Karya Idah Faridah
UIN Jakarta 2019
Di suatu sekolah yang berada di kabupaten Kuningan, ada seorang
anak laki-laki yang bernama Haikal,
hidup
dalam keluarga yang sederhana. Dia pantang menyerah untuk
mencapai kesuksesan. Berkat orang tuanya yang selalu men-suport
dan mendoakannya, dia selalu bersemangat dalam
berihtiar. Awal masuk di kelas 1 MAN
2 Kuningan, dia memilih jurusan science departemen. Tetapi dia merasa takut jika
dia tetap mengambil jurusan itu, maka dia
memutuskan untuk pindah ke social
departemen. Di
kelas X dia mendapat peringkat 10 besar bahkan semester 2 juga. Naik ke kelas 2
dia mulai mengenal artinya cinta tetapi cinta monyet (Wow cinta monyet).
Dia
dengan pacaranya menjalani hubungan selama kurang lebih 1 bulan. Sebenarnya dia
tidak tahu apa itu Cinta? Apa itu pacaran? Dan ternyata ketika dia menjalani
pacaran dia merasakan ketidaknyamanan, banyak yang dilarang dan akhirnya dia
memutuskan untuk jomlo bahasa kerennya "single". Dia merasakan
kenyamanan dan kebebasan ketika single.
Di
kelas 2 dia mendapatkan peringkat 4, itulah sesuatu yang sangat dibanggakan
bagi dia. Dia tidak menyangka bahwa dia itu mendapatkan peringkat 4 karena dia
tidak suka belajar hanya mengandalkan materi yang diajarkan oleh guru
saja. Dia menyadari bahwa
sesuatu bisa didapatkan
bukan hanya karena usaha, tapi juga berkat doa dari orang tua dan dirinya
sendiri. Namun di kelas
3 prestasinya menurun
karena terbawa arus
pergaulan seperti: sering
bolos, nongkrong, merokok,
dan yang sangat memprihatinkan yaitu jarang berdoa. Dia bandel bukan hanya karena
pergaulan akan tetapi juga
akibat dari masalah yang dialaminya. Karena keluarganya
mengalami krisis ekonomi, maka biaya sekolahnya terhambat. Dia juga
ragu untuk melanjutkan belajarnya ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus
sekolah karena faktor krisis tersebut.
Ujian
sekolah dan ujian nasional sudah di
depan
mata dia pun harus giat belajar untuk menghadapi ujian tersebut, sampai akhirnya dia lulus, akan tetapi dia mempunyai tunggakan yang
sangat besar. Sebelumnya dia merencanakan untuk melanjuti kuliah dan orang tuanya menyetujui, akan tetapi karena tidak mau merepotkan
orang tuanya. maka dia memutuskan untuk bekerja demi membantu
orang tuanya. Dia bekerja dengan tujuan untuk melunasi biaya tunggakannya selama sekolah dan juga menabung untuk biaya kuliah.
Singkat cerita dia memutuskan untuk bekerja
di Jakarta dan mendapatkan kerja di FC.
Hari
demi hari hari terlewati, dia berubah status yang sebelumnya pelajar menjadi pekerja. Banyak hal yang dialami pada saat kerja dari mulai dia
dimarahi oleh pelanggan, atasan karena
melakukan kesalahan yang tidak sengaja. Namun itu semua dia lewati tanpa ada
kata putus asa, karena dia menyadari bahwa dalam menuju kesuksesan itu tidak
semudah yang dibayangkan melainkan harus rela melakukan banyak pengorbanan, seperti korban perasaan, jauh
dari orang tua, pedih, dan banyak
lagi yang harus dialami dalam menuju
kesuksesan.
Namaku Dinda. Suatu hari ketika matahari
memancarkan cerahnya menyinari dunia bagaikan menyinari
hatiku (du du du), pada
saat itu aku pergi ke toko FC untuk menge-print sebuah license sheet. Aku pun
bergegas menghadap komputer, jari-jariku menari-nari di atas keyboard dan
tidak lama tugasku selesai. Aku melakukan registrasi pembayaran dan ternyata
yang melayaniku dalah seorang
laki-laki.
"Nih udah print-nya,
berapa bayarnya?"Aku memberikan hasil print-nya kepada dia. Dia melihat dan membaca
lembaran kerjaku. "Can you speak English?" Tanya dia kepadaku. Aku
merasa terkejut mendengar pertanyaannya dengan bahasa Inggris karena sebagian besar cowok biasanya malas untuk mempelajari
bahasa inggris. "Yes, I can speak
English".
Jawabku dengan tersenyum.
"How can you speak English? Do you take English
course?" Tanyaku.
"Yes, I can little speak English. I
don't take English course but I learn English by autodidact". Jawab dia dengan
tersenyum. Wow….. keren cowok ini, udah mah cakep bisa bahasa inggris lagi. Ucapku dalam hati
dengan muka tersenyum dan malu karena dia melihat wajahku. "Oh I see. That is good, you can speak
English by autodidact" jawabku. "How about you, do you take english course?" Dia kembali bertanya. "Yes, I take English course at Dins'e because
school provides students to learn english in order that they are able to speak
english".
Jawabku. Dia hanya tersenyum karena dia tidak tahu harus
berbicara apa lagi. "Aku pulang duluan yah?" Aku pamit. "Iya, be careful and see you". Jawab Haikal sambil melambaikan tangannya. "Yes, see you". Jawabku.
Apakah
ini hanya mimpi? Tanyaku
dalam hati. Bertemu
dengan seorang cowok yang bisa berbicara bahasa inggris, dan aku merasa kagum kepadanya. Rasanya ingin sekali bisa dekat
untuk jadi partner atau lebih dari partner (aduhhh mimpi kali ingin lebih dari
partner). Pikiranku selalu tertuju kepadanya,
karena dia membuatku penasaran dan
selalu ingin lebih dekat
dengan dia. Apakah dia mempunyai perasaan yang sama seperti aku? Apakah dia
memikirkan aku?" Pertanyaan-pertanyaan yang konyol selalu muncul dalam pikiranku."Aduhh". Aku menepuk jidat.
"Kenapa harus memikirkan dia….
kan baru bertemu, aku kan tidak tahu namanya". Ucapku spontan.
Hari
demi hari kulewati dan
kujalani, aktivitas-aktivitas seperti biasa. Sebelum aku mengenal
Haikal, aku telah menjalani
hubungan dengan cowok lain sekitar 3 tahun. Saat itu dia memutuskan untuk fokus
belajar dan membahagiakan orang tua. Sejak itu kita jarang berkomunikasi bahkan
bertemu pun tidak pernah, kecuali ketika ada perkumpulan dengan group RAKA. Dia
berubah sikap terhadapku seperti mulai dari jarang chattingan, cuek, jutek, bahkan ketika bertemu
dalam perkumpulan seperti orang yang bermusuhan tidak ada sepatah kata pun dari
mulutnya untuk berbicara kepadaku. Entahlah mengapa dia seperti itu.
Tapi anehnya dia bisa ngobrol, bercandaan dan tersenyum happy dengan temanku sendiri tapi dengan aku sama sekali tidak. Dalam situasi dan kondisi seperti itu aku hanya bisa
tersenyum berpura-pura tegar,dan sabar, padahal hatiku
menangis. Wkwk, eh boong deh.
Seiring dengan berjalannya waktu
aku mulai terbiasa dengan sikap dia yang seperti itu, bahkan dia sempat
mengirim pesan "kita udah ngga ada apa-apa lagi". Duuhhh ngebacanya juga nyess ke mata, eh ke hati maksudnya, wkwk. Dari situlah aku mulai menerima
keputusan dia karena sebelumnya aku sudah
terbiasa sendiri,
dan ternyata sendiri itu happy dan
nyaman banget deh tapi terkadang butuh seseorang. "Seseorang?? Katakan no deh.
Masih ada orang tua yang selalu buat aku tersenyum bahagia dan
selalu memotivasi aku".
Ucapku dalam hati. Sekarang
aku selalu berpikir bahwa Allah Swt. akan memberikan yang terbaik untuk
hambanya. Dan akan berharap dipertemukan
lagi dengan orang yang lebih baik.
Aamiin.
Suatu hari, setelah pulang sekolah ada
sesuatu yang aku harus beli karena guruku memberikan tugas ke kelasku. Aku pun
pergi ke FC untuk membeli barang tersebut dan ternyata ketika aku sampai di
tempat tersebut ada cowok yang waktu itu ngelayanin
aku. Di situlah
entah mengapa aku merasa malu dan jadi salting karena dia selalu melihatku. Bukan berarti aku ke-GR-an tapi memang dia
melihatku dengan tatapan tajam setajam pisau.
Lebay
amat yah setajam pisau, wkwk.
"Mau
beli apa?" Tanya
dia dengan tersenyum. "Owh iyaa, nama kamu siapa? Sekolah di SMA Bina
Bangsa yaa, kelas berapa?" Tanya
dia. Ini orang kayak wartawan tanya-tanya aku.
Ucapku dalam hati. "Mau beli something nih. Nama aku Dinda. Iya aku sekolah di SMA Bina
Bangsa liat geh seragamku dan sekarang aku kelas 3". Jawabku dengan
santai.
"Nama
kamu siapa? Sekolah di SMA 2 yaa?" Aku balik bertanya. "Haikal Diafriq.
Yeee aku sekolah di MAN Kuningan". Jawabnya. "Aihh serius.... dikira sekolah di SMA 2".
Aku heran. "Aku udah lulus
tahun ini". Jawabnya lagi. "Ko mukanya
kayak seangkatan sama aku".
Kataku heran. "Owh iya dong, ganteng kan?" Haikal memuji diri. "Duuh
PD amat, ngalem dewek. Iya ganteng, tapi ngga sih biasa aja". Kataku dalam hati. "Yaa
udah, aku tuh mau beli something".
Dia
melayaniku dengan ramah dan selalu tersenyum dan itu tuh membuat aku jadi ngga PD sekali. "Heyy nanti sering-sering ke sini yaa, biar aku bisa
belajar berbicara bahasa inggris sama kamu". Haikal tersenyum. "What??
Ke sinih?? Iya kali aku disuruh sering-sering kesinih,
dududu". "Why not?? Yaa gpp
kesinih tiap hari juga tidak
masalah". Pintanya. "What…
tiap
hari?? Tanyaku. Yaa ngga tiap hari juga keles. Jawabnya.
“Iya iya deh, nanti kalo
ada something yang harus dibeli nanti
aku ke sinih". Jawabku. "Yeee,
ya udah nantinya ke sinih jangan sampe
ngga yaa". Pintanya dengan wajah memaksa. "Iya,
in syaa allah nanti aku ke sinih. Ya udah aku mau pulang, makasih ya". Jawabku. "Yaa
udah aku tunggu ya". Timplnya. "Iya
sama-sama". Jawabku. "Hati-hati
di jalan".Jawabnya dengan wajah
tersenyum.
Seminggu
kemudian...
Kudengar
suara yang sama dan memanggilku. Suara itu berasal dari belakangku.
Perlahan-lahan aku berdiri menoleh,
dan
harus memutar seluruh tubuhku agar bisa menatapnya. Aku langsung terkejut
ketika melihatnya sedang berdiri di belakang kursi yang aku duduki. Wajah
gantengnya dengan hidung mancungnya, kening lebar, mata, dan garis-garis
rahang yang sempurna. Wajahnya mulai dihiasi senyuman hangat. Senyum itu
semakin melebar sehingga aku bisa melihat gigi-giginya yang putih dan
kening yang lebar. "Ya...
Tuhan, aku benar-benar mencintai laki-laki satu ini". Ucapku dalam
hati.
Aku
mencoba mengontrol perasaanku, akan tetapi bukannya berhenti, malah semakin menggebu-gebu dalam hatiku. Kini aku merasakan kebahagiaan.
Aku mencoba tersenyum mengekspresikan
kebahagiaan yang
kusembunyikan. Detak jantungku sudah tidak karuan. Aku harus meletakkan
tanganku di dada untuk mencegah agar jantungku tidak loncat keluar dari
tempatnya.
"Ada
yang mau dibantu?" Tanya haikal. "Iya nih, susah banget mau nge-print-nya". Responku. "Ya udah sinih aku
bantu".
Jawab Haikal.
Beberapa
menit kemudian awan mulai menghitam dan langit pun menjatuhkan rintikan hujan.
Keadaanpun semakin dingin. Setelah Haikal membantu aku dan akhirnya kita bercengkerama satu
sama lain baik tentang
ilmu pengetahuan mau
pun tentang ekonomi. Setelah beberapa jam
bertukar cerita hujan
pun
berhenti, langit yang tadinya hitam sekarang berubah menjadi biru.
"Boleh
ngga aku minta nomor kamu?" Tanya Haikal."Buat apaan?"
Aku balik bertanya. "Buat
menjalin silaturahmi".
Jawab Haikal. "Oke deh" Jawabku. Haikal pun langsung
mengetik nomorku. Setalah itu aku langsung pulang.
Hari
demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, waktu pun terus berjalan dan
hingga saat ini aku dan Haikal masih
menjalin silaturahmi dan membuat komitmen untuk tetap bersama. Sebuah pertemuan semenjak dua
tahun lebih sampai saat ini masih terjalin
dengan baik.
Demikian cerita ini dipublikasikan semoga bermanfaat,
dan jika berkenan mohon tinggalkan komentar.
Terima kasih.
Diputus pacar secara pelan-pelan kayanyasakit juga tuh. Tapi sekarang udah terobati.
BalasHapus