Smoke in Glimps
Karya: Muhamad Rizva
Kelas XII IPA 5 Tahun Pelajaran 2018/2019
(1/2)
''Hai
New bagaimana kabarmu ?''
Kebanyakan
dari mereka menyebutku new atau
bahkan semuanya, ya semua kawanku. Nama asliku Jenova Brokenglass, nama yang
aneh tidak ada sangkut pautnya dengan panggilanku mereka menyebutku new karna suatu alasan.
New dalam
bahasa Inggris berarti baru tetapi apanya yang baru ?. Hidupku masih sama yaitu
seorang murid kelas 2 SMA yang kacau. Setiap tahun semua temanku selalu
berharap menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya dan sama seperti omong kosong
yang mereka torehkan di secarik kertas bertuliskan new year new me yang kasarnya berarti “tahun baru aku yang baru”
dengan daftar yang harus mereka lakukan begitu amat panjang dan terisi berbagai
kegiatan atau hal-hal positif lainnya. Oh ya.. aku tidak melarang itu hanya
saja mereka kujamin tidak sampai melakukan itu hingga lebih dari sebulan. Aku
tidak punya harapan konyol macam itu, menyedihkan.
Dan
ketika pikiran itu terucap di media sosial berita itu merambat hingga ke
penjuru sekolah. Sontak semua teman tertawa dan memanggilku “New” dan sialnya aku mendapat julukan
baru “Si Pembaharu”. Uh! Aku tidak peduli, yang kutahu tahun ini seharusnya menjadi
masa sekolah yang lebih berwarn' dari tahun sebelumnya ketika aku kelas 1 atau
ketika aku masih duduk di bangku SMP. Itu saja sudah sulit. Mengulangi
kesalahan yang sama tanpa memperbaikinya, itulah diriku.
**************
Bel
pulang telah berbunyi aku dan kawan-kawan segera menaiki tangga atas untuk
sampai ke tempat tertinggi di sekolah. Melihat pemandangan sembari menghisap
perbatang rokok aku rasa itu cukup menyenangkan untuk dilakukan di sini. Pemandangan
yang kumaksud adalah wanita yang mencuri perhatianku. Seleraku tidak murahan
aku lebih menyukai wanita yang anggun, manis senyumnya, dan berambut panjang tapi
tidak terlalu mencolok, ah tidak, bukan! Pokoknya seleraku seperti dia.. Iya
wanita itu Rinai Nafi Kusniwardani.
Di atas sini, aku selalu
menunjuk ia setiap harinya berharap
kelak Cupid akan mengarahkan panah tepat ke hatinya.
Bel
istirahat 2 telah berbunyi dengan nadanya yang sungguh kencang tetapi berbeda
dengan hati ini yang semakin sayu. Ini kali ke-7 aku menyapanya sejak pagi
tadi. Bukan disapa kembali, tapi tatapan dingin yang selalu kuterima setiap
kali aku menyapanya. Kadang aku berpikir untuk membuat papan reklame yang luar
biasa besarnya di depan pagar sekolah betuliskan “Hai Rinai apa kabarnya?” Tidak
lupa kutambahkan dengan: new agar ia
melihat siapa diriku. Haruskah ?. Tentunya itu bodoh dan tidak masuk akal.
Dari
mulai buku hingga website dari Kata perkata sudah kubaca tentang bagaimana cara
memikat wanita yang benar dari volume 1 hingga volume akhir yang bahkan tiada
akhirnya karna sudah puluhan buku yang kubaca dengan penerbit yang berbeda. Semuanya
sudah kubaca. Dilakukan pun sudah. Ada hasil ? Tidak.
Inspirasi
datang dari sebuah kata pujangga tua di situ tertulis “kejarlah cintamu rasakan
hatinya, turuti perintahnya maka ia milikmu”. Memang konyol tapi.. layaknya
petir di sore hari kebetulan ia pulang terakhir karna piket aku hapal betul
jadwalnya jadi aku bergegas mengambil pena dan secarik kertas dengan cepat
menuju kelasnya dan langsung bertanya sembari tangan kananku menyiapkan hal apa
saja yang perlu kutulis, di depan muka yang terlihat lusuh dan terheran-heran
seperti melihat jijik kepadaku. Aku berkata “akan lakukan apapun asal sikapmu
tidak membeku dan jadilah pacarku, akan kulakukan apapun”. Aku merasa hina
lebih dari biasanya, tapi peduli apa inilah saatnya kutunjukan warna dalam
perubahanku. Ia menjawab tanpa basa basi dan seperti orang yang sudah terbiasa
menjawab panah asmara pria lain ia berkata. “Jawabanku sangat sederhana tunggu
saja esok sepulang sekolah, tapi yang pertama kau terlalu kuno dan ketinggalan zaman,
ubahlah semuanya terlebih dahulu baru kita bisa berbicara kembali. Bolehkah aku
pulang sekarang. Glass ? '
(2/2)
Aku merasa asing dengan panggilan itu tapi pipiku
merah merona menandakan aku bahagia hingga tak terasa telah mengucur deras
keringat di sekitar dahi hingga jatuh membasahi bajuiku. Aku gugup. Tidak aku
bahagia. Ah inikah cinta ? Jujur aku masih penasaran mengenai apa yang akan ia
sampaikan sampai-sampai aku tak bisa tidur semalaman.
Hari
esok pun tiba,hari yang telah kunanti-nanti akankah seperti yang kuharapkan
atau sebaliknya? Perasaan harap-harap cemas bagai daun yang ingin mekar tetapi
belum saatnya seperti itulah keadaanku. Bel pulang berbunyi walaupun harus
menunggu 1 jam. Diluar dugaan ia menepati janjinya. Sambil berlari dengan nafas
terengah-engah ia berkata. “Uh.. maaf aku barusan ada janji dengan guru
kesenian, kau tidak apa-apa menunggu kan ?” Sambil mengatur nafas “Aaah tidak
kok”. Aku kembali gugup. Sial kenapa aku gugup lagi, ini bukan kali pertama
kan. Gumamku dalam hati sembari mengeryitkan dahi. “Kau.. “tidak marah kan?” Tanyanya.
“Ah tidak, kita lebih baik pindah tempat, aku ada cafe di dekat sini kok kau
mau ikut tak?” Ajaknya. “Boleh”.
Lebih
dari 30 menit hanya ada keheningan yang menyapu ruangan di bilik tempat duduk
kami berdua, membuat kopi yang sudah kami pesan menjadi dingin layaknya
percakapan ini. 5 menit berselang Rinai membuka percakapan. “Jadi.. kau masih
suka merokok di atas atap sekolah?” Tanyanya sambil menyeruput kopinya dengan
pelan.
“Hah, kok kamu tahu! Emm.. jangan dibocorkan ke
pihak guru yah, okay ?' Aku menahan malu pipiku kembali merah kali ini mukaku sangat
semrawut sekali. Sial, wanita yang kusuka dia mengetahui aibku, rasanya ingin
terjun bebas setinggi-tingginya dari pesawat. “Aku memperhatikanmu tahu”. Ia menarik senyum kecil
di pipinya.
“Kalau kau mau memberhentikan
asap itu selama-lamanya dan mengatahui bahaya rokok, aku mau ko jadi pacarmu, haha”.
Aku belum yakin dengan perkataannya. “Kau tidak sedang bercanda kan Ri..nai ?” Mataku
melebar setengah tidak percaya. “Tidak.
Kuberi waktu sebulan jika aku lihat ada perkembangan kita bisa bicara. ngomong-ngomong
aku mempunyai janji dengan temanku aku pergi dulu ya, sampai jumpa jagoan. Semangat
untuk lepas ya, kau bisa kok”. Ia mengedipkan matanya sembari senyum di
depanku. Kurasa aku akan masuk rumah sakit, karna terkena diabetes. senyumnya
manis bukan main.
Selama
satu bulan banyak hal yang terjadi dan setiap 2 atau 3 hari sekali aku selalu
terpergok sedang merokok diam-diam entah itu di tempat umum atau pun di
sekolah.aku tentunya tidak bisa merokok di rumah karna baunya selalu menempel
di mana-mana.rasa cinta memang besar tapi lebih besar rasa kecanduan. Mulai
dari dilempar bungkus rokok hingga selalu menjagaku dari rokok telah Rinai lakukan
tapi semuanya sia-sia. Aku rasa aku gagal.
‘Glass,
kau gagal okay. Maaf tapi kita tidak bisa bersama”. Rinai menghela nafas. “Tapi
apa yang sudah kita lakukan sebulan ini berjalan bersama dan semuanya aku rasa
kita memiliki kecocokan satu sama lain”. Aku merasa putus asa “Aku pergi, Glass!”
Dia pamit, seakan mau meninggalkanku untuk selama-lamanya. “Maafkan aku Rinai”.
She's got the dance floor hella lit. Then
She steps out for a cigarette
And, I've been prayin' all night
Like God- she gives life to my world with a "Can
I get a light?"
Ignite a match
She leans in to catch it
We're, the only spark in the dark like a chandelier
With no ceiling but the sky
As the smoke from her lips bleeds into the atmosphere
No ashes here, no dust
This moment is forever
Even though each puff will take us further from
together
She'll have, me until the very last drag
Come to think of it, love is like a cigarette
Burning at the tip of it, but quick to burn out
Like a cigarette, it may get you sick
But you'll never get sick of it
So light one up now
Tiba-tiba
mulutku mengucapkan kalimat yang telah kusiapkan selama sebulan tersebut ke
dalam bahasa inggris “Merokok akan membuatmu sakit tapi kamu tidak akan sakit karnanya”.
Rinai kaulah candu ku''. Rinai tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku
tersebut. “Rinai mau kah kau menjadi kekasihku?' Ia pun tersenyum lebar sembari
mengenggam tanganku. Dari senyumannya aku sudah mengetahui jawaban apa yang
akan ia berikan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWadduh komentarnya dihapus, maaf baru kebuka
BalasHapus