Headlines News :
Home » » Menerjang Surya Menyembuhkan Luka

Menerjang Surya Menyembuhkan Luka

Diposting Oleh aosin suwadi pada Selasa, 15 Januari 2019 | 18.36


Menerjang Surya Menyembuhkan Luka
Karya: Fani Fajriani
Kelas: XII MIPA 4 Tahun Pelajaaran 2018/2019

Di tengah malam yang telah ia sempurnakan dengan jatuhan air yang terhempas dari langit ke bumi, membuatku terjaga dari tidur pulasku. Rintik hujan itu seolah membuat irama dengan atap rumah, pohon, kaleng dan segala jenis benda yang dihantamnya. Kulirik jam dinding yang di ujung kamarku, menunjukan pukul 00.06 WIB. Berarti saat ini sudah hari ke-2 di awal tahun 2019. Kucoba menghembuskan nafas berulang kali, menstabilkan nafasku untuk menenangkan hatiku. Pasalnya, akhir-akhir ini aku selalu teringat pada seseorang yang pernah membuatku bahagia.

Surya, pengobat rindu sekaligus pembuat luka dengan gores terparah di hatiku. Tulisan ini tak kubuat berlebihan. Pada kenyataannya ia memang begitu. Menyembuhkan lukaku terlebih dahulu, setelah sembuh ia buat lagi dengan luka yang lebih dalam.Hmm. Perpisahan kami memang diputuskan secara sepihak. Ia yang memutuskanku. Aku pun mengiyakan, padahal hatiku terus menggerutu. Aku menyetujuinya karena dia sempat berjanji akan kembali setelah segala hal yang ia inginkan tercapai.
"Jaga dirimu baik-baik ya, aku pergi. Jangan takut, setelah segala impianku telah berhasil kucapai aku akan kembali, Bintang. Ah.. Tapi jangan menungguku ya, aku takut kau terluka" Ucapnya dengan melihat mataku. Sorot matanya seolah meyakinkan diriku. Segala sesak kututupi kala itu. Aku pun mengangguk setelah itu mulutku berucap, "Aku akan mendukung segala keinginan baikmu dan aku akan menunggumu pulang, sayang."
Itulah percakapan kami beberapa tahun yang lalu. Sampai akhirnya ia menusuk dadaku tanpa henti dengan cara berpacaran dengan perempuan lain. Semenjak kejadian itu, setiap pagi aku menepuk dada berulang kali, rasanya sesak di sini. Mencubit lenganku sendiri, aku ingin bangun sekali lagi. Aku masih berharap ini hanyalah mimpi, karena kehilangannya masih semenyedihkan ini.
Segala inginku saat ini tak lagi bisa berkutik. Surya telah dimiliki perempuan lain. Sementara aku masih dengan rasa yang sama pada dirinya. Bagaimana pun hatiku berontak mulutku akan tetap bungkam. Aku tak ingin menjadi perempuan murahan yang merebut hak orang lain. Kurasakan mataku sudah lelah untuk bernostalgia di dini hari ini. Aku pun beranjak tidur agar besok pagi bangun dengan keadaan tubuh segar, walaupun pada kenyataannya memang tidak mungkin.
Pagi harinya aku terbangun oleh suara bising yang ditimbulkan dari depan rumah. Kulihat dari jendela kamar, sepertinya aku akan punya tetangga baru. Aku keluar kamar dan pergi ke dapur untuk sarapan. Di sana sudah ada orang tuaku serta adikku. "Baru bangun, kak?" Ucap ayahku sambil melahap nasi goreng yang ada di hadapannya. Aku mengangguk dan duduk di sebelah adikku. "Itu di depan, tetangga baru?" Ucapku sembari mengambil secentong nasi goreng lalu duduk kembali. Mereka semua mengangguk dan fokus makan. “Kenalan sana, cakepnya jangan ditanya dah". Adikku seolah membuat gosip di tengah makan pagi ini. Ibuku memukulnya, "Cepetan abiskan makanannya."
Setelah sarapan aku berniat jalan pagi di sekitar rumahku, tapi sepertinya itu hanyalah niat belaka. Aku malah makan bakso di taman. Sepertinya butuh tenaga ekstra untuk tetap hidup senang. Kumakan setiap butir bakso yang disuguhkan penjual dalam mangkukku, sambil melihat pasangan yang kubenci. Ya, aku tak sengaja melihat Surya dengan pacarnya. Saat mangkuk baksoku sudah tinggal kuahnya, aku segera membayarnya dan meninggalkan taman itu. Karena bergegas pergi, kakiku tersandung bangku taman. "Aduh hati-hati dong!" Ucap seorang lelaki. Aku tak menghiraukannya, bibirku merintih kesakitan karena lecet di kakiku. Tiba-tiba sepasang kekasih yang kuhindari tadi datang. "Bintang? Kamu ga apa-apa?" Aku diam. Hatiku yang seharusnya kau tanya kenapa! "Ga apa-apa om, dia cuman lecet." Ucap lelaki tadi. Aku masih saja bungkam. "Kamu siapa?" Ucap surya. Belum sempat kujawab, lelaki itu berkata lagi, "Saya pacarnya Bintang." Surya menatapku, "Oh, ya udah kita pergi dulu ya." Surya pun pergi dengan kekasihnya meninggalkan aku dengan lelaki itu berdua. Aku memaki lelaki itu karena sudah berbicara seenak jidatnya. Aku tak pernah melihatnya, sepertinya dia orang yang baru saja pindah di depan rumahku.
"Oh.. Kamu orang pindahan itu ya? Baru pindah aja tingkat PD-nya ngelebihin dewa!! Ngaku-ngaku pacar saya lagi." Caci diriku. "Pacar kamu? Nama pacar saya memang Bintang kok. Apa jangan-jangan namamu.. Bintang?" Aku terdiam. Malu rasanya, ternyata yang PD tingkat dewa itu aku. "Kok diem mbak? Berarti bener, ya?" Lelaki itu tertawa. "Bohong kok mba, jangan merah gitu mukanya, hahaha." Ia menyodorkan tanganya. Aku pun menerimanya lalu bangun dari dudukku. Sial aku dikerjain. "Terima kasih." Ucapku sembari membersihkan bokongku dari debu. "Bulan." Ia memperkenalkan diri. "Kamu Bintang kan?" Ucapnya lagi sebelum aku memperkenalkan diri. Aku pun mengangguk. Kami pun memutuskan untuk pulang bersama karena memang rumah kami hanya dipisahkan dengan jalan setapak.
Setelah sampai rumah aku langsung pergi ke kamarku. Menenangkan luka yang masih menganga namun ia sengaja menaburi garam di atasnya. Perih. Perlahan air mataku mengaliri pipiku.
Tanggal 2 ini di tahun ketiga ini, entah apa lagi yang harus aku katakan. Tapi, terima kasih atas segala bahagia yang pernah kamu berikan, Surya. Dan maaf atas segala kekecewakan yang sering aku lakukan. Mungkin benar, aku memang tak pantas. Tak pantas dalam hal apa pun yang berurusan denganmu. Aku tahu kamu tertekan dan ingin terbang bebas. Pergilah, aku akan coba mengikhlaskanmu. Bahagialah dengan perempuan yang kamu inginkan. Namun, jangan lupa doakan aku yang sampai sekarang masih berjuang untuk merelakanmu. Percayalah, jatuh cinta paling menyenangkan seumur hidupku adalah kamu. Iyaa aku pernah sebahagia itu karena kamu. Semoga kamu pun bahagia bersamanya, ya.
Kututup buku harianku. Kusapu air mataku sekali lagi. Kuhembuskan nafas panjang beberapa kali untuk menenangkan sesakku. Kutarik kedua ujung bibirku keatas dan mencoba untuk senyum meyakinkan diriku bisa melewati hari-hari ini. Aku mengambil gitar dan memainkannya untuk menghibur hatiku.
Ketika dia yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa dalamnya terluka hati
Dan bagaimanakah kuharus meyakinkan diriku
Saat kudengar suaramu ku tak mampu pergi
Ku tak mampu pergi

"Widiiihhhh.... Bisa main gitar juga rupanya." Suara itu terdengar dari luar jendela kamarku. Aku beranjak ke tempat itu lalu kubuka gorden dan jendelanya. Terdapat seorang lelaki yang tadi pagi kutemui di taman. "Bulan? Kamu mengintip dari tadi?" Tanyanya. "Tidak juga. Aku ke sini karena mendengar suara gitar". Ia masuk ke rumahku lewat depan rumah. Sepertinya ia sedang bersalaman juga bercengkrama dengan ibuku. Aku pun tertawa entah mengapa. Sampai akhirnya Bulan berhasil masuk ke kamarku.
"Boleh kupinjam gitarmu?" Ucapnya. Aku pun mengangguk dan memberikannya. Kami duduk di lantai kamarku dengan dialasi karpet merah. Ia memainkan beberapa lagu yang aku pun tahu. "Cover lagu yuk?" Bulan pun mengambil handphone dari sakunya. Aku sempat menolak tapi ia terus memaksa. Akhirnya kami pun menyanyikan satu lagu untuk diunggah ke instagram.
Karamnya cinta ini
Tenggelamkanku di duka yang terdalam
Hampa hati terasa
Kau tinggalkanku meski ku tak rela
Salahkah diriku hingga saat ini
Kumasih mengharap kau tuk kembali

Mungkin suatu saat nanti
Kau temukan bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau tak kembali
Kenanglah aku sepanjang hidupmu

Aku cepat-cepat membelakangi kamera dan menghapus tetesan air mataku yang tak sengaja keluar. Ahh.. Mengapa saat ada Bulan sih. Sementara Bulan sedari tadi memerhatikanku setelah mematikan rekaman video di handphone-nya. "Emosional banget, ada masalah ya mba?" Tanyanya mencoba bertanya. Aku bungkam dan menutup mukaku dengan kedua tanganku. "Atau jangan-jangan yang tadi di taman itu mantannya ya?" Tepat sasaran. Ucapan itu kembali mengingatkanku atas semua luka yang sedang kualami. Aku menangis sejadi-jadinya tanpa menghiraukan Bulan. Aku ingin lepas dari ikatan ini.
"Kau tak sendiri." Ucap Bulan sambil memelukku dari belakang. "Kau hanya perlu melihat dunia luar. Sang Bintang seharusnya tidak bersama dengan Surya. Surya tak mampu pergi ke malam hari. Dan sekuat apa pun kau pergi ke pagi hari, ujung-ujungnya kau yang akan sangat terluka." Dia melepas pelukannya lalu kami saling bertatap muka. "Kamu mana tahu segala tentangku dengan dia! Jangan sok peduli, sebab kau dengan Surya sama-sama lelaki. Kalian mana tahu isi hati perempuan!! Pergi!!!" Aku mendorongnya pergi keluar kamar lalu membantingkan pintu sekeras-kerasnya. Menutup jendela dan mematikan lampu kamar lalu pergi tidur.
Keesokan harinya aku merasa badanku menggigil, nafasku sesak, kepalaku pusing, pandanganku buram. Untungnya ibu langsung ke kamarku saat menyadari aku tak keluar kamar sejak kemarin. Dengan nada panik ibu memanggil ayah lalu mereka membawaku ke rumah sakit. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi, semuanya gelap.
"Alhamdulillah, Bintang... Dokter…..!" Samar-samar aku mendengar teriakan ibuku yang semakin lama tak terdengar. Kepalaku terasa penat saat aku mencoba membuka mata dan memfokuskannya agar tak terlihat buram. Perutku terasa sakit dan aku merasa mual. Kulihat langit-langit ruangan serba putih, mungkin aku masih di rumah sakit. Tak lama muncul banyak orang dalam ruanganku. Dokter sepertinya mulai memeriksaku, ia arahkan senternya ke mataku, meneriksa denyut nadiku. Setelah itu beliau berbicara dengan ibuku. Lalu dokter itu keluar ruangan menyisakan aku dan orang-orang yang mengelilingiku
Kupandangi satu-persatu yang ada di ruangan ini. Terlihat ibu, ayah, adikku dan Bulan. Mereka semua tersenyum dan ibu menangis haru. Aku bertanya kepada semuanya ternyata aku baru saja bangun dari komaku setelah menjalani transpalasi hati. Aku memang punya penyakit hati tapi tak kusangka akan sampai gagal hati.
Beberapa hari aku dirawat di rumah sakit dengan Bulan yang selalu menjagaku. Lantaran ayah dan ibuku sibuk bekerja, adikku pun harus sekolah. Namun saat larut malam mereka bergantian menginap di rumah sakit dan jaga rumah.
"Bintang, makan ya. Jangan lupa obatnya diminum!" Ucap suster yang mengantarkan makanan. "Iyaa sus, saya jamin ini bakal habis sama Bintang." Ucap Bulan meyakinkan suster. Suster itu mengangguk yakin lalu mengganti infusanku. "Cepet sumbuh ya, Bintang." Ucap suster itu lalu pergi.
"Kau saja yang makan ya." pintaku pada Bulan. Aku lagi-lagi tak nafsu makan. Pikiranku terombang-ambing lantaran Surya tak pernah menjengukku. Sudah berapa minggu aku dirawat di sini tapi batang hidungnya sama sekali tak terlihat. Apa dia benar-benar sudah melupakan aku?
"Makanlah tiga suap saja, sisanya biar aku yang habiskan." Ucap Bulan. Aku pun menuruti perintahnya. Ya, setiap hari memang selalu begini. Untung saja Bulan mengerti keadaanku.
"Permisi." ucap seseorang beriringan dengan suara pintu terbuka. Sepertinya aku kenal dengan orang itu. "Em.. Aku Mega. Kita pernah bertemu di taman komplek beberapa minggu yang lalu." Ucapnya. Oh.. Ternyata kekasih Surya. "Boleh kita bicara sebentar?" Aku menatap Bulan dan memberikan isyarat agar meninggalkan kami berdua. "Baiklah!” Bulan pun pergi menyimpan mangkuk, lalu pergi ke kantin.
"Ada apa?" Tanyaku pada Mega. Ia pun memberikan amplop berwarna merah jambu, "Bacalah." Kubuka amplop itu dan terlihat empat lembar foto. Kulihat satu-persatu foto itu ternyata foto aku dan Surya. Ada yang sedang makan ketoprak, lari pagi, sampai foto Surya yang mencubit pipiku dengan gemas. Sebenarnya aku tak suka jika pipiku dicubit tapi entah mengapa jika Surya yang melakukannya aku merasa senang. Dan satu lagi foto aku yang sedang terbaring di ruangan ini ditemani Surya, ia terlihat seperti menangis.
"Surya, benar menjenguk saat aku tak sadar?" Mega hanya mengangguk dan menyuruhku baca terlebih dahulu isi amplop ini. Kulihat ke dalam amplop ternyata masih tersisa secarik kertas berwarna biru laut.
Dear Bintang,
Hai perempuanku. Yang selalu aku rindukan semenjak pertemuan kita diawal SMA. Perempuan cuek tapi cemburuan. Yang selalu diam setelah aku menceritakan kisahku dengan perempuan lain selain kau. Yang manja dan menginginkan aku untuk terus di sampingmu, saat kau sakit. Jujur, sayang aku tak menyangka kamu terkena penyakit hati. Aku pun tak kuasa melihat seluruh badan kau menguning, apalagi sampai kau mual dan muntah. Dan terkadang aku kesal saat kau tak mau meminum obat. Kau bilang, "obat hanyalah untuk orang-orang yang lemah." Lalu kujawab, "ya, orang yang lemah karena sakit. Kau sakit karena kau lemah!" Kau pun terdiam lalu menurutiku untuk meminum obatnya. Haha.. meski aku berkata begitu percayalah Bintang, kau adalah perempuan terkuat yang kukenal setelah ibuku. Jadi harus minum obat ya walaupun tak ada aku yang memaksamu lagi.
Bintang, janji padaku untuk tetap menjalani hidup dengan bahagia setelah membaca ini ya. Aku akan berkata jujur bahwa ketika kau sakit aku pun sakit. Namun sakit ini tak kurasa karena aku ingin melihat kau sembuh terlebih dahulu. Aku terkena penyakit kanker yang sudah memasuki stadium 3. Ingatkah kau saat aku ingin berpisah denganmu? Sebenarnya aku ingin menjalani terapi dan sampai sejauh itu tak berhasil. Akhirnya aku membuat rencana agar kau membenciku dengan berpacaran dengan Mega. Bintang, jangan benci pada Mega, ia tak bersalah, aku yang menyuruhnya.
Oh iya, kupikir Bulan itu pacarmu ternyata bukan. Aku sudah menghubunginya dan menyuruh dia agar menjagamu. Aku akan senang jika kau menuruti perintahnya. Ahh.. Dan satu lagi, jaga hatiku yang sekarang berada di tubuhmu ya. Kuberikan itu sebagai bukti cintaku padamu. Terima kasih atas segala pengorbanan yang telah kau berikan, perempuanku.
Lelakimu, Surya.

Tetesan air yang keluar dari mataku semakin deras saat kubaca akhir kalimat dalam surat itu. "I.. ini tipuankan? Ini bohong? Bilang kalau ini tipuan, Mega!" Aku tak kuasa menahan tangisku sedari tadi. Mega memelukku, aku pun terlarut dalam peluknya. "Sudah Bintang." Mega menenangkanku, melepas pelukannya lalu menghapus air mataku. Sementara air mataku masih terus mengalir. Hatiku beronta tak percaya. Pikiranku sudah diambang batas.

"Happy Birthday Bintang!!!" Teriak semua yang masuk ruang inapku dengan membawa kue tar. Ada ibu, ayah, adikku dan juga Bulan. Termasuk Surya? "Kejutan!!" Ucap Surya. "Jadi selama ini kamu menipu?" Tanyaku. Ia mengangguk seraya berkata, "Aku mana mungkin hidup tanpa kamu."
"Kita putus!"

Share this article :

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Agen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.COM
    minimal depo dan wd cuma 20 ribu
    dengan 1 userid sudah bisa bermain 8 games
    pin BB : D_8_E_B_A_A_7_C

    BalasHapus

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi