Amplop Putih
Karya: Cici Erdayani
Kelas
XII MIPA 5 Tahun Pelajaran 2018/2019
Namaku Cinta, lahir di Lampung, 15 April 2001. Saat ini aku berusia 17
tahun, dan bersekolah di salah satu SMA di Jakarta. Aku mempunyai beberapa hobi
yaitu swimming, reading a book, and listening to the music.
Matahari pagi
ini sangat cerah, aku berangkat kesekolah sangat pagi. Karena aku takut
terlambat mengikuti upacara. Dan aku malas menerima hukuman yang biasa
diberikan oleh pembina OSIS.
"Pagi
Cintaku." Aku terkejut mendengar suara seseorang yang tiba-tiba berada di sampingku.
Ternyata Sava, sahabatku. "Pagi
juga!" Jawabku sambil tersenyum padanya. Sava orangnya baik, cantik, dan
sedikit bawel. Meski begitu, dia orang yang paling mengerti keadaan hatiku.
Baik dalam keadaan senang ataupun keadaan sedih. Aku dan Sava berjalan menuju
kelas. Tak lama kemudian bel upacara berbunyi. Seluruh siswa segera berkumpul
di lapangan untuk mengikuti upacara.
Surga bagi anak SMA sebenarnya sederhana, setelah panas-panasan upacara
lalu disambut pelajaran Matematika yang luar biasa membosankan-karena gurunya
yang killer, lalu tiba-tiba diberi tahu kalau gurunya tidak masuk
gara-gara alasan mendadak. Alhasil, semua murid yang ada dikelas 10-2 seketika
berteriak girang. Semua beraksi di posisi
masing-masing. Anak cewek berkumpul di kelompok barisan tengah, biasanya itu
kelompok yang suka gosip. Semua hal diceritakan. Sementara anak cowok ada yang
melompat ke daerah paling pojok, benar-benar pojok. Main handphone dan
biasanya menonton pertandingan sepak bola. Seketika berteriak heboh waktu tahu
tim favorit mereka berhasil menjebol gawang lawan. "Wow, mantap! Skor satu
kosong, Man. " Yang lainnya lagi
membalas tak kalah seru. "Iya, gila! Keren coy. "
Aku
melanjutkan membaca novel yang kupinjam dari perpustakaan sekolah, tapi Sava
memang benar-benar tak membiarkanku fokus membaca novel tersebut.
"Cinta. Dengerin gue. Gue mau curhat".
Kata Sava sambil menutup novel yang terbuka di tanganku. "Hmm, mau curhat apaan sih? "
Jawabku menatap matanya. "Tentang
Rian." Lagi-lagi tentang Rian,
pacarnya yang berada di kelas 10-6. "Dia
bilang kalau aku orangnya bawel". Aku tersenyum mendengarnya. Dan bangkit
dari tempat dudukku. "Eh.. Eh.. Mau kemana?" Tanya Sava heran. "Gue
mau ke perpustakaan". Jawabku pergi meninggalkannya.
"Cinta!!! Gue belum selesai cerita!" Teriak
Sava sambil berdiri di depan pintu kelas.
Aku memutuskan pergi keperpustakaan agar bisa fokus membaca novel yang
tinggal dua halaman lagi akan selesai. Dan sesampainya di perpustakaan,
ternyata sangat sepi. Tak ada satupun orang. Beberapa menit kemudian, dua
halaman tersebut selesai kubaca. Lalu aku berkeliling mencari bahan bacaan
lagi. Aku melihat-lihat ke deretan rak tertinggi, dan menemukan sebuah novel
dengan judul yang menarik bagiku. Aku berjinjit, sambil meloncat-loncat supaya
bisa mengambil novel itu. Tiba-tiba ada tangan yang terjulur dari arah belakang
mengambil novel yang mau kuambil. Aku
tersentak kaget. Entah sejak kapan ada seseorang di belakangku. "Ini. " Ujarnya sambil memberikan
novel itu padaku. "Mmm-makasih. " Jawabku singkat. Dia tersenyum menatapku. Pasti dia tahu kalau
aku merasa gugup dan pasti wajahku terlihat sangat tegang. "Aku sering ngeliat kamu di sini. " Katanya.
Aku terdiam sejenak dan menatap matanya yang juga
menatap mataku. Dia melambaiakan tangannya di depan mataku. "Hey! Kenapa
diam?" Aku tersentak. "Eh,
iya?" Jawabku gugup. "Kenapa diam saja dari tadi?" Tanyanya. "Oh,
enggak. Ga pa-pa kok.". Jawabku "Ya sudah, aku duluan ya". Katanya
sambil tertawa kecil dan meninggalkanku.
Aku kembali duduk di kursi yang kutempati tadi dan membaca novel yang
diambilkan oleh seseorang itu. Aku terkejut melihat dia kembali menghampiriku. "Eh, kamu masih di sini?" Tanyaku. "Iya,
di luar sedang hujan. " Jawabnya. "Oh". Aku mengangguk. Kemudian
hening dan hanya terdengar suara rintik hujan.
"Nama
kamu, Cinta, kan? " Tanyanya tiba-tiba.
Aku mengangkat kepala dan memandangnya. "Iya.
Kok kamu tahu? " Tanyaku. "Kamu temannya Sava, pacarnya Rian? "
Tanyanya lagi. "Iya". Jawabku
singkat. "Sava teman SD ku dulu". Aku terdiam sambil memikirkan,
siapa orang yang mengaku sebagai teman Sava sewaktu SD dulu. "Hmm.. Kamu
Algha? Yang suka jailin Sava waktu SD dulu?" Tanyaku dengan ekspresi
penasaran. "Iya, aku Algha. " Jawabnya tersenyum tipis.
Ternyata benar. Dia adalah orang yang pernah diceritakan Sava waktu itu
padaku. Cowok yang selalu cari masalah setiap hari dengan Sava. Namanya,
Muhammad Alghazali Putra.
###
Bel istirahat berbunyi. Aku kembali ke kelas, ternyata Sava ada di kelas.
Duduk sendiri dengan mata yang tertuju pada handphone
di tangannya. "Sava! " Kataku mengejutkannya. "Tumben di kelas aja, ga ke kantin?" Tanyaku. "Iihh,
gue nungguin lo, kampret!"
Jawabnya sambil mendengus kesal. "Oh, nungguin gue ternyata". "Iya.
Emangnya elo yang tega ninggalin gitu aja!" Sava menatapku sinis. "Iya-iya,maaf deh. Tadi gue ninggalin elo
sendiri. Eh, tadi gue ketemu Algha. Teman SD lo itu". Sava menatapku heran
dan seperti tidak mempercayaiku. "Ketemu Algha? " "Iya, tadi di perpustakaan".
"Diakan ga sekolah di sini. Hmm,
atau pindah kali ya ke sini?" Ujar Sava. "Iya, mungkin. "
###
Karena hobiku salah satunya adalah membaca, jadi di rumah aku juga sering
membaca novel. Sebenarnya sudah menjadi rutinitas sebelum tidur. Aku masih
terfokus membaca novel, tiba-tiba ponselku di atas meja bergetar dengan layar
berkedip-kedip, tanganku segera meraih ponsel itu dan menempelkan ditelinga. "Halo,
ini, Cinta?" Suara cowak menyahut di seberang sana. "Iya, ini saya,
Cinta. Siapa ya? " "Ini aku, Algha. " Lalu hening. Tidak ada
jawaban. "Cinta? Masih dengerin
kan? " "I-iya. Dengar kok. " "Aku kira pingsan". Jawab
Algha disusul dengan tawa geli. "Ya udah, save nomorku ya. Algha, ada
H-nya jangan lupa. "
"Iya, nanti gue save". "Sip. Ya udah:
Good night". Sambungan terputus, tidak ada lagi suara Algha yang terdengar
dari balik telpon. Hanya bunyi tut-tut-tut menyahut, aku segera menurunkan
ponsel yang masih menempel ditelingaku.
###
Seperti dugaanku. Semua teman-teman sekelas sudah berkumpul, termasuk
raja ngaret di kelas 10-2 sudah
ada di kelas pagi itu. Bukan karena mereka rajin, namun hari ini ada pelajaran
Bu Siti di jam pertama dan ditambah ada PR Biologi mengerjakan 50 soal di kertas
folio. Sebagai wujud solidaritas salah kaprah khas anak SMA, mereka berencana
untuk mengerjakan secara gotong-royong di sekolah. Beruntungnya, aku sudah
mengerjakan dari jauh-jauh hari. "Cinta,
lo udah ngerjain Biologi?" Sava
mencegatku di depan pintu kelas. "Iya, udah." Jawabku singkat dan
segera duduk dikursiku. "Mana? Coba liat. Gue 10 nomor lagi nih". Aku membuka tas dan mengeluarkan tugas
Biologi ku. Lalu, raja ngaret datang menghampiri mejaku. "Woy!
Pokoknya abis Sava, gue liat punya Cinta". Teriaknya.
Semua orang sibuk. Salah satu keajaiban anak SMA, yang malas bisa berubah
jadi rajin seratus delapan puluh derajat dalam keadaan kepepet. Dan yang
biasanya nulis super lambat bisa kebut mendadak dalam hal menyalin PR teman,
alias nyontek.
"Sava,
ayo ke kantin. Gue laper, belum
sarapan. " Ujarku pada Sava yang masih fokus pada buku Biologi yang sedang
dia salin di atas mejanya. "Iihh, Cinta. Lo sendiri aja dulu ya ke kantinnya.
Liat kan, gue lagi sibuk banget.
Sorry. " Jawabnya sambil menatapku sebentar lalu terfokus lagi pada buku
Biologi. Aku mendengus kesal dan akhirnya aku pergi kekantin sendiri. Apa boleh
buat, karena perutku sangat lapar.
Aku membeli nasi uduk dan teh hangat. Kantin saat itu terlihat sepi,
mungkin karena masih sangat pagi. Aku masih menikmati makananku, tiba-tiba
Algha datang sambil membawa teh hangat dan duduk menghadapku. "Kamu sendiri aja? " Tanyanya. Aku mengangguk, "Tadinya sendiri, sekarang
berdua. Mau makan juga?" Tanyaku. "Hmm, enggak. Kalo disuapin sama
kamu, boleh juga". Jawab Algha asal dan disusul tawa geli.
Sepuluh menit kemudian, makananku telah habis. Dan aku kembali ke kelas
bersama Algha. Untung saja ada Algha yang menemaniku makan tadi, jadi aku tak
terlihat seperti cewek yang benar-benar kesepian. "Eh, Cinta?!"
Teriak Sava yang berdiri di depan pintu kelas saat melihatku bersama Algha.
"Kok lo bareng sama Algha si manusia jail ini sih?" "Iya, tadi
dia nemenin gue makan di kantin". Jawabku. "Ya sudah, duluan ya.
" Ujar Algha sambil tersenyum tipis. "Oh, oke. Makasih. "
###
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Aku yang
terakhir keluar dari kelas karena harus menemani Sava piket. "Udah?" Tanyaku saat melihat Sava
sudah memakai tasnya. "Iya, yuk, pulang". Sava merangkul lenganku,
kemudian kami berdua berjalan menuju gerbang. "Emang kurang ajar banget
yang nggak piket hari ini". Gerutu Sava jengkel. Soalnya di jadwal yang
piket ada lima orang, tapi yang benar-benar piket hari ini hanya dua orang.
Minus tiga orang laki-laki. Selalu ada alasan kalau yang laki-laki disuruh
piket.
Saat tiba di depan pintu gerbang, aku melihat Algha dan Rian duduk diatas
motor seperti sedang menunggu seseorang. "Naahh, itu dia orang yang
ditunggu-tunggu." Seru Rian yang melihat kearahku dan Sava. "Hmm, maaf ya jadi nunggu lama".
Ujar Sava merasa bersalah. "Cinta, gue
pulang bareng sama Rian. Dan lo, pulang bareng sama Algha ya?" Lanjutnya. Aku
tersentak dan kelihatan bingung. "Hmm… Ya. " "Algha! Awas lo
macem-macem!" Kata Sava. "Emang muka
gue tampang-tampang penjahat?" Jawab Algha asal.
"Iya, emang! " Sava memberi tatapan sinis
pada Algha. Seperti biasa, Algha membalas dengan senyum manis di wajahnya.
Lalu, Sava dan Rian pergi meninggalkan kami berdua. "Ayo, Cinta. Mau
pulang ngga?" Tanyanya padaku
yang masih kelihatan bingung. "Oh, iya". Aku duduk di atas motor
ninja berwarna merah itu dan berpegangan pada tas ransel di punggung Algha.
Motor itu melaju dengan cepat.
###
Aku tidak bisa tidur, akhir-akhir ini aku lebih susah memejamkan mata,
padahal aku tipe orang yang setiap kali melihat bantal dan guling serta tempat
yang nyaman, bakalan tidur sepulasnya. Namun, mataku kali ini seolah melawan
tiap kali berusaha terpejam.
Hari demi hari
membuat hubunganku dengan Algha semakin dekat. Dia memberikan warna baru dalam
hidupku. Aku merasa nyaman tiap kali bersamanya. Dia mempunyai cara tersendiri
agar orang yang sedang bersamanya merasa senang. Aku melihat ponsel di tanganku dengan bosan, kemudian mataku berpindah
melitah jam, sudah pukul delapan malam. Tapi tidak ada satu pun pesan dari
Algha atau panggilan masuk. "Gue nih kenapa, sih? " Aku memegang
kepalaku, kemudian bangkit dari kursi meja belajar dan memilih menjatuhkan
badan diatas ranjang.
Sudah tiga puluh menit berlalu. Akhirnya mataku mulai lelah dan aku
memutuskan untuk cepat tidur. Baru saja aku ingin memejamkan mata, tiba-tiba
ponsel ku berdering. Dan ternyata telpon dari Algha. "Halo? " Suara
Algha seketika membuat mataku menjadi jernih kembali.
"Iya, kenapa? Tanyaku "Belum tidur, Cinta? ""Belum".
Entahlah mengapa kujawab seperti itu, padahal tadi aku sudah mengantuk. "Emang lagi ngapain?" Aku terdiam
sejenak berpikir akan menjawab apa. "Hmm, lagi duduk. " Setelah
menjawab, kemudian hening. "Algha? Kenapa diam? " "Aku sedang
bingung, Cinta. " Jawabnya."Kenapa? " "Aku sepertinyaa...
Hmm. " Algha tidak melanjutkan. Suaranya terdengar seperti orang yang
benar-benar sedang bingung. "Ya sudah, tidur saja. Sudah malam". "Oh,
iyaa". "Selamat tidur, Cintaku". Lalu sambungan terputus. Wah,
aku tidak salah dengar kata yang baru saja diucapkan Algha. 'Selamat tidur,
Cintaku'
Sungguh hatiku berbunga-bunga. Dan sepertinya aku
akan mimpi indah malam ini.
###
Bel berbunyi
nyaring dua kali pertanda istirahat. Semua murid di kelas 10-2 meninggalkan
kelas dan pergi ke kantin. Tak ada satu orang pun di kelas, selain aku. Hari
ini Sava tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga, jadi aku malas untuk
pergi ke kantin dan memilih membaca novel saja. Tiba-tiba Algha datang
menghampiriku dan memegang sebuah amplop berwarna putih di tangannya. "Hai,
Cinta. " Ujarnya sambil tersenyum
dan duduk di sampingku. Aku hanya membalas dengan senyuman. Dan fokus
kembali membaca novel. "Ini buat kamu". Kata Algha. "Apa
ini?" Dia memberikan amplop putih itu padaku. Ternyata di dalam amplop
putih itu ada selembar kertas dengan tulisan memakai tinta berwarna merah. Saat
aku ingin membacanya, Algha menarik kertas itu dari tanganku.
"Biar aku saja yang bacakan". Kata Algha
yang terlihat begitu bersemangat. Dia menatap kertas itu beberapa detik, lalu
mengambil nafas dalam-dalam. Entah apa yang terjadi padanya.
“Untuk: Shamaira Cinta Putri Aurellia
Hai, Cinta. Aku akan memberikan sebuah pengakuan.
Bahwa aku: Muhammad Alghazali Putra, telah jatuh hati padamu sejak saat pertama
kita bertemu. Setiap kali melihatmu hatiku merasa bahagia. Maka, aku akan
mengajukan satu pertanyaan dari hatiku. Maukah kamu menjadi pacarku, Cinta?”
Setelah
selesai surat pengakuan itu ia bacakan, dia menatapku sambil tersenyum dan
dengan penuh perasaan. "Bagaimana, Cinta? " Tanyanya. Aku tersenyum
padanya, tak menyangka dia telah memberiku sebuah kejutan yang membuatku merasa
sangat bahagia. Karena akupun merasakan hal yang sama sepertinya maka aku sudah
memiliki jawaban yang jelas. "Iyaa, aku mau". Jawabku dengan
tersenyum bahagia. Algha pun terlihat bahagia dan menarik nafas lega. "Eh,
tapi kamu harus membuat sebuah surat pengakuan juga". Aku tersentak. "Ha? Kan aku udah terima
tawaran untuk jadi pacar kamu. " "Aku tunggu surat pengakuan kamu
besok pagi ya". Algha bangkit dari kursi. "Jangan lupa ya sayang..".
Bisiknya di telingaku.
"Iih, Algha. Ngga usah panggil sayang-sayang, geli tauu". Aku mendengus. Dan dia tertawa sambil menatapku.
###
Matahari telah
digantikan oleh bulan. Sunyinya malam ini, tapi tidak dengan hatiku. Aku duduk
dikursi meja belajar sambil memegang sebuah pulpen di tanganku. Aku sudah siap
menulis surat pengakuaan perasaanku. Tapi kejadian tadi siang, saat Algha
mengutarakan isi hatinya membuatku tak henti senyum-senyum sendiri. Aku melihat
jam, ternyata sudah pukul sembilan malam. Dan aku sudah dua jam duduk di sini
sambil senyum-senyum sendiri tidak jelas. Tiba-tiba ponselku berdering, aku
kira telpon dari Algha. Ternyata bukan. "Halo….." "Halo, Cinta.
Lo udah jadian sama Algha? " Tanya Sava langsung. Aku tidak menjawab. "Kenapa
nelpon malam-malam? Tumben. " "Iihh, Cinta! " Sava berteriak.
Seketika langsung kujauhkan ponselku dari telinga. "Serius! Gue nanya
serius, kampret. " "Iya-iya, udah. Gue
udah jadian sama Algha". Kuputuskan sambungan telpon, karena tidak
mau tahu bagaimana reaksi Sava. Pasti dia akan berteriak kencang. Jadi, aku
langsung antisipasi saja. Beberapa menit kemudian ponselku bergetar, ternyata
ada pesan teks.
From: Savaza
'Wow, selamat ya cintaku.. Sahabatku.. Akhirnya lo
udah ga jomblo. Hehehe pokoknya lo harus teraktir gue. Awas aja kalo engga!!'
Begitulah
Sava, dia selalu mendukung segala pilihanku. Dia mengerti apa yang aku lakukan
dan selalu seperti itu. Meskipun benar kata Rian, “Sava orangnya bawel”.
###
Kantin hari
ini sangat ramai. Aku dan Sava sudah duduk di kursi biasa, memesan bakso dan
segelas es teh. "Yes, hari ini
duit jajan gue ga berkurang". Seru Sava terlihat girang. "Maksud lo?
" Tanyaku pura-pura tidak mengerti. "Iihh, kan gue minta
traktiran!" Sava mendengus kesal. "Gue kan ga bilang mau nraktir lo. " Jawabku sambil
tersenyum. "Bodo amat-bodoamat yaa, Cinta..".
Tak lama
kemudian Rian datang menghampiri kami berdua dan ikut duduk bersama kami. "Ehmm, ada yang baru jadian nih."
Ujar Rian sambil tersenyum meledekku. "Eh, iya yang. Nih, aku dikasih
pajak jadian sama Cinta. " Seru Sava. "Waah, mantap dong, yang.
" Rian tertawa kecil, "Oh iya, Cinta, ditungguin Algha di kelas. " Lanjutnya.
Aku terhentak, pasti dia akan menanyakan surat
pengakuan. "Oh, ya udah. Gue duluan ya. Kalian berdua lanjut aja. "
Jawabku. "Ya udah, sono pergi.
Udah ditungguin pacar". Lagi-lagi Rian tersenyum meledekku.
Aku pergi
menuju kekelas 10-6, yaitu kelas Algha. Sesampai di pintu kelas itu aku melihat
hanya ada Algha duduk sendiri menantiku. Aku langsung duduk di sampingnya.
"Kamu mencariku? " Tanyaku. "Iya,
tadi aku kekelas kamu. ""Terus?" Tanyaku lagi. Mana surat
pengakuan kamu? Ayoo bacain, aku penasaran". Algha menatapku serius. "Kalau.. ga.. ada?" Tanyaku.
"Aku marah". Jawabnya langsung.
"Ya udah, marah saja." Kataku sambil
bangkit dari kursi dan berniat pergi kembali ke kelas ku. Seketika Algha
menahan tanganku. "Mau kemana? Bacain dulu". Matanya menatapku dan
tangannya tidak ingin melepaskan tanganku. Aku mendengus dan mengeluarkan
sebuah amplop berwarna putih. Lalu, memberikannya pada Algha. "Ini, baca sendiri". Kataku. Algha membuka amplop itu dan membaca
kata-kata yang kutulis untuknya.
“To: Muhammad Alghazali Putra
Hai juga, Alghazz. Aku akan memberikan sebuah
pengakuan juga. Bahwa aku: Shamaira Cinta Putri Aurellia, telah jatuh hati
padamu saat kau menemaniku makan pagi itu. Setiap kali melihatmu hatiku merasa
bahagia dan saat mengingatmu aku lebih merasa bahagia. Aku akan memberikan
jawaban dari pertanyaan hatimu. Bahwa aku menerimamu dan ingin jadi pacarmu”.
Setelah
membaca surat pengakuanku, Algha tak berkomentar. Dia tersenyum menatapku
sambil menopang dagunya dengan telapak tangan. "I love you, Cinta." Dia mengatakan itu padaku sambil
menggenggam tangan ku. Betapa bahagianya aku hari itu. Beberapa rangkaian
kejadianpun terjadi yang justru makin membuatku lebih bahagia karena
memilikinya. Kami akan selalu menjaga perasaan ini dengan baik. Karena Algha
adalah Cinta pertamaku dan aku adalah Cinta pertama Algha.
To: Alghazz, terima kasih telah hadir dalam
kehidupanku dan memberiku cinta dengan sepenuh hati.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAgen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.COM
BalasHapusminimal depo dan wd cuma 20 ribu
dengan 1 userid sudah bisa bermain 8 games
pin BB : D_8_E_B_A_A_7_C