Headlines News :
Home » » Mati Hanya Satu Kali

Mati Hanya Satu Kali

Diposting Oleh aosin suwadi pada Rabu, 27 November 2019 | 20.45


Karya Muhamad Ari Setiawan Kelas  XII MIPA 2
SMA Negeri 6 Kota Serang Tahun Pelajaran 2019/2020

Kehancuran telah membawa setiap tetes keringat menuju karirku sebagai pegulat professional. Muhamad Ari Setiawan, yang akrab di panggil Ari dengan tinggi 180 cm badan tegap berisi, membuat aku disegani banyak orang. Tidak ada lagi rasa takut seakan rasa takut menjelma menjadi keberanian. Tidak pernah terbayangkan cinta yang amat indah yang pernah aku pupuk bersamanya akan menimbulkan rasa sakit yang amat kejam, menusuk dan merusak segala harapan. Bertarung dengan orang adalah hal yang aku pikir bisa menghilangkan rasa sakitnya walau kenyataanya tidak sama sekali.

Setiap orang yang lahir bukan untuk berjalan sendiri, dan waktu akan mengalir setiap hari. Apakah dunia ini hanya berisi tangisan dan kesendirian? Jawaban sekarang yang aku punya adalah “ya”.
Orang depresi sepertiku sangat paham apa artinya meminta kesendirian. Mungkin semua orang selalu berpikir bahwa keramaian selalu berdampak pada suasana yang ramai pula, tapi tidak untukku orang yang sedang mengalami depresi, seramai apa pun keadaan itu aku tidak benar-benar ada di sana. Pikiran kacau, hatiku patah, bahkan air mata ini sudah tidak bisa lagi keluar.
Dibayanganku, dunia ini sudah tidak bisa diubah lagi. Cinta, persahabatan, dan kasih sayang sudah mulai lenyap, bahkan aku bisa lebih mencintai hewan peliharaannku ketimbang teman, cinta, bahkan kasih sayang dari orangtua. Aku punya alasan tersendiri, mengapa aku mencintai kucing sejak aku mengalami depresi? Karena hanya sepi ini yang setia mendengar tanpa pergi melarikan diri, bahkan dia rela menungguku walaupun temannya sudah mulai mengajaknya main.
Aku bosan mendengar semua kata orang, dan mulai berpikir bahwa kepedulian mereka semua itu omong kosong, ada beberapa orang yang menasehati, tapi yang kudengar hanya menyarankan untuk sabar. Ya memang sabar jawabannya, tapi sabar bukanlah suatu hal yang dapat mengubahku menjdi lebih baik. Ada pula yang berkata diriku kurang bersyukur. “Hei man, you dont know about it”. Aku mulai kebal dengan kata-kata tersebut, jawabannya yang terbaik kala itu hanya diam, apakah jika bicara mereka akan mengerti? Jangan harap, mereka akan menyalahkan aku sebagai pokok masalah utama yang ada. Jika sudah terlanjur seperti ini, apakah aku harus mengulangi tangisan seperti kemarin, aku sudah patah semangat apakah harus dipatahkan lagi hingga tidak bisa disambung kembali? Aku mulai berhenti mendengar apa yang mereka katakan.
Gista, begitulah aku memanggilnya, gadis cantik berambut gelombang dan kulit  sawo matang memiliki tinggi 166 cm. Alasan dia tersenyuman setiap hari dan dia berikan untukku tidak pernah menandakan atau memancarkan  bahwa dia mampu mematahkan hatiku. Hidup terkadang pahit, bunga memang indah tapi tidak semuanya pantas digenggam erat seperti mawar yang memiliki duri. Mungkin wanita ini mawar yang memiliki racun di durinya, yang dapat membunuh perlahan, menyiksa dengan detail. Aku mendapat kehancuran yang berlebihan dan menghantarkanku bertarung dengan rekan gulatku, membanting lawan salah satu cara yang aku pilih untuk menghilangkan rasa sakit.
Awal pacaran masa SMA sungguhlah indah, kata kata manis dan senyuman yang ia pancarkan sungguh membuat hatiku luluh dan menjadi penyemangatku sekolah,awal pertemuan kami seperti pada umumnya anak SMA, Gista adalah murid pindahan dari sekolah lain di jawa tengah, awalnya dia sangatlah aneh karena dia orang pertama yang mengejek sepatu kusamku, tidak suka teh manis dan sangat sulit diajak berbicara tapi bukan Ari namanya jika langsung menyerah sebelum mendapatkan cintanya, singkat cerita kami resmi berpacaran dan 4-5 tahun kami jalani bersama masa pacaran semenjak SMA hingga sekarang semester 7 di suatu perguruan tinggi di kota serang. Di waktu pertama kali kuliah tepatnya masa ospek aku bertemu sahabatku yang bernama Dion Kartomidjojo, orang nya hitam bertubuh proporsional dan tingginya hampir sama denganku, pada saat itu aku dan dia sama sama telat
 “Ehh Mas semaba juga ya?” Dialah yang memulai percakapan di saat bertemu di parkiran. “Ehh iya”. Jawabku. “Ayo masuk Mas udah telat nih kita”. Dia adalah orang jawa tengah, sama dengan Gista hanya berbeda kabupaten. Benar saja kita sudah ditunggu oleh kating (kaka tingkat) yang bermuka garang, kami dihukum dan disuruh melakukan hal hal konyol. dan dari situlah awal persahabatan kami dimulai.
Dion pada dasarnya  orang yang cukup asik dan lucu karena berbicaraya yang medok. Dia di sini kos sendirian dan aku tinggal dengan ibuku, aku sering mengajaknya ke rumah untuk sekedar makan minum. 3 tahun berjalan kami sudah layaknya saudara kandung karena sangat akrab dan sering melakukan hal konyol bersama. Dia juga sudah kenal dengan pacarku sejak SMA dan sudah seperti sahabat.
Aku sangat percaya dengan Dion untuk melakukan hal hal yang lumayan privasi dan tidak biasa seperti antar jemput Gista jika aku sedang berhalangan. Tanpa aku sadar dari situlah awal kehancuran hubungan kami dimulai.
“Dion aku  minta tolong kamu jemput Gista di perpustakaan daerah ya, aku lagi ada latihan gulat tambahan nih, maaf merepotkan”  Pintku. “aku?” Mungkin kata yang lumayan aneh bagi sebagian anak muda laki-laki dengan sesamanya tapi tidak dengan aku karena dia berbahasa jawa yang halus tentu aku harus menyesuaikanya agar tidak terlihat kasar. “Langsung diantar kerumah aja Ri? Tapi nanti ganti uang bensin ya aku lagi krisis dompet hahah… udah tanggal tua nih”.  Jawabnya. “Iya seperti biasa, hahah tenang saja itu udah aku siapkan untukmu”.  Itulah chat yang sering aku kirimkan ke Dion.
Kringg kringg kringg (bunyi dering telepon dari Gista menandakan Gista telah selesai dengan buku-bukunya di perpus). “Hallo sayang, kamu jadi jemput aku kan?” Pungkas Gista. “Sayang aku minta maaf ya ga bisa jemput kamu, aku masih ada latihan tambahan untuk persiapan pertandingan di Padang nanti”. Dengan nada memelan. “Iya gapapa kok sayang aku udah biasa”. Gista langsung menutup teleponnya.
Tidak lama Dion sampai  di perpustakaan dan Gista sudah paham betul jika ada mobil jazz merah yang menunggu di depan siapa, Gista hanya terdiam dan menangis saat perjalanan pulang dan Dion coba menenangkanya dengan berbagai cara agar Gista tidak lagi bersedih, begituah yang Dion ceritakan padaku.
Karena perasaan bersalahku yang sering tidak menjemputnya seperti yang dia harapkan aku berniat mengajaknya untuk makan malam pada hari sabtu karena aku sudah bisa beristirahat dari latihanku. “Sayang, nanti sabtu malem aku jemput kamu yaa, kita makan bareng”. “Jawaban yang aku terima untungnya saja sesuai harapan.
“Ya udah ke rumah aja”. Mungkin dia masih kesal karena dia hanya membalas seperti itu tapi tidak apa yang penting dia sudah mau di ajak bertemu. Sesampainya di kafe biasa kami makan dia agak terlihat berbeda, dia seperti lebih diam dari sebelumnya ( Padahal pada dasarnya dia orang yang cerewet) .“Kamu kenapa diam terus sayang, masih kesel ya sama aku?” Pembuka kata yang aku lontarkan. “Engga kok yang, aku Cuma lagi ga enak badan aja”. Tidak lama setelah itu aku mengantarnya pulang agar dia beristirahat agar segera sehat kembali.
Dua bulan telah berlalu dari malam itu dan aku tidak menemuinya sehari pun karena aku harus di karantina. 2 hari lagi tepatnya tanggal 11 november 2018 aku akan bertolak ke tanah sumatera yaitu Padang. Persiapan yang telah aku lakukan diharapkan bisa membawa hasil yang maksimal yaitu gold medal yang pasti, tetapi pada hari itu aku mendapat telefon tidak mengenakan dari sahabat dan pacarku sendiri, Dion bercerita bahwa ia akan menikahi Gista karena dia telah menghamilinya dan sekarang telah mengandung 1 bulan setengah. Gista pun memberi kabar yang sama padaku bahwa ia akan menikah, aku hanya terdiam dan mengajak Dion bertemu walau awalnya dia tidak mau tapi aku tetap mengajaknya bertemu.
Keesokan harinya kami bertemu di kafe yang sama pada saat malam itu.  Mungkin pembaca merasakan hal yang sama denganku, dan saat bertemu Dion akan langsung memukul, berkelahi dan hal hal keras lainya, tapi berbeda denganku. “Cepat kamu ceritakan yang sebenarnya terjadi “ ujarku. “Iya ri, saat perjalanan pulang di tengah jalan hujan deras dan mobilku tiba tiba mogok, saat keadaan sunyi karena gelap dan hujan, aku sangat tergoda akan paras pacarmu itu karena beberapa kali aku mengantarnya pulang dan aku memperhatikanya. Tetapi di sini bukan hanya aku yang salah, Gista juga karena aku tidak memaksanya melakukan hubungan itu tetapi kami sama-sama ingin melakukanya” Mendengar jawabanya aku langsung memeluk sambil berkata  “Dion kamu harus jaga Gista, sayangi dia dan anaknya kelak, jadilah pria yang bertanggung jawab, jangan sakiti dia, jika itu terjadi aku mungkin akan bertindak lebih padamu”. Lalu aku meninggalkanya, memang aku sangat emosi pada saat itu tetapi aku tidak boleh menghancurkan persahabatanku hanya karena wanita, aku berlapang hati memaafkanya dan mencoba menerima kenyataanya.
Aku berangkat menuju Padang dengan perasaan yang sangat kacau dan hilang arah, tetapi pelatihku adalah sarjana psikologi dia sangat tau perasaan orang dari raut wajahnya, tanpa bertanya padaku dia langsung memberiku kata kata penyemangat menjalani semua cobaan karena aku pasti kuat menjalaninya. Kami tiba di Padang pukul 3.00 WIB karena pesawat delay selama 6 jam karena cuaca buruk, mungkin terlintas dalam hatiku ingin berdoa agar aku mengalami kecelakaan saat terbang menuju Padang, tapi aku masih punya tanggung jawab pada ibuku yang sangat aku cintai.
Kami semua beristirahat dan bangun pukul 5.00 WIB, tubuh sangat lelah untuk beranjak dari tempat tidur, namun otak berkata lain, otak tau alasan aku ke sini untuk apa, ya untuk memulihakan hati yang hancur serta mencari prestasi. Matras bagiku merupakan tempat pelampiasan yang sangat aman karena tidak menyakiti siapa pun, aku melakukan latihan pagi agar badan tetap fit. Hari pertama di Padang kami hanya beristirahat. Pelatih sengaja mengajak berangkat lebih awal agar kami tidak kelelahan di perjalanan.
Aku menikmati suasana malam yang dingin di rooftop hotel Ibis di kota Padang, Sumatera Barat. Ya minggu ini aku akan melakoni pertandingan besar untuk melawan para juara di tanah Sumatera, sudah banyak latihan, ocehan hingga makian yang aku terima untuk bisa sampai di sini. Aku duduk setengah rebahan menghadap langsung ke arah laut di temani segelas kopi yang dibuatkan pelayan hotel untukku. Di rumah, aku biasa menghabiskan malam dengan duduk di teras rumah sambil melemaskan otot yang tegang akibat latihan yang berat.
Sesekali aku mengecek HP yang sejak kabar buruk itu terjadi tidak diaktifkan agar tidak ada orang yang dapat mengganggu waktu sepiku. Lain hal jika di rumah, aku sering mengotak atik motor CB yang di wariskan almarhum ayahaku ketika beranjak SMP. Benda yang selalu mengingatkku kepada Gista. Hampir setiap hari aku selalu menghabiskan Weekend bersama Gista dengan motor tersebut berkeliling kota Serang sambil bercanda ria. Sempat terbesit ada niatan untuk menjual motornya tersebut, tetapi aku memikirkan perasaan ayahku yang telah mewariskan motornya tersebut akan kecewa. Ada kenangan lain di motor tersebut selain dengan Gista, ketika aku kecil, ayahku ketika berada di rumah selalu mengajaknya berkeliling kota sambil membeli banyak makanan.

Tidak semua kenangan harus dilenyapkan, ada kenangan yang memang harus terus diingat karena akan menjadi hal yang indah saat di kenang nanti. Aku tidak jadi menjualnya karena sampai saat ini masih menjadikan motor CB itu sebagai alat transportasiku ke mana-mana. Meski banyak kenangan Gista yang selalu terngiang saat melihat motornya tersebut dan kenangan tersebut selalu memburuku
Salah satu hal paling aku benci di dunia adalah saat kita ingin melupakan sebuah kenangan, kenangan tersebut malah semakin teringat oleh otak. Satu kenangan itu bisa melibatkan banyak orang penting dalam hidup kita. Di sisi lain harus melupakan karena sakit hati di sisi lain harus mengingatnya karena bawaan hati.
Hari ini adalah pertandingan penting karena ini event terakhirnya di tingkat mahasiswa, aku selalu menggunkan headset saat pemanasan agar otakku relaks dan berhenti memikirkan Gista, sekaranglah pembuktian hasil latihan beratku hingga harus dikhianti orang yang paling aku cinta.
Setelah satu minggu berada di Padang, aku pulang ke Banten tapi tidak langsung ke rumah, aku langsung menuju Bandung untuk mencari tempat  di mana aku bisa melupakan masalah-masalahku. Aku pulang sebagai seorang juara 1 kelas 76 kg gaya bebas putra, tetapi raihan medali tersebut belum bisa menghilangkan rasa sakit yang selalu menusuk-nusuk hatiku yang sudah rapuh.
Karena prestasi itulah aku mendapatkan beasiswa dari universitas untuk melanjutkan kuliah S2 di Jepang dan semuanya ditanggung oleh sebuah perusahaan karena aku berprestasi dan nilai-nilaiku  yang lumayan bagus di beberapa bidang. Uang hadiah nya pun tak lupa selalu aku simpan untuk sewaktu waktu aku butuh.
Seperti biasanya, aku menghabiskan malam dengan rebahan di kursi depan teras rumah, ditemani segelas kopi hangat buatan ibu "Ari!!" Panggil wanita lima puluh tahunan tersebut dan menghampiriku. Aku bangkit dAri tempat duduknya dan membetulkan posisi dudukku. "Bagaimana hasil pertandinganya?" Tanyanyaa. "Alhamdulillah Bu, dapat emas lagi". Jawabku.
"Lantas kenapa dengan perolehan medalimu yang semakin banyak, kamu malah seperti semakin terpuruk hanya karena Cinta". Aku tidak menjawab, hanya menatap ke arah langit dan cahaya rumah dengan mata berkaca-kaca. Pernyataan ibunya seolah membenarkan apa yang terjadi. Pertandingan kemarin sebagai pelarian ini seakan tidak memberikan efek positif apa pun, yang ada hanya semakin jatuh yang aku rasakan.
Aku tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutku, hanya pelukan dingin yang bisa aku lakukan yang menandakan aku tidak sanggup menjawab. Tidak ada yang lebih pedih kecuali saat aku melihat mata ibu yang kepedihan saat melihat mata anaknya yang sangat terpuruk. "Ibu ga pernahkan ngelarang kamu ngelakuin hal positif apa aja? Tapi kamu juga jangan lupa sadar. Kalo yang selama ini kamu lakuin sebagai pelarian ini. Gada efeknya sama sekali, rasa sakit emang ga bisa di hilangin. Harus dinikmatin dan dilawan, bukan malah ditinggal pergi. Kadang rasa sakit harus dilawan dengan doktrin kalo kita bisa memberikan kebahagian kita sendiri, bukan malah kebencian". Ucap ibuku yang masih dalam pelukkanku.
Aku dan ibu memang memiliki ikatan batin yang sangat dekat semanjak ayahku meninggal. Ibulah tempat renungan aku yang pertama, tempat bersandar, menangis dan sebagainya, karena ayahku jarang di rumah untuk mencari nafkah keluarga, dan aku mengerti akan hal itu. Saat aku bercerita tentang putusnya dengan Gista dengan alasan yang sangat menyakitkan, ibuku ingin sekali bertemu dengan Gista untuk menanyakan langsung perihal tersebut, namun aku melarangnya.
Hal yang tidak banyak orang pahami mengapa orang yang sudah memberikan rasa sakit berlebih dapat memberikan efek sayang yang berlebih juga. Kalo manusia sudah jatuh cinta, semua pikiran menjadi positif untuk keberlangsungan cintanya terjalin. Sesakit apa pun yang di rasakan tidak memberikan efek jera kepada orang yang percaya pada cinta. Orang yang cinta memang mudah untuk mengalahkan logika dan akal sehat. Padhal aku tau, tidak mungkin mengulang kisah lama, namun otak dan perasaan tidak merasakan kalau dia sudah tidak diterima lagi.
Saat ini hanya ibulah teman yang aku miliki saat hati sedang kacau. Kakakku hanya dapat diam dan melihat adiknya yang sangat kacau saat setelah ditinggalakan Gista, seperti orang yang kehilangan cahaya hidupnya. Melihat cara aku memperlakukan Gista kakaku dapat menyimpulkan bahwa Gista adalah perempuan yang paling aku cintai dari banyaknya perempuan yang pernah dikenalkan padanya, semua memang ada feed back-nya.
Saat kamu mencintai orang lebih, maka kamu juga harus siap dengan sakit hati yang lebih pula.
"Sudahlah Ari.., kamu ga perlu memikirkan wanita pelacur itu". Ucapanya begitu ketus dan tajam sekali kalimat yang baru pertama kali kudengar dari ibuku. "Apa sih Buu". J awabKU dengan nada pelan. "Kamu jangan memikirkan dia lagi, bikin sakit hati aja". Kata ibu. "cukup Bu". Ujarku dengan nada agak tinggi dan langsung menyesal dengan jawabnya itu. "Maaf Bu, aku terlalu emosi". Aku langsung menuju kamar meninggalkan ibu bersama segelas kopi di teras depan.
Aku meminta maaf karena aku sadar, ibuku emosi seperti itu karena sayang sekali dengan aku. Tidak ingin melihat anaknya terpuruk dan sakit yang berlarut larut. Aku tidak selayaknya membuat ibuku sedih akan perkataanya tersebut. Perempuan yang sangat aku cintai melebihi apa pun dan balasan cintanya. Aku mendapat kAsih sayang dari ibu beda dengan Gista. Yang aku cintai sepenuh hati tapi di balas dengan sepenuh api dan sakit hati.
Setelah 7 bulan tak mendengar kabar dari Gista, ada sebuah pesan whatsapp dari mantan pacarku itu. “Ari, aku mau cerita sama kamu, penting, kamu bales ya, aku tau kamu marah sama aku karena kejadian itu, tapi saat itu umur kandunganku 8,5 bulan Ri, sebentar lagi aku akan melahirkan tetapi Dion kabur entah kemana dia menghilang begitu saja dan meinggalkan surat cerai di kasur, karena terus di ceramahi ibuku karena ia tidak mau bekerja”. Ucapnya. Membaca pesanya itu aku sangatlah iba padanya dan dalam hatiku, aku sangatlah masih mencintainya. Bagaimana pun juga aku akan ke rumahmu besok.
Keesokan harinya aku kerumahnya yang berencana akan melamarnya walau ada sedikit perasaan berat tetapi aku lupakan dan menjaganya sekuat tenagaku dan aku belum bercerita hal ini kepada ibu. Ternyata  Gista menerima lamaranku. Sepulangnya dari rumah Gista aku bercerita kepada ibu. Awalnya ibu menolak aku menikahinya, tetapi aku terus membujuknya agar diperbolehkan karena aku sangat mencintainya.
Seminggu kemudian kami melangsungkan pernikahan dan seminggu kemudian Gista melahirkan seorang anak perempuan yang sangat cantik dan kuberi nama Anastasiya Putri. Setelah aku lulus S1 langsung mencari pekerjaan tetapi sangatlah sulit dan dengan berbekal keahlian ngotak ngatik motor aku diterima di sebuah bengkel, ya aku merelakan beasiswa ke Jepangku untuk merawat Gista dan Anastasiya sepenuh hati dan menjual motor CB untuk modal menyewa sebuah kos kosan.
Setelah 1 bulan aku bekerja di bengkel tersebut aku bertemu dengan Dion di bengkel tersebut sedang service mobilnya. Sontak aku menyeretnya keluar dan memukulinya karena dia telah melanggar permintaanku saat itu. “Kemana aja lo selama ini? Gua cari-cari Lo buat tanggung jawab semua ini”. Ucapku sambil mencengkram kerah bajunya. “Iya Gua minta maaf Ri, beberapa minggu ini Gua nyari Gista buat tanggung jawab tapi ga pernah ketemu, rumahnya pun udah kosong”. Jawabnya. “Udah telat, sekarang Gua suaminya, Lo jangan coba coba muncul di kehidupanya”. Ancamku sambil meninggalkanya
Keras kepala tetaplah keras kepala, dia mengikutiku sampai rumah dan aku memergokinya dan langsung memukulinya agar ia segera pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi dan aku mencaci makinya habis habisan agar ia kapok dan kembali lagi. Ternyata mencacinya sangatlah salah. Keesokan harinya saat aku berencana membuat kejutan untuk Gista untuk makan siang bersama di rumah, aku melihat Gista bersimbah darah di bagian dada dan perutnya dan aku melihat Dion memegang pisau dan sedang mengarahkannya kepada putriku. Aku langsung menendangnya agar menjauh dari Anastasiya. “Apa yang Lo lakuin Dion, Lo udah gila ya?” Kataku. “Ini karena Lo ngelarang gua nemuin Gista dan anak gua, gua ga rela semua ini jadi milik Lo”. Sambil mau menusuk wajahku, untung aku mempunyai basic seorang pegulat aku bisa menghindarinya tetapi pisau itu malah mengarah ke arah jantung Dion itu sendiri, lalu aku langsung melihat keadaan Gista yang sudah sangat pucat.
“Sayang maafin aku ga bisa jagain kamu seperti ucapaanku waktu itu”. Sambil bercucuran air mata dan darah di tanganku. “Kamu berhasil jadi suami yang baik kok sayang, jaga anak kita sampai dia dewasa dan kamu rawat dia sampai bisa jadi seperti ibu kamu yaa sayang, aku minta maaf pernah nyakitin kamu”. Ucapnya sambil terbata bata.
Aku menciumnya pelan dan itulah tanda perpishan kami yang menjadi akhir kisah cinta kami yang pernah kandas, dan semua itu sudah berakhir. Dion masih bisa bernafas, aku meminta pertolongan warga untuk membawanya ke rumah sakit dan aku mengurus jenazah istriku sampai menguburkanya…
Demikian cerita pendek yang agak panjang ini dipublikasikan, semoga bermanfaat. Dan jikaa berkenan mohon tinggalkan komentar.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi