Headlines News :
Home » » Sisa Cerita di Bangku SMA (Bagian kedua)

Sisa Cerita di Bangku SMA (Bagian kedua)

Diposting Oleh aosin suwadi pada Minggu, 26 Oktober 2014 | 08.49

Sisa Cerita di Bangku SMA (Bagian kedua)
Karya: Aosin Suwadi

Seperti telah diceritakan pada bagian kesatu Pak Hadimi menerima dan mendengarkan curhatnya si Mila. Dibagian akhir, Pak Hadimi memberitahukan bahwa ada teman si Mila yang juga curkat kepada Pak Hadimi. si Mila penasaran ingin tahu bagaimana curhatnya si Marina kepada Pak Hadimi.
Marina kan cewe, ya malu Pak!” Alasanku ketika Pak Hadimi menyarankan agar aku yang menembak Syahid.  Ina kan senior harus berani lah. Bayangkan waktu Ina jadi panitia Mabis, galak kan?” Pak Hadimi menggoda dan menghiburku setengah logika dan setengah lelucon. “Iiiih Pak .... Ini kan beda” Bantahku. “Di mana coba bedanya?” Pak Hadimi mencoba mengalihkan perhatianku kepada masalah lain. “Susah menjelasknnya Pak! Pokoknya urusan perasaan cinta berbeda dengan urusan emosional yang lainnya.” Jawabku dengan nada agak kesal, karena aku tahu pak Hadimi tuh hanya ingin mengalihkan perhatianku saja.
“Terus gimana hubunganmu dengan Dadi?” Pak Hadimi  menanyakan hubunganku dengan Dadi. Waktu aku masih duduk di kelas XII IPS hubunganku diketahui oleh Pak Hadimi, tapi entah mengapa Pak Hadimi tidak pernah mengongolok-olok hubungan kami. Bahkan sepertinya Pak Hadimi mendukung hubungan kami. “Apaan Dadi, dia tuh udah menghiang entah ke mana.” Jawabku dengan nada aga ketus. “Jangan suka gitu .... Bapak tahu masih ada puing-puing cinta di hatimu. Lagi-lagi pak Hadimi menggodaku. Udah lah Pak, jangan bahas Dadi lagi. Kupotong pertanyaan Pak Hadimi agar tidak melanjutkan pertanyaannya. Aku tak mau mengangkat kembali luka di hati ini. Karna memang benar apa yang dikatakan Pak Hadimi, bahwa jauh di dalam hatiku masih ada puing-puing cinta antara kami berdua.
“Ada cerita baru nih!” Kataku kepada Pak Hadimi. Gimana... coba cerita ke bapak! Pinta Pak Hadimi. “Begini Pak! Minggu-minggu ini aku sering BBM-an, SMS-an, dan FB-an dengan dia Pak!” Kataku kepada Pak Hadimi. “Terus gimana responnya?” Tanya Pak Hadimi. “Justru itu Pak... saya belum bisa membaca pikirannya, apakah dia ada hati atau engga! Tapi dilihat dari jawaban di FB-nya, sepertinya enak-enak aja”. Jawabku. “Baguslah, teruskan aja dulu hubungan melalui dunia maya, nanti lama-lama Ina bisa membaca pikirannya”. Seperti biasa Pak Hadimi kalau ngomong selalu memberi harapan. “Tapi aku ga sabar Pak!” Kataku. “Kalau punya keinginan tentu harus sabar lah!”
“Loh, kamu masih di sini? Kayanya ada urusan penting dengan Pak Hadimi!” Kata Pak Bandi, guru sejarahku yang paling tua di sekolah kami. Beberapa bulan lagi beliau akan pensiun. “Iya Pak kangen dengan Pak Hadimi, udah setahun lebih ga ketemu”. Jawabku ringan. “Oh... gitu!! Ya udah teruskan kalau mau curhat!” Jawab Pak Bandi, sepertinya orang tua suka tahu tentang isi hati anak muda.
Dua bulan berikutnya, aku sudah bisa membaca isi hati Syahid. Sepertinya lama kelamaan jawaban Syahid makin terasa dingin dan hambar. Kemungkinan dia memang ga ada hati sama aku. Tapi aku masih menyimpan sisa harapan terakhirku. Nanti malam aku mau FB-an lagi, dan aka kukirm foto-foto terbaikku. Memang sih kalau secara terus terang aku tidak pernah bertanya dan tidak pernah menyatakan cinta padanya. Apa lagi Syahid kan adik kelas satu tingkat di bawahku. Malu lah!
“Hai... !” Tanyaku melalui FB, ketika kulihat dia lagi OL, tapi ga ada jawaban. Aku tidak terburu-buru menimpanya lagi, karena perasaan takut, khawatir dan malu bercampu menjadi sabuah tana tanya. Jangan-jangan.... . Tapi ga apa-apa lah, dia kan ga tahu kalau aku naksir. Kucoba mengobati hatiku sendiri. Benar saja, ternyata setelah tiga kali ku senggol dia melalui FB, tidak juga menjawab. Baru setelah hampir satu jam dia menjawab dengan kalimat yang sangat sumbang. Hatiku sakit sendiri, sedangkan dia tidak mengerti apa-apa. Sejak saat itu kuputuskan untuk tidak lagi berkomunikasi dengannya melalui media apa pun.
            “Pa... ternyata dia benar-benar ga ada hati sama aku Pak!” Kataku kepada Pak Hadimi melalui in box di FB. “Bagus lah!” Jawab Pak Hadimi. “Bapak.... ko bagus sih!” Tanyaku heran. “Iya lah .... dari pada Mila terus menerus berharap, sementara yang diharap, tidak pernah menaruh harapana!”
“Oooooh, jadi si Ina ternyata suka curhat juga ke bapak ! Bener-bener ga nyangka! Kalau gitu berarti satu-satu dong dengan Mila. “Curiga nih!” Sepertinya guru guru bahasa Inggris  menaruh curiga karena melihat aku asyik ngobrol sampai berjam-jam. Aku minta waktu untuk ngobrol dengan Pak Hadimi, karena aku tahu bahwa hari itu beiau tidak ada jam mengajar.
Setelah aku mendengar cerita Pak Hadimi tentang curhatnya di Ina, hatiku merasa sedikit agak lega. Setidaknya aku merasa punya teman yang senasib denganku. Itulah salah satu manfaatnya curhat kepada orang tua, walaupun belum berhasil apa yang diharaipkan, tapi dapat memberi obat walaupun hanya mampu untuk meredakan sementara. Begitulah obrolan aku dengan Pak Hadimi selama hampir dua jam di kantin sekolah. Sampai jumpa di seri ketiga. Terima kasih atas apresiasinya.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi