ria terdiam tanda
tidak mengerti maksud pak Sukardi. “Eh ....Riiiia! Ayo masuk!” Istri Pak Sukadri menyambut Ria
dengan memperlihatkan senyum yang akrab.
Ria Semakin tidak mengerti. Dia hanya diam, menyimpan
sejuta tanya. Setelah mereka berkumpul di ruang tengah, Bu Badriah menyampaikan maksudnya. “Ria ..., sesuai dengan permintaannya, ibu harap Ria mau menerima permintaan suami ibu!” “Maksud ibu?”
Tanya Ria. “Pak Sukardi menginginkan Ria menjadi istri keduanya.” Ria hanya diam. Lebih lanjut bu Badriah menjelaskan bahwa selama tia puluh tahun
berumah tangga mereka belum juga dikaruniai anak. Menurut pemeriksaan dokter,
ternyata bu Dariah yang mandul.
****************
Sudah
hampir dua tahun berumah tangga dengan pak Sukardi, Ria
hidup dalam kemewahan sesuai dengan yang diharapkanya. Di suatu sore Ria meminta
pak Sukardi tiduran di pangkuannya. Pak Sukardi
menyambut dengan senangnya. Dengan
lembutnya Ria mencabuti satu persatu uban di kepala suaminya. Ria
merasa malu punya suami tua yang banyak ubannya. Sesekali dia membayangkan yang
tiduran di pangkuannya itu Hasan. “Hasan memang tampan, tapi sayang dia anak orang
miskin. Berapa coba gaji guru di madrasah?” Kata Ria
dalam lamunannya. “Riaaa ... ko diam!” Teguran lembut suaminya, membuyarkan
lamunan Ria. “Eh ..., iya pak! Ria gugup.” “Ngantuk ...! Ke kamar yu!” Sukardi
menggoda istrinya. Tapi Ria tidak menjawab.
Sesuai dengan perjanjian, sore
itu Sukardi giliran tidur di rumah istri
tuanya. Badriah melihat ada sedikit keanehan
di kepala suaminya. “Kenapa mah, ko memperhatikan kepala bapak terus sih?” “Ria mencabuti
uban bapak yah?” Istri tua pak Sukardi merasa bangga punya suami yang rabutnya
putih. Sedangkan istri muda sebaliknya, dia merasa gengsi punya suami berambut
putih. Setiap giliran ke istri muda, Ria
mencabti rambut putihnya. Setiap giliran ke istri tua justru rambut hitamnya
yang dicabuti. Hal itu terus menerus mereka lakukan. Sampai pada akhirnya lama
kelamaan kepala pak Sukardi menjadi botak
alias gundul. Istri tua tetap setia walau pun kepala pak Sukardi sudah gundul.
Berbeda dengan istri muanya yang kini mulai goyah.
****************
Pada
suatu sore ketika Bu Sundari melayani siswa
madrasah yang sedang jajan gorengan, tiba-tiba Rianah
datang. “Mah ... , Hasan udah punya anak berapa?” Tanya Ria tiba-tiba. “Tumben ..., mau apa kamu tiba-tiba menanyakan Hasan?” Sundari
heran. “Hasan udah kawin dengan cewe cantik,
pilihan bapaknya!” Jawab Sundari berbohong, sambil membereskan peralatan
dagang, dan mebawanya masuk ke dapur.
Sundari tidak menyadari bahwa hati Ria sangat sedih mendengar jawaban ibunya. “Mah
..., maaaah!” Ria menangis di pangkuan
ibunya. “Kenapa kamu menangis?” Tanya Sundari
dengan iba bahkan ikut bersedih. Sundari
sangat memahami isi hati anaknya. “Hasan ...
.” Hasan kenapa mah?” Ria memotong dengan nada penasaran. “Ibu sangat kasihan
kepada Hasan. Sampai sekarang dia belum
menikah. Setiap ibu tanya tentang kapan dia akan menikah, dia selalu menjawab: “saya
tidak akan pernah menikah kalau bukan dengan Ria.”
Hati Ria merasa lega mendengar penjelasan ibunya. “Mah, maaaaaaah” Ria memanggil
dengan manjanya. “Apa lagi!!” Sundari pura-pura tidak mengerti. “Boleh engga
Ria ketemu dengan Hasan?” Sundari menggoda Ria dengan pura-pura melarangnya. “Jaaaaangan!
Mau apa ketemu orang miskin! Kamu kan punyai suami, orang kaya lagi!” “Aaah
mamah!”
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !