Headlines News :
Home » » Autobiografiku

Autobiografiku

Diposting Oleh aosin suwadi pada Sabtu, 20 Desember 2014 | 05.12



Autobiografiku
Bagian kesatu



 Foto koleksi pribadi

Penulis lahir pada tanggal 5 Agustus 1958 di kampung Wadaskubang desa Sindangsari kecamatan Petir kabupaten Serang provinsi Jawa Barat. Penulis diberi nama “Aosin”. Menurut orang tuaku, nama ini diambil dari sebuah hadits. Pada waktu balita pertumbuhanku tidak normal seperti bayi pada umumnya. Sementar perkembanganku normal, bahkan di atas rata-rata. Pada usia dua tahun aku belum bisa berjalan bahkan duduk dan tengkurep pun belum bisa. Setiap hari hanya berbaring dan berbaring saja. Tapi walaupun begitu aku sudah bisa mengobrol layaknya orang dewasa.

Pada usia kurang lebih satu tahun aku pernah mengalami musibah, terinjak oleh kakakku, pas di bagian perut. Apa yang terjadi dengan perutku selanjutnya, entahlah karena tidak pernah diperiksakan kepada doktor. Sejak saat itulah pertumbuhanku tidak normal seperti layaknya balita. Begitulah kata orang tuaku.
Itu cerita orang tuaku, dan selanjutnya ini ceritaku, setelah menyadari keberadaan diri saya hidup di dunia. Pada usia kurang lebih tiga tahun, yang kuingat waktu itu, saya digendong oleh nenek saya yang sedang sibuk menadah air dari bocoran genting. Pada waktu itu terjadi hujan lebat yang disetai jatuhnya bongkahan-bongkahan kecil es yang terkadang memecahkan genting. Kalau tidak salah hujan es waktu itu terjadi tahun 1961. Sementara waktu itu kakekku sedang asyik mengaduk-aduk gula merah yang belum matang, sambil duduk dengan bantalan sabut kelapa yang dibalik, di depan tungku besar.
Pada usia sekitar empat tahun, ada memori yang masih kuingat. Waktu itu aku sedang bermain egrang di sawah kering di belakang rumah. Karena di sawah banyak lubang, kaki egrangku masuk dan terjepit di lubang, dan aku terjatuh, sedangkan ujung egrang bagian atas mengenai alis mataku. Waktu itu aku dimarahi habis-habisan oleh ibuku, tapi aku sudah menyadari bahwa marahnya ibuku, mengandung arti saking sayang terhadap aku anaknya. Bayangkan kalau bola mataku yang terkena.
Sekitar usia lima tahun, aku mulai mengekspresikan rasa indah dalam hidupku. Kebetulan saya punya tetangga yang biasa membuat alat musik sejenis gambus. Saya sering mencoba-coba memainkan alat itu, 100% menggunakan feeling. Karena tetanggaku itu merasa senang melihat bakat yang aku miliki, maka dia sengaja membuatkan satu buah lagi khusus untuk saya. Rupanya permainan saya waktu itu telah mengasah bakat yang telah ada dalam diriku.
Pada usia lima tahun itu, saya telah diajari mengaji oleh orang tuaku, terutama ibuku. Ada pengalaman khusus dalam belajar mengaji ini. Banyak teman-temanku yang belajar mengaji di tempat lain, dan aku mulai ikut-ikutan. Sebenarnya orang tuaku melarang saya untuk ikut dengan mereka. Tapi dasar anak kecil, saya memaksa. Setelah kurang lebih satu bulan, pada suatu malam ayah dan ibuku mengetes kemampuan mengajiku hasil belajar dengan teman-temanku. Karena aku tidak lulus, maka aku dimarahi habis-habisan terutama oleh ayahku. Beberapa halaman Al Qur an hancur karena cucuran air mataku.
Pada bulan Januari 1967 aku didaftarkam masuk SD Tunjung 1. Waktu itu masih transisi atau peralihan dari SR ke SD. Tulisan di plangnya masih “SR TUNJUNG 1”. Waktu itu usiaku menuju ke-9 tahun. Naik ke kelas 2, dan naik ke kelas 3 aku mendapat ranking pertama. Banyak sekali kesan yang dapat saya rekam dari yang diajarkan oleh guru-guruku di sekolah itu. Karena ayahku hanya pegawai negeri, tidak mampu memberi jajan tiap hari. Sebagai seorang anak, tentunya saya ingin jajan sepeti ana-anak lainnya. Setiap pulang sekolah, saya mencari “belarak” daun kelapa, diambil lidinya untuk dijadikan sapu. Setiap seminggu sekali aku menjual hasil usahaku itu, dengan hasil rata-rata Rp 1,5,-. Uang satu setengah rupiah itu kugunakan untuk jajan 6 hari. Jadi satu harinya  saya jajan 2,5 ketip atau seperempat rupiah (orang-orang tua menyebutnya satu talen). Begitulah seterusnya.
Pada tahun 1972 saya lulus dari SD Tunjung 1. Karena tubuhku kecil, orang tuaku tidak tega kalau menyekolahkan saya ke SMP Negeri Cikeusal yang jaraknya kurang lebih 8 Km. Untuk sementara tahun 1973 saya disekolahkan di “Muallimin”(setingkat dengan PGA  6 Tahun). Baru saja saya menempuh pendidikan satu semester, mendapat teguran karena belum bayar SPP, dan saya diberhentikan. Tahun berikutnya (1974) saya masuk ke kelas 1 lagi. Lagi-lagi saya diberhentikan karena belum bayar SPP. Dua tahun saya sekolah di PGA, tapi hanya belajar di kelas 1 semester kesatu saja. Akan tetapi walaupun begitu banyak sekali ilmu yang dapat saya rekam dari sekolah ini. Salah satu contohnya adalah ilmu “shorof”, walaupun hanya teori dasar.
Sesuai dengan rencana awal. pada tahun 1975, saya mendaftarkan diri ke SMP Negeri Cikeusal. Di sekolah ini saya mendapat kesempatan meraih juara umum, dan mendapat bea siswa. Satu apresiasi yang tidak pernah saya lupakan, pada suatu hari dalam upacra penaikan bendera, kepala sekolah menyebut-nyebut nama saya, karena telah membuat artikel yang berjudul “Mari Kita Sadari”. Rupanya tuhan telah menentukan nasib saya yang selalu menerima keprihatinan. Pada waktu pembagian rapor kenaikan ke kelas 3 saya tidak bisa hadir, karena celana saya sudah robek, dan tidak bisa diperbaiki lagi. Lebih sial lagi, waktu itu saya diajak paman mengambil buah menteng di kebunnya. Musibah tidak bisa diduga, saya terjatuh dari ketinggian 7 meter, dengan membawa dahan dan buah menteng setengah karung. Tulang punggung dan beberapa persendian saya ada yang bergeser dan ada yang retak, Kurang lebih satu bulan saya komah. Dan selama satu tahun saya tidak sekolah. Tahun berikutnya (1978) saya melanjutkan lagi di kelas tiga. Dasar memang nasib saya, pada tahun itu terjadi perubahan tahun pelajaran, yang semula Januari ke Desember, diubah menjadi Juli ke Juni. Maka saya baru lulus pada bulan Juni tahun 1979. Jadi aku masuk SMP bulan Januari tahun 1975, lulus bulan Juni tahun 1979.
Satu pengetahuan dan keterampilan saya peroleh dari SMP ini. Pada semester kedua para siswa diberikan kebebasan untuk memilih  mata pelajaran (Keterampilan Bebas). Dan aku memilih pelajaran seni musik, yaitu belajar teori dan praktik bermain gitar (hanya sendiri). Walaupun siswanya hanya saya sendiri, guru saya waktu itu sangat bersemangat untuk mengajari saya karena menurutnya saya tergolong cerdas. Mungkin ini merupakan hasil dari kebiasaan saya waktu kecil suka bermain alat musik (seperti disebut di atas). Akhir tahun pelajaran, saya diberi waktu untuk mengisi acara hiburan dalam resepsi perpisahan. Anda bisa percaya bisa tidak, guru yang mengajarkan seni musik diatonis kepada saya itu adalah seorang ustadz, yang bernama Romli Sungkawa.
Pada tahun itu pula (1979/1980), saya mendaftar dan diterima di sekolah kejuruan (SPG Negeri Serang). Di sinilah saya mulai membuka ilmu pengetahuan dan wawasan pergaulan yang lebih luas lagi. Tapi semua itu kujalani selalu dalam keprihatinan. Betapa tidak, selama saya bersekolah di situ, saya pernah diusir dari tempt kos karena persoalan keuangan. Tapi saya tidak pernah berpikir untuk putus sekolah. Pada suatu hari saya mengobrol dengan salah seorang penjaga sekolah yang kebetulan sepertinya beliau memperlihatkan sifat familier kepada saya. Sikap dan kebaikannya itu saya manfaatkan. Pada suatu hari saya minta izin kepadanya untuk menginap di ruangan Laboratorium biologi. Semula beliau ragu dengan alasan nanti saya akan kedinginan, jika tidur di porselen. Tapi akhirnya beliau mengizinkan, karena melihat kesungguhanku.
Satu masalah dapat kuselesaikan, tapi masih banyak masalah-masalah yang lain yang tidak kalah beratnya. Salah satunya adalah bagaimana saya harus mempunyai penghasilan, untuk memenuhi kebutuhan hidup, sekaligus utuk melanjutkan pendidikanku di SPG. Kabetulan ada seorang pesuruh yang memberi pekerjaan, yaitu menjadi tukang kebun, dan kebetulan tempatnya tidak jauh dari lingkungan sekolah. Tidak pikir panjang dan tanpa negosiasi harga, langsung kuterima pekerjaan itu, dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan minimal untuk makan. Pengalaman prihatin waktu saya menjadi tukang kebun; suatu hari saya mendorong-dorong grobag yang berisi bibit pohon pisang. Dengan susah payah saya mendorong grobag di melewati jembatan Kaujon, tanpa mempedulikan orang lain. Pisang tersebut saya ambil dari pinggiran asrama SPG (di pinggiran kali Banten), dan kubawa ke kebun yang kugarap untuk ditanam di pinggiran tanaman singkong yang telah saya tanam terlebih dahulu.
Hari demi hari saya lalui kehidupan seperti itu. Untuk menyambung hidup, setiap hari saya mengutang makan kepada salah seorang pedagang di kampung itu. Kebetulan ibu warung itu punya anak perempuan yang belum bersuami. Hatiku senang bercampur khawatir. Senangnya, tiap hari aku dapat dengan mudah mengutang makan, walau kadang-kadang dobel (dua kali belum bayar). Khawatirnya, “jangan-jangan mau diambil mantu”.
Melihat kehidupanku yang semakin hari semakin prihatin, penjaga sekolah yang mengizinkan saya tidur di laboratorium, kini mengizinkan saya untuk tidur di mes, walaupun hanya di ruang tamu. Tentu saja saya sangat senang, karena derajat saya naik satu kelas. Pada suatu hari saya diminta untuk mengantar salah seorang guru yang hobi menembak burung. Dengan senang hati saya bersedia mengantarnya. Kebutuhan makan saya waktu itu ditanggung oleh guru saya, bahkan diperbolehkan merokok sepuasnya selama kami berburu. Berbeda dengan di sekolah, jika ada siswa yang merokok, bapak guru yang satu ini galaknya luar biasa.
Begitu dan begitu kehidupan kujalani. Pada Suatu hari saya bertemu dengan seorang teman yang sangat simpati kepadaku. Dia berasal dari kecamatan Balaraja Tangerang, bernama Abdul Majid. Di rumahnya dia tidak pernah kekurangan beras, karena orang tuanya punya sawah yang lumayan agak luas. Satu hari dia meminta saya membawakan kelapa, untuk diberikan kepada ibunya. Untuk membalas simpatinya kepada saya, saya berusaha pulang kampung dan besoknya kubawakan beberapa butir kelapa. Dua hari kemudian dia kembali ke sekolah dengan membawa perbekalan  kosnya, termasuk membawakan aku beras sebanyak satu gantang (10 liter). Rupanya dia telah menceritakan keprihatinan saya kepada ibunya.
Selain orang Belaraja, ada satu lagi teman saya yang sama-sama duduk di kelas IPA, (dia IPA 2, saya IPA 1) dan bernasib sama dengan saya. Dia sering menolong saya dalam kondisi kesusahan. Dia juga sering mengajakku main ke rumahnya di daerah pantai, yaitu di pantai pulau Kalih (sekarang kecamatan Pulo Ampel). Saya juga pernah diajak menginap di bagan, sambil menunggu ikan terperangkap di jaring. Mad Saleh namanya.
Di sela-sela keprihatinan yang sedang saya alami, pada suatu malam saya diminta untuk bersembunyi di kamar, oleh kakak ipar si perempuan, anak dari ibu warung tempat aku mengutang makan tiap hari. Hatiku berdebar-debar. Setelah saya tanya, ternyata pacar si perempuan itu mengancam mau membunuh saya. Saya merasa bersyukur kepada tuhan, karena ternyata banyak sekali orang yang berpihak dan mau menolong menyelamatkan saya. Termasuk teman saya Mad Saleh, dia siap menghadang apa pun yang akan terjadi malam itu.
Walaupun dalam kondisi yang prihatin terus menerus, akan tetapi dalam hal materi pelajaran saya masih sedikit di atas rata-rata. Di sekolah ini saya mendapat kesempatan belajar lebih banyak tentang tangga nada pentatonis. Lebih dari itu beberapa kali saya mendapat kesempatan untuk manggung bersama dengan guru karawitanku. Selain menyenangi seni musik, saya juga menyenangi seni rupa, khususnya seni lukis, bahkan waktu aku masih SMP, aku telah banyak berkarya. Tetapi sangat disayangkan karya-karya tersebut tak ada yang diabadikan. Pendidikanku di SPG Negeri Serang, akhirnya dapat kuselesaikan dengan menggunakan uang bea siswa dari prestasiku dalam pelajaran seni musik.


Demikian riwayat hidupku dipublikasikan sebagai pengamanan arsip di google, dan semoga bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih telah mengapresiasi tulisan ini, sampai jumpa di bagian kedua.


Share this article :

4 komentar:

  1. Hikhikhikhik......aku nangis bacanya Pak Broo...ternyata ceritanya lebih parah dari ceritaku.....Denger Pulau Kalih, inget ini :
    http://petir-fenomenal.blogspot.com/2012/03/photo-rekreasi-di-pulau-kalih.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu baru bagian kesatu. Kemungkinan akan teyang sampai bagian 3 atau 4. Tapi muwales nulisnya!

      Hapus
  2. Mantap gan. Salam kenal dan semoga sukses selalu

    BalasHapus
  3. Untuk Foredi, terima kasih dan salam kenal kembali.

    BalasHapus

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi