Berkarya
dan Bercinta di Angkasa
Karya: Aosin Suwadi
Guru
SMA Negeri 6 Kota Serang
“Bapak, ngantuk yah!” Ratna menegur Suryadi
ketika kepalanya hampir membentur bibir meja guru. Ratna
adalah siswa kelas lima yang duduk tepat di depan meja guru. “Eh, ....
iya Rat! Bapak tidak tidur sampai pagi.” Suryadi menjawab dengan gugup karena belum sadar
sepenuhnya. Kepala Suryadi terasa pening. “Bapak
habis begadang?” Tanya Tuti yang duduk satu
bangku dengan Ratna. Suryadi segera
mengalihkan perhatian Ratna dan Tuti dengan mengingatkan kepada semua siswa lainnya
untuk segera menyelesaikan tugasnya. Tugas yang dikerjakan siswanya, diakses
dari google dan telah diseting sedemikian rupa dan disertai dengan
gambar-gambar yang menarik dan mendidik.
Baru
beberapa menit Suryadi sampai di rumah “Ko bpk
dh plg, ini kn br jm 11!” Rupanya
Sarmi mengetahui bahwa Suryadi udah pulang.
Iya Mi, bp pulg dluan g thn,
ngntuuuk!”
Belum juga satu menit, Sarmi mengirim Fofo
dengan senyumnya yang sangat menggoda, membuat rasa kantuk Suryadi berkurang. Sarmi adalah mantan murid
Suryadi sepuluh tahun yang lalu. Waktu itu Sarmi baru kelas VI, tapi dia sudah
naksir Suryadi. Setelah hampir dua jam mereka berkomunikasi di FB membicarakan
berbagai hal, akhirnya Suryadi tertidur
ditemani FB-nya yang terus menyala. “Jgn diem
aja dong!”
Kata Sarmi melalui FB-nya. Karena tidak ada
jawaban, Sarmi mengangkat HP mencari nomor Suyadi,
lalu menelponnya. Tetap tidak ada jawaban. “Terlalu!” Gumam Sarmi. “Kcian d
lo, g dldni!” Tiba tiba Neneng
ikutan komen dari FB-nya. Neneng adalah
istri Juned yang pernah tergila gila kepada Sarmi waktu masih remaja. Bahkan sampai sekarang
secara diam-diam Juned masih memendam rasa cintanya. Sepertinya cinta pertama,
tak bisa dihapus. Sehari-harinya Juned bekerja menjual sayuran di pasar. Juned
telah menjadi pedagang sayur yang sukses. Kini dia telah memiliki dua buah
mobil, satu mobilnya digunakan untuk kepentingan berdagang, dan satu mobil lagi
untuk kepentingan keluarga. “Ngpain lo ikut cmpr.”
Jawab Sarmi. “Dsr lo tu yah, tkng ggu
suami org!” Balas Neneng. Sarmi
tak mau kalah “Sk2 gw, bwel lo!” Lama sekali mereka bertengkar
melalui FB dan SMS sampai akhirnya Neneng
tidak menjawab lagi, karena kehabisan pulsa. Tetapi walaupun begitu mereka
tidak berani bertengkar melalui telpon, karena takut diketahui oleh suaminya.
“Pah,
pah, bangun! Udah sore! Hari itu istri Suryadi secara diam-diam memasak makanan kesukaan
suaminya. Suryadi menggeliat, lalu duduk dan melihat jam di Leptopnya.
“Setengah lima!” Gumam Suryadi dengan suara parau. “Handuk di simpan di mana
Mah”? “Di jemuran pah”! Jawab Mae sambil mentup makanan di atas meja makan. Selesai
memunaikan shalat ashar, Suryadi dipanggil
istrinya di ruang makan. Dengan menggunakan sarung dan kopiah. Suryadi menghampiri dan duduk di samping istrinya.
Suryadi terbengong-bengong melihat makanan
kesukaannya terhidang di meja. “Terima kasih, mamah telah memasak kepiting
kesukaan papah.” Kelihatannya hari itu mereka bahagia sekali. Akan tetapi sebenarnya
hati Maemunah merasa kebahaiaannya belum sempurna, karena telah
tujuh tahun mereka berumah tangga, belum juga dikaruniai anak. Hapir dua tahun,
Maemunah rajin memakan toge baik mentah mau
pun matang. Hal itu disarankan oleh temannya, agar Maemuhan
cepat-cepat hamil.
Suatu
sore ketika Maemunah duduk-duduk di pos
ronda di depan rumahnya, Marinah datang
dengan mengendarai motor bebeknya. “Udah makan belum? Kalau belum kita makan di
depan yu!” Ajak Inah dengan serius. “Enggak
lah, terima kasih!” Jawab Mae. Kelihatannya
dia tidak bersemangat menjawab pertanyaan Inah.
Sepertinya dia hampir putus asa, karena upayanya beluma berhasil juga. “Ya
udah, kalau enggak mau, ga apa-apa, yang penting kamu tidak lupa memakan itu
tuuh!” Inah mengingatkan Mae, tapi Mae tidak menjawab, hanya memperlihatkan wajahnya yang seolah-olah sedang lesu. “Jangan
putus asa, mungkin Tuhan belum bengabulkan doa dan usaha kita”. Sepertinya Inah mengetahui apa yang difikirkan oleh Mae.
*************
Bunyi-bunyian malam terdengar sangat
jelas. Waktu telah menunjukan pukul 03.00. Beni
masih asyik mengetik puisi-puisi di situs dalam FB-nya. Beni adalah seorang
pemuda yang gagah dan tampan, tapi memiliki kelemahan, yaitu kurang gaul. Akan tetapi di balik kelemahannya, ternyata dia
menyimpan kelebihan. Dia sangat pandai merangkai kata-kata yang puitis. Sebenarnya
Beni ingin melanjutkan pendidikan, kuliah di jurusan sastra. Tapi keinginannya
itu tidak pernah disampaikan kepada ayahnya Darmani.
Beni kasihan kepada ayahnya yang sehari-hari
hanya pulang pergi untuk bekerja di ladang, sedangkan hasilnya tidak pernah
mencukupi kebutuhan hidup.
Ketika
Beni mau menutup FB-nya tiba-tiba ada komen
“Puisi-puisimu
bagus sekali! Aku sangat tertarik dengan puisi-puisimu itu.”
Hati Beni merasa tersanjung oleh pujian itu.
Setelah diklik, ternyata pengirimnya seorang gadis cantik sedang tersenyum
sambil melirik ke arah Beni. Selama ini selain tidak gaul, Beni juga tidak
punya nyali sedikit pun untuk menyatakan cinta kepada wanita. Setiap tertarik
kepada wanita, Beni hanya menyatakannya dalam puisi, yang ditulis di situs,
tapi tidak pernah ditujukan kepada seseorang. “Nm asliku Seni, nm aslimu
siapa?”
Tanpa ditanya, Seni menyebutkan nama
aslinya. “Puisi yg mn yh?” Beni membalas dengan kaimat
tanya. “Itu
tuh yang ada kata-kata: Selama
langit belum runtuh. Kekuatanku
tak akan rapuh. Perahu kan kterus ku kayuh.
Sampai hatimu luluh dan berlabuh. .... . “Buatkn lg
dng puisi khss utkku.” Rasa
kantuk Beni berkurang seakan mendapat
tambahan kekuatan. Segera Beni menyusun
kalimat kalimat puisi untuk dikirim kepada Seni.
Akan tetapi jika dilakukan secara menadak, rupanya Beni
merasa kesulitan juga. Beberapa kali Seni menanyakan perihal puisi yang
dijanjikan Beni. Beni hanya menjawab singkat. “Tunggu yah!”
Puisi belum selesai, tapi karena hari sudah pagi, Beni
mengakhiri komennya. Setelah permisi kepada Seni,
Beni pun menutup FB dan Leptopnya.
Satu minggu setelah mereka berkenalan.
Beni dengan Seni selalu berkencan di udara, terkadang dilakukannya semalam
suntuk. Waktu hampir menunjukan pukul lima pagi, Sarmi
terbangun dan bergegas ke kamar mandi, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Seni dari pintu kamar yang terkuak sedikit.
Setelah membuka pintu kamar, Sarmi
terkejut. “Astagaaaaaa! Kamu begadang
sampai pagi! Awas kalau ga sekolah!” Diancam ibunya, Seni
tidak menjawab. Setelah menutup leptopnya, Seni bergegas ke kamar mandi. “Ada
apa mah?” Pak Norman terbangun karena mendengar suara bentakan dari Sarmi. Si Seni
pah, begadang di depan leptop. Sampai pagi!”
*************
Lima
bulan sudah Beni bercinta dengan Seni di dunia maya, tapi tidak pernah bertemu
lagsung. Sebenarnya Beni pernah mengajak
ketemuan di suatu tempat, dan Seni sangat
senang mendengar ajakan Beni, tapi Seni takut kepada ibunya yang sangat
materialistis. “Ms, Bni syngku, mhn mf yh, kt blm bs ktmuan hr
ini, Sni g brni Ms. Sni tkut!! Tlngin dng Mas, aku pngn ktmu Mas!”
Beni membaca SMS dari Seni dengan sikap yang gelisah. Dengan kesalnya dia
keluar dari kantin setelah membayar pesanan baksonya yang belum dimakan. Sementara
Seni menangis sedih di kamarnya dengan
perasaan menyesal dan takut berkecamuk menjadi satu. “Angkat dong Maaas!” Seni
menelpon Beni, tapi HP Beni tidak aktif. Rupanya Beni
sangat kesal. Kali ini tangisan Seni
mengeluarkan suara, untung tidak sampai terdengar oleh ibunya.
Malam itu Beni
tidak OL. Waktu dan konsentrasinya digunakan untuk memikirkan hubungannya
dengan Seni. Sampai larut malam dia hanya
tiduran terlentang dengan fikiran melayang. Sampai akhirnya dia mengambil
keputusan untuk melakukan shalat istiharah. “Sn Ms th Sn lg sdih. Ap pn
yg trjdi, bsok Ms akn k rmh Sni utk mnghdp ortumu!” Beni mengetik dan mengirimkan SMS tengah
malam, dengan harapan Seni belum tidur. “Alhamdulillaaaaaaah!!!” Secara reflek
Seni mengucap syukur dengan suara keras dan memekik di tengah malam. “Mah
kenapa tuh Seni?” Tanya ayah Seni kepada
istrinya yang juga kaget mendengar suara Seni.
“Biasa ngelindur!” Sarmi menjawab sambil
membetulkan selimutnya. “Terima kasih Ms, Sni senaaaang sekali. Tapi Ms, ap
Ms brni?”
Tanya Seni. “Insya Allah.” Beni menjawab SMS untuk
menenangkan hati kekasihnya. “Skrg Sni bbo yg nynyk, bsk siang tggu Ms yh,
daaaah!”
Setelah konflik dalam batinnya selesai, tidak terasa Seni
pun tidur dengan lelapnya. “Jangan maaaah, jangaaaan!!! Sarmi
dan suaminya terbangun dan masuk ke kamar Seni.
“Sen, Sen, ada apa Sen? Tanya Sarmi sambil
membalikkan badan Seni, tapi Seni tidak menjawab. Rupanya kali ini Seni benar-benar mimpi (membawa sisa konfliknya ke
alam bawah sadar). “Apa kata mamah, Seni tuh
ngelindur!” Mereka bergegas kembali ke kamar untuk menghabiskan sisa rasa
kantuknya.
*************
“Pergi kamu jauh-jauh dari kehidupan Seni! Dasar laki-laki gak tak tahu diri! Aku tidak sudi punya menantu
anak petani miskin kaya kamu! Mau dikasih makan apa anak saya. Ngaca dong!
Cepaaat pergi!” Beni mencoba untuk menjawab.
Ma’af Tan .... . Beni tidak jadi
menyampaikan maksudnya, karena dipotong oleh Sarmi dengan suara yang lebih keras lagi. “Kalau kamu gak
mau pergi ... .” Sarmi mengagkat gagang sapu ke atas kepala Beni. Beni
tidak bergerak sedikitpun, karena dia yakin bahwa Sarmi
hanya menggertak saja. “Jangan maaaah,
jangaaaan!!! Sambil menangis Seni
mencoba melarang ibunya untuk memukul kepala Beni, persis seperti yang pernah diucapkan
dalam mimpinya. “Udahlah mah, gak usah diperpanjang dulu. Kita dengarkan dulu
apa yang mau disampaikan oleh nak Beni. Kita kan belum tahu, apa yang mau
disampaikan oleh nak Beni. Kita tidak boleh berburuk sangka dulu sebelum tahu apa
maksud yang sebenarnya.” Pak Norman berusaha
menenangkan istrinya yang sejak tadi, tidak memberi kesempatan kepada orang
lain untuk komentar.
Sejak
kejadian itu Seni mendapat pengawalan yang
sangat ketat dari ibunya. Apa pun yang dilakukan Seni
tidak ada yang lepas dari pengawasan Sarmi. Semua
fasilitas komunikasi telah disita oleh ibunya. Situasi seperti ini dirasakan
oleh Seni bagai hidup dalam neraka. Betapa
tidak, hampir dua minggu Seni tidak
berkomunikasi dengan kekasihnya. Pada suatu hari sepulang dari sekolah Seni berunjuk rasa dengan mogok makan dan
mengurung diri di kamarnya. Berkali-kali Sarmi
memanggilnya, tapi tidak ada jawaban. “Kalau gak mau makan terserah! Mau sehari,
seminggu, atau sebulan sekalian!” Sarmi
menggerutu, walau pun sebenarnya jauh di lubuk hatinya, Sarmi gak tega melihat
keadaan anaknya yang mendadak murung.
Selama di kamarnya, Seni bekerja keras dengan menguras fikirannya
untuk mencari akal, bagaimana caranya agar bisa berkomunikasi dan bertemu
dengan Beni. Fikirannya sempat buntu, dan memutuskan
untuk mengambil jalan pintas dengan mencoba bunuh diri dengan menjatuhkan diri
dari jendela lantai dua kamarnya. Tapi itu tidak jadi dilakukannya. Seni takut gak langsung mati, karena persis di
bawah jendela kamar Seni ada kolam renang.
Sampai pada akhirnya Seni mengambil keputusan yang terbaik menurutnya. Dia
ingat pada salah seorang teman setianya yang pernah menawarkan jasa, bahwa dia
siap membantu Seni kapanpun.
*************
Seni
jarang hadir ke sekolah, absennya penuh
dengan i, a, dan s berselang seling, padahal setiap hari, Seni berangkat dari
rumahnya ke sekolah seperti biasa. Selama tidak sekolah, Seni mencurahkan isi
hatinya kepada Beni melalui FB Deti. “Sen, hari ini kamu sekolah dulu, yah!
Teman-teman udah curiga. Lagi pula saya khawatir kamu ketinggalan pelajaran
terlalu jau. Ingat, waktu ujian tinggal menghitung hari.” Deti berhasil mebujuk
Seni. Hari itu Seni berangkat ke sekolah bersama Deti. Di sekolah mereka mereka
tidak pernah menceritakan konflik percintaan Seni dengan Beni.
Bagaimanakah lanjutan cerita ini silahkan ikuti
“Berkarya dan Bercinta di Angkasa”
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !