Jawara ti Basisir Pakidulan
Karya: Aosin Suwadi
Pembaca sekalian, kali ini jumpa kembali dengan cerita yang disajikan dalam bahasa daerah yang merupakan aset budaya daerah. Kita tahu bahwa budaya daerah merupakan aset atau bagian dari kekayaan budaya nasional, yang harus kita lestarikan. Kali ini penulis akan menceritakan seorang jawara dari pantai laut selatan, yang mengamuk di kota. Waktu itu sang jawara mau menjenguk cucunya di Jakarta dengan menumpang bus. Belum juga bus berangkat telah terjadi percekcokan, atau adu mulut antara jawara dengan kendek, kondektur, sopir bahkan penumpang lain ikut nimbrung.
Kendek
|
:
|
“Punten pa, karungna urang simpen di bagasi”
|
Jawara
|
:
|
(Tidak menjawab, tapi melirik dengan mata membelalak sambil memutar ujung kumis bagaian kanan)
|
Kendek
|
:
|
(Salah tingkah, dan tidak berani menegur lagi)
|
Supir
|
:
|
“Kur, geura pindahkeun karung, kana bagasi”.
|
Kendek
|
:
|
“Eny.. eny... eny... enya!! (Si Maskur gugup karena takut kepada sang jawara)
|
Sopir
|
:
|
“Buru!!!! (Membentak)
|
Kendek
|
:
|
“Kang Ganda, tulung bejakeun ka muatan nu itu tah nyimpen karungna di bagasi”. (Kendek minta bantuan kepada kondektur yang bernama Suganda)
|
Suganda
|
:
|
“Pa, punten nya!! Karungna urang simpen di bagasi. Karunya ka panumpang nu lainna”.
|
Jawara
|
:
|
“Kurang ajar, ngajak gelut dia jeung aing!!! Dipodaran dia ku aing!!!”
|
Kondektur
|
:
|
“Ih lain kitu pa, heurin ngaganggu ka batur, tah si ibu jeung budakna kagencet karung”.
|
Jawara
|
:
|
“Aiiiiih beneran dia ngajak gelut dia ka aing, wani kitu dia ka aing?” (Sambil narik kerah baju kondektur sampai sobek)
|
Kondektur
|
:
|
“Ampun, ampun, ampun.....! (Para penumpang semuanya bangun untuk menyakinkan keributan apa yang terjadi)
|
Sopir
|
:
|
(Bangun dari tempat duduknya) “Pa, pa, pa, pa ari hayang lega mah di imah bae ulah naek mobil” (Membentak sangat keras kepada sang jawara)
|
jawara
|
:
|
(Berdiri, dan mau melompat ke depan sopir, tapi dihalangi oleh hampir semua penumpang, termasuk seorang gadis yang sangat cantik dengan bahasa yang lembut)
|
Setelah dihalangi dan dicegah serta dinasehati oleh banyak orang, barulah emosi sang jawara agak reda. Rambutan yang semula dipangku, kini sudah disimpan di bagasi belakang. Berangkatlah mobil bus mau menuju ke Jakarta. Sepanjang jalan sang jawara hanya memikirkan rambutan yang disimpan di bagasi belakang. Dalam hatinya masih tersimpan ketidakpercayaan kepada kendek dan kondektur. Akan tetapi di balik watak keras dan bengisnya itu, sesekali dia mencuri pandang kepada si gadis cantink yang duduk terselang dua jok (di depannya). Apa pun yang terjadi di sepanjang perjalanan, tidak ada yang dia ingat, yang dia ingat hanya sekarung rambutan yang disimpan di bagasi belakang, dan gadis cantik yang duduk di depannya.
Di tengah perjalanan, banyak pedangang asongan yang ikut berdagang di atas bus. “Pak, jeruknya pak!” Kata pedangang jeruk. Sang jawara hanya diam tapi sorot matanya sangat tajam. Baru juga agak tenang sedikit, sang jawara terganggu lagi oleh pedagang yang lain. “Rokok rokok.... ! Rokoknya pak!” Pedagang rokok menyodorkan rokoknya di depan sang jawara. Sang jawara berdiri sambil melotot kepada pedagang rokok. Pedagang rokok ketakutan.
Beberapa saat suasana hati sang jawara agak tenang, dan segera memusatkan pikirannya kepada rambutan. Selang sepuluh menit, bersamaan dengan turunnya seorang penumpang, naiklah seorang pedagang aqua. “Aquanya pak!!!” Pedangang aqua menawarkan. Sang jawara hanya diam walaupun hatinya sangat kesal. “Ari teu boga duit ngomong mang!!” Dikatakan tidak punya duit dan dipanggil “mang”, sang jawara marah besar. “Kurang ajar dia, ngalunjak ka aing!!” Pedagang aqua di tempeleng oleh sang jawara, untung saja tidak kena karena segera loncat.
Suasana agak tenang, tidak ada lagi pedagang yang ikut menumang bus. Rupanya perjalanan hampir sampai di terminal. Sang jawara semakin asyik dengan lamunannya. Ketika hatinya sedang berkecamuk memikirkan keamanan rambutan yang disimpan di bagasi belakang, tiba-tiba dia mendengar teriakan. “Rambutan abis, rambutan abis, rambutan abis!!!!!!” Kata kendek. Tanpa pikir panjang lagi sang jawara memukuli, menempeleng, dan meninju kendek, tanpa ampun. “Ceuk aing ge naon!!!! Kata sang jawara sambil terus memukuli kendek bus laksana memukuli ular berbisa. Itu rambutan............ !!!!!” Kata kendek bus tidak sempt melanjutakan ucapannya, karena terus menerus dihajar oleh sang jawara. “Ceuk aing ge eta rambutan tong disimpen di bagasiiiiiii!!!!!!” Kondektur ikut campur, tapi baru juga mau menjelaskan langsung saja kena tonjokan sang jawara, tanpa ampun. Begitu juga sopir berniat melerai, tapi dia juga kena tonjok, sebelum sempat menjelaskan tentang keberadaan rambutan. Termasuk penumpang lain yang berusaha menjelaskan, semuanya kena tonjok. Kendek, kondektur, sopir, dan beberapa penumpang semua babak belur. Sang jawara pergi meninggalkan bus dengan membawa hati yang sangat kesal, karena tidak jadi membawa rambutan untuk cucunya. Dalam pikirannya rambutan yang dibawanya habis oleh kenek dan komplotanya.
Untuk menghilangkan lapar dan dahaganya, sang juara mampir di sebuah warteg. Sambil makan dan minum di situ, dia menceritakan kekesalan hatinya yang terjadi di atas bus. Pelayan warung berusaha menjelaskan maksud dari ucapan kendek. "Pak, kendek tuh maksudnya ....... !!!!" Tapi si pelayan tidak sempat melanjutkan penjelasannya, karena langsung dihajar oleh sang jawara, sampai babak belur. “Kurang ajar dia !! Baturna nya dia!!??” Sang jawara meninggalkan pelayan warung tanpa membayar makanan terlebih dahulu.
Mohon maaf kepad para pembaca, penulis tidak bermaksud menceritakan aib suatu wilayah, karena cerita ini semata-mata fiktif belaka. Demikian cerita ini penulis sajikan, semoga bermanfaat. Terima kasih atas apresiasinya, dan jika berkenan mohon tinggalkan komentar.
Suatu saat jawara ikut mengantar jenazah di makam kampung, bgitu di jalan ada tai kebo, dia loncat. Orang2 pada bilang "jawara kok takut ama tai kebo" Sang jawara gk terima dikatain cemen ma org2, lalu berkata "Mana tai kebo tea, disangkana aing sieun kitu?" Jawara kembali ke belakang mendekati tai kerbau dan diinjak-injaknya sampai ludes bercecer dan hingga memblepoti kakinya
BalasHapus