Mubtada Khobar
Karya:Ismul Maisah
Tahun pelajaran 2018-2019
Seperti biasa aku berangkat ke sekolah menggunakan angkutan umum. Setelah sampai di sekolah kelas masih sepi hanya aku yang baru datang. Aku duduk di bangku paling belakang. Tak sampai 10 menit kelas pun sudah mulai ramai. Lalu bel masuk pun berbunyi tak lama kemudian datanglah bu Rasmiah,guru yang dikenal super duper galaknya, seketika kelas senyap. Bu Ras datang datang membawa siswa baru. Siswa baru tersebut pun memperkenalkan dirinya kepada kami di depan kelas. Namanya Muhammad Radhitya Al-Manaf biasa dipanggil Radhit, pindahan SMA AL-Insan. Ia terkenal sebagai laki-laki yang tengil, sok kegantengan,memang banyak yang menyukai dia namun tak sedikit pula yang membencinya.
Semakin lama Radit semakin semakin dekat denganku dan teman-temanku. Radhit selalu menceritakan semua masalahnya kepadaku, begitupun aku. Aku menceritakan semuanya tentang bagaimana keseharianku di pesantren. Sepertinya radhit mulai tertarik dengan ceritaku. Dia mengarrakan padaku bahwa ia ingin masuk pesantren bersamaku Singkat cerita satu minggu kemudian Radhitpun masuk pesantrenku.
Seperti biasa pagi sampai sore aku sekolah,lalu pulang ke pesantren,dan malamnya mengaji. Malam itu merupakan malam pertma Radhit mengaji di majlis pesantren namun ia tak terlihat, aku mengkhawatirkannya. Setelah selesai mengaji aku bertanya pada teman sekamarnya Ryan "Radhit kmna Yan?" Tanyaku pada Ryan. "Radhit sakit" Jawab Ryan singkat. Belum sempat bertanya banyak Ryan bergegas pergi ke kamarnya,ingin. Rasanya aku melihat Radhit namun di pesantrenku santri putri tidak membolehkan masuk ke kawasan santri putra begitupun sebaliknya.
Liburan sekolah pun tiba, waktunya untuk mencuci pakaian yang sudah satu minggu menumpuk. Setelah mencuci baju selesai seluruh santriwan dan santriwati ditugaskan untuk memotong rumput yangg di depan kamar masing-masing dan membersihkan majlis. Seluruh santriwan sedang bergotong royong namun Radhit tak terlihat lagi. Aku gelisah bertanya-tanya pada diri sendiri mengapa aku gelisah ketika Radhit tidak ada,aku merasakan ada yangg berbeda dengan prasaanku. Tapi ya sudahlah mungkin ini hanya prasaanku sebatas terhadap Radhit.
Setelah lulus sekolah, aku menghabiskan waktu dipesantren. Ketika aku sedang menghafal Alfiyah aku mendapat surat, iya surat dari Radhit. Aku segera membukadan membacanya. Dalam suratnya dia mengatakan bahwa ia akan pergi dari pesantren ini. Ia akan kuliah bukan di sini dan ia berjanji akan kembali. Aku bergegas berlari memberanikan diri ke kamar santriwan hanya untuk bertemu dengan Radhit, namun sangat disayangkan Radhit sudah pergi pagi tadi.
Entah mengapa begitu berat rasanya mengikhlaskan Radhit pergi, namun inilah jalan yang sudah ditetapkan Allah. Manusia hanya bisa berencana, soal takdir hanya Allah yang tahu.
Setelah itu, aku pulang kerumah. Keluarga besarku nenek kakek ayah dan ibuku menyuruhku untuk pulang, karena abangku yang kuliah di Kairo akan pulang. Ibuku mengatakan abangku akan pulang sore ini, namun jam dinding menunjukkan jam 17:00 abangku tak kunjung datang. Telepon pun berdering, iya itu abangku. Abangku berbicara pada ayahku bahwa ia tak bisa pulang sekarang ada tugas yang belum diselesaikan.
Satu minggu aku berada di rumah menunggu abangku, namun abangku tak kunjung pulang aku jenuh. Aku rindu suasana pesantren dan teman-temanku. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke pesaantren namun ayah dan ibuku tak mengizinkan. Aku harus menunggu abangku pulang terlebih dahulu baru aku bisa kembali kepesantren.
Besok harinya jam 09:00 terdengar suara ketukan pintu, aku segera membukanya dan benar ternyata itu abangku. Namun aku terkejut karena abangku datang bersama Radhit, Iya Radhit, Radhit teman SMA-ku, teman pesantrenku. Aku berpikir apakah ini yang ia janjikan ia akan kembali Aku, ayah ibu, abang dan Radhit berbincang-bincang. Aku bertanya bagaimna abang bisa brsama Radhit Abang menceritakan semuanya, bahwa ia beretmu dengan Radhit karena ia kuliah juga di Kairo dan satu asrama bersama dengan abang. Sedang asyik berbincang datang sepasang suami istri, ayah dan ibuku menyambutnya seperti sudah akrab, aku bertanya "itu siapa?" Radhit menjawab "Itu ayah dan ibuku". Aku semakin bingung.
Tiba-tiba suasana di ruangan pun sepi. Kini giliran Radhit berbicara, ia berbicara menghadap ayahku. "Pak, niat saya ke sini, ingin melamar anak bapak yang bernama Syakira menjadi pendamping hidup saya". Aku terkejut aku menunduk malu, aku berpikir apa ini yang dimaksud surat Radhit itu. Ayah menjawab "Bapak serserah Syakira saja" Jawb bapak sinngkat.
Aku langsung mengangkat kepala aku kaget degdegan bercampur aduk rasa di hati
Aku mengatakan kepada Radhit "Beri aku waktu satu minggu lagi,untuk aku istikhoroh meminta petunjuk pada Allah" pintaku "Baiklah Ra, aku tunggu jawabannya"
Allah telah menjawab semuanya. Radhit kembali kerumahku untuk menanyakan jawabanku, entah mengapa prasaanku sangat gelisah aku tak tahu harus bicara apa. Radhit menanyakan padaku "Bagaimna Ra, apa kamu sudah mendapatkan jawabannya?" Aku bingung terdiam, "Ra, jika bukan kamu yang ditakdirkan untuk aku, aku ikhlas, aku rela karena ini sudah ditetapkan oleh Allah, Kita hanya bisa berencana dan berdoa, untuk hasil aku serahkam semuanya pada Allah". Aku tersenyum," بسم الله الرحمن الر حيم Dit aku sudah berdoa meminta petunjuk pada Allah, dan aku sudah diberi jawaba oleh-Nya, bahwa akulah yang akan menjadi pendampingmu, menjadi asangan untuk menuju syurgamu:)"
"Artinya, kamu nerima lamaranku?" Tanya Radhit. Aku hanya mengangguk sebagai tanda menerima lamarannya.
Namun aku dan Radhit tidak langsung menikah,karena Radhit masih kuliah 2 semester lagi. Aku harus menunggu Radhit sampai lulus. Surat terakhir dari Radhit ia mengatakan "Mubtada itu membutuhkan sandaran, dan sandarannya itu khobar, begitu pun aku, aku membutuhkan sandaran, dan sandarannya itu kamu calon istriku".
Setelah luluas kuliah, ternyata Radhit menepati janjinya bahwa ia akan menikahiku. Dan akhirnya Radhit pun menikahiku, pernikahan yang sederhana namun sangat bahagia. Ia mengatakan kembali tentang "Mubtada Khobar" itu. Aku bertanya pada Radhit "Kamu ko seneng banget bilang Mubtada Khobar, kenapa sih?" Radhit menjawab "Waktu prtma kali aku pesantren aku tahunya itu doang, dan kamu yang jadi cinta pertama aku" Aku diam,tersipu malu.
Begitulah akkhirnya kami hidup bahagia bersama di bawah rida Allah. Semoga ini merupakan jalan menuju surga-MU ya Allah.
Bahus tuh ceritanya mengingatkan ummat Islam untuk mempelajari bahasa Al Quran
BalasHapusMaaf bukan bahus maksudnya "bagus"
BalasHapus