Jangan Beri Aku Harapan Palsu
Karya: Fitriyani
kelas XII IPA 2 SMA Negeri 6 Kota Serang 2013/2014
2 bulan genap sudah aku menjalankan misi cinta yang di rencanakan Deri. Keinginan ayahnya, Deri segera memperkenalkan pacarnya, paling tidak teman perempuan yang saat ini dekat denganya. Fina, iya.. itu aku. Aku mendapat tawaran Deri untuk menjadi pacar sementaranya. Entah apa alasannya harus aku yang dipilih, aku pun tak pernah tau itu. Hanya saja saat itu posisiku sedang genting, mama ku sakit keras dan harus segera dibawa kerumah sakit untuk diperiksa, sedang waktu itu aku tak punya satu rupiah pun uang. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku langsung menyetujuinya, yang penting, mama ku bisa segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih intensif lagi.
Awalnya, Deri menjanjikan misinya hanya dalam jangka waktu 1 malam saja, itu pun hanya untuk memperkenalkannya pada ayahnya saja. Aku pikir, hanya dengan semalam itu misi Deri, dan aku akan segera terlepas dari ikatanku. Tapi nyatanya, sampai sejauh ini, ayahnya masih saja menanyakan bagaimana hubungan aku dan Deri, padahal aku dan Deri hanya teman biasa, yang tak sengaja bertemu di persimpangan hotel di tempatku bekerja.
Malam itu, malam pertamakaliya aku diajak Deri ke sebuah ruangan mewah yang penuh dengan barang-barang antik. Aku akan diperkenalkan dengan ayahnya. Lampu seperti lampion tertata dengan indah di setiap sudut ruangan, irama romantik menemani pendengaranku yang masih jernih ini, lilin diletakkan dengan rapi di meja makan berukuran sangat luas itu. Mataku sedikit melotot, mulutku terbuka lebar, alisku terangkat, aku sampai tak bisa berkata apa pun tentang ruangan itu. Tiba-tiba... “Hey, awas ya.. kalau ayah bertanya, kamu jawab apa adanya saja ya… .” Deri memberi peringatan padaku sesaat sebelum ayahnya datang ke ruangan itu. Aku masih dengan sikapku yang agak norak itu, maklum, karena ini pertamakalinya aku melihat suasana seperti ini. “heey, lo denger gue kan? Please gak usah norak gitu doong.” Lagi-lagi Deri menegurku. “Iya.. aku ngerti mas…”. Jawabku. “Hah?? Mas?? Lu kira gue tukang baso, panggil gue Deri aja” pinta Deri. “Ooh, iya maaf mas Deri.. eh Deri..” Jawabku keceplosan.
20 menit sudah, aku dan Deri menunggu di ruangan indah itu, tapi ayahnya belum juga datang. “Mas…!” Perkataanku terputus. “Deri saja!” Tegas Deri. “Iya, maksudku Deri. Kenapa ayahmu belum datang juga?” Tanyaku. “Gue juga gak tau nih, biasanya ayah gak pernah telat kayak gini, mungkin kejebak macet, kenapa? Kamu lapar?” Tanya Deri. “Mmm, sedikit… tapi gak apa-apa kok, aku kuat..”. Aku mencoba menahan rasa laparku. “Udaaah, niih makan roti aja dulu”. Tawar Deri. “Gak, gak usah, aku gak apa-apa kok..” Jawabku.
Tak lama kemudian, ayah Deri datang dengan membawa seikat bunga mawar putih. “Ya ampuun, itu bunga kesukaanku” aku bergumam dalam hati. “Ayah…!” Sapa Deri penuh harap. “Malam om.” Sapa ku sambil mencium tangan. “Maaf sayang, ayah kejebak macet tadi, ada mobil tanker terbalik, eksekusinya membuat jalanan macet panjang, kalian sudah pesan makanan?” tanya ayah Deri. “kebetulan belum yah... .” Jawab Deri. “Kenapa bisa belum? Kamu ini gimana sih, oh ya.. ini pacar kamu ya… namanya siapa sayang..” Tanya ayah Deri dengan semangat, padahal aku udah lemas banget pengen makan, aku belum makan sejak pagi tadi karena mengantar ibu ke rumah sakit. “Mmm aku Fina om... aak.” Tiba-tiba kata-kata ku putus, badanku lemas, bergetar gak karuan, sampai akhirnya aku terbaring pingsan. Deri dan ayahnya terlihat panik dan mencoba mencari bantuan. “Loh loh kenapa ini, Deri ada apa dengan pacarmu ini?” Tanya ayah Deri panik. “Deri juga gak tau yah..” Jawab Deri gugup. “Ya sudah bawa dia ke rumah saja” pinta ayah Deri. “ke rumah???..” Tanya Deri kaget. “Iya Deri, ayo cepat bawa dia ke mobil!” Tegas ayah Deri.
Sesampainya dirumah Deri, aku masih belum juga siuman, badanku masih terkapar lemas di kasur empuk di rumah Deri. Akhirnya, setelah 15 menit terbaring, aku pun mulai tersadar. Aku layaknya seperti artis sinetron yang baru terbangun, menanyakan kondisi, dan ruangan yang sedang ditidurinya itu. “Aku di mana?” Tanyaku sambil memegang kepalaku yang masih terasa pusing. “Kamu di rumah ayah sayang..”Jawab ayah Deri lembut. “Maaf om, aku gak sengaja pingsan, aku juga gak ngerti kenapa aku bisa begini, gara-gara aku, acara malam ini berantakan, sekali lagi maaf ya om..” Jelasku panjang lebar, karena tak enak hati dengan Deri dan ayahnya. Ibu Deri sudah meninggal sejak tiga tahun kebelakang ini, jadi ayah Deri ingin segera melihat anaknya cepat-cepat bersanding, dan segera menimang cucu, meskipun itu terlampau jauh, tapi ayahnya bersikeras agar anaknya segera mengabulkan permintaannya itu. “Gak apa-apa sayang, kondisi kamu itu lebih penting dan berharga untuk ayah, panggilnya ayah saja ya jangan om, supaya kita lebih akrab, oh iya, nama kamu siapa sayang?” tanya ayah Deri begitu lembut dan baik, membuat aku merasa semakin tak enak hati membohonginya, bahwa yang sedang diajak bicaranya itu bukan perempuan yang sebenarnya disukai Deri. “Mm namaku Fina om.. eeh maaf, ayah..” Jawabku gugup. “Nama yang sangat indah.., kamu sudah makan?” tanya ayah Deri, yang sepertinya tahu kalau aku lapar. “Belum ayah., hehe.” Jawabku sambil cengengesan. “Ayaaah… makanannya sudah siap!” Terdengar teriakan Deri dari arah dapur. “Tuh, Deri sudah menyiapkan makanan, Deri itu pintar masak lho, dia sering masakin buat ayah.. Yaaah walaupun sedikit keasinan. Tuh kan, ayah sampai lupa lagi, ngajak kamu makan, maklum, ayah suka keenakkan cerita.” Jelas ayah Deri panjang lebar sambil berjalan di sampingku kearah dapur. “Gak apa-apa ayah..” Jawabku tersipu.
Malam yang sangat aneh waktu itu. Seharusnya aku makan malam di ruangan yang penuh lilin itu, tapi harus berpindah ke ruang makan rumah Deri. Tapi aku merasa nyaman dan senang sekali. Andai saja bukan hanya sekedar pacar bohongan atau sewaan, mungkin malam itu sangatlah sempurna bagiku.
Saat aku pamit untuk pergi bekerja, tiba-tiba Deri datang menjemputku ke rumah. “Mam, aku pergi kerja dulu ya..” Pamitku sambil mencium tangan dan kening mama. “Fin, itu di luar ada temanmu, sepertinya dia akan menjemputmu.” Ucap mama sambil mengintip di jendela. “ Mmm, yang mana mam?” Tanyaku. “Itu lho lelaki yang membawa mobil itu.” Terang mama sambil menunjuk mobil berwarna silver. “Itu kan mobil Deri, kenapa bisa sampai sini ya?“ Gumamku dalam hati. “Ya udah mam, biar aku saja yang menanyakannya, aku pergi dulu ya mam.” Assalamualaikum!” Pamitku. “Waaaikumsalam!” Jawab mama.
Aku mendekati mobil silver itu, dengan gugup aku ingin bertanya, tapi sudah didahului Deri. “Akhirnya lo keluar juga, gue dari tadi nunggu lo di sini tahu gak sih.” Terang Deri. “Kok kamu bisa ke sini sih? Buat apa?” Tanyaku. “Gue disuruh ayah buat jemput lo.. ayo cepetan, tar gue telat lagi” Ajak Deri. aku seolah dipaksa naik ke mobil itu, padahal tak ada sedikitpun rasa untuk dapat menaiki mobil semewah itu, ya…meskipun aku orang yang tak punya. Di dalam mobil aku masih penasaran dengan sikap Deri yang nurut dengan ayahnya. “Kamu kok, mau sih suruh jemput aku di rumah sama ayahmu?” Tanyaku. “Karena gue gak mau kecewain ayah gue Fin” Jawab Deri. “Ooh gitu” jawabku sambil menjilat selai yang menempel di jariku bekas tadi sarapan. “Iiish jorok iish, lo cewek kok jorok sih, niih ambil tisu, susut tuh selai.” Pinta Deri sambil menyodorkan tisu. “Emang kenapa? Ini tuh sayang tau..” Sambil terus menjilat jari ku. Tiba-tiba “sreeeeeeettttt…..” Deri mengerem mobilnya mendadak. “Astagfirullah Deri, kamu buat aku jantungan tau! Kenapa sih ngerem mendadak?” Komenku sambil mengelus dada karena kaget. “Nih ya denger, ayah gak suka perempuan yang jorok, dan susah diatur kayak lo!” Terang Deri sambil mengelapkan tisu ke jariku yang masih ada sisa selai. Ya ampuuuun, jantungku sepertinya berhenti berdetak, Deri yang semalam aku kenal, bisa-bisanya menjelma menjadi malaikat super duper perhatian, aku hanya bisa menengadah dan mangap. “Nah, kalau gini kan enak liatnya, elo bersih, rapi, gak malu-maluin gue” Jelas Deri. Aku hanya bisa bengong dan tak bisa melontarkan sepatah kata pun, sampai perjalanan dari rumah ke tempat kerja Deri selesai.
Aku bingung, kenapa Deri mengajak ku ke kantornya, padahal bukan tempat aku biasa bekerja. “hey Deri, kenapa berhenti di sini? Tempat bekerjaku kan sebelah sebrang kantormu?” Tanyaku bingung. “Nah, itu bisa dijawab sendiri pertanyaannya” Jawab Deri meledek. “Apa sih?? Mana jawabannya? Apa jawabannya? Siapa yang menjawabnya?” Tanyaku bawel. “Heeey, syuuuut jangan cerewet gitu dong, gue turunin lo di sini, karena gue tau, tempat lo kerja kan bentar lagi nyampe, jadi lo jalan kaki aja dari kantor gue, begono!” Jelas Deri. “Ya ampun, baru aja ngerasain jadi permaisuri yang diperhatiin sama pangerannya, eeh sekarang malah dijatohin dari atas ke got… u,u,u,u.” Keluhku dalam hati. “Ooh ya udah.. makasiih... .” jawabku sambil mendorong pintu mobil. Ketika aku membuka pintu mobil, aku melihat gadis cantik, tinggi, berbadan ramping, berambut lurus, berwarnna pirang, memakai wedges tinggi, bermake-up agak menor, berjalan menghampiri mobil Deri yang baru saja terhenti. Sampai-sampai aku tak jadi untuk membuka pintu mobilnya untuk keluar. “Haiii sayaaang, selamat pagi.. udah sarapan belum?” Tanya gadis itu sambil membenarkan dasi yang melilit di leher Deri. “yaa… aku udah sarapan kok, masuk yuk…!” Ajak Deri pada gadis itu. Tiba-tiba… “Woy! Lu kapan keluarnya dari mobil gua????” Hentak Deri membangunkanku dari lamunan. “Ii iiya… aku turun kok... .” Jawabku gugup sambil membuka pintu mobil. “Ay, itu siapa sih? Kok bareng sama kamu?” Jawab gadis menor itu. “Aah, sudahlah, hanya gadis biasa, yuk kita ke dalam.” Ajak Deri sambil berlalu meninggalkanku yang masih berdiri di depan mobilnya.
Aku berjalan sendirian menuju tempat kerjaku, mataku berkaca-kaca, seolah ingin teriak dan menangis histeris, kenapa aku dipertemukan dengan orang seperti Deri, sikapnya begitu cepat berubah seperti thermometer... Aku terus melamun sambil terus menghayal di pinggir jalan, sampai tak menyadar kalau di depan ada kaleng bekas minuman yang aku tendang secara tidak sengaja. Dan… “bletuk..” Suara kaleng beradu dengan kepala botak nan lecir seorang pengemis kaya. “Woooy, sialan lu, gue bukan tempat sampah!” Tegur pengemis, sambil memegang ponsel blackberry di tangannya. “Hah?? Itu pengemis atau pengusaha yang pura-pura jadi pengemis ya??? Muka melarat, tapi kok HP-nya yang asli baru mendarat dari China. Hahha.” Pikirku dalam hati sambil cengengesan. “Heh, neng stress ya?? Cengengesan aja dari tadi!” Tanya pengemis itu. “Aah,, nggak kok bang. Maaf ya bang, aku gak sengaja..” Jawabku. “Panggil abang, lu kira gua tukang somay di pinggir jalan ape??” Jawab pengemis tak terima. “Laah, bukannya abang pengemis?” Tanyaku. “Iya, gue pengemis!” Jawab pengemis terlihat bingung. “Ya udah, pengemis-pengemis aja, jangan jadi tukang somay!” Ledekku sambil berlari. “Eeeh sialan lu bocah!” Teriak pengemis sambil terus memegang ponselnya.
*****************************
“Kenape neng?? Pagi-pagi, muka udah kayak keset welcome aja.” Ledek Andri, partner kerjaku. “Aah apa sih, aku kan bukan kesetan” jawabku sambil manyun. “Yaa abisnya, muka udah tekuk menekuk, lipat melipat gitu. Hahaha” ledek Andri terus-terusan. “Iiih Andri, aku tuh Fina! Bukan kertas origami yang bisa dilipat-lipat, dicelup, diputar, dicelupin!” Balas ledekanku. “Diiih, mau bales ledekan kok salah, ada juga diputar dulu, baru dijilat..” Jawab Andri sambil menjulurkan lidahnya. “Aaah udah ah, aku capek!” Jawabku memutuskan obrolanku dengan Andri.
Kerjaanku hari ini gak sebaik kemarin-kemarin, aku lebih banyak bengong, dan memikirkan Deri. Padahal kita baru-baru ini saja bertemu, tapi kok aku udah kayak bertemu sejak beberapa tahun yang lama ya??? Aku mulai nyaman sama dia, senyumnya, perhatiannya, kejailannya, itu semua membuatku sulit melupakannya. Belum lagi, ayahnya yang langsung merasa nyaman mengobrol denganku, sepertinya aku jatuh cinta deh?? Tapi apa mungkin?? Ah paling itu hanya sugesti sesaatku saja. Seperti peristiwa setahun yang lalu, aku pernah suka dengan pria yang baik, tampan, sopan, tutur kata halus, lembut, seperti molto. Aaahh imajinasiku berkeliran lagi. Pokoknya dia baik deh, tapi apa nyatanya??? Sekarang aku benar-benar melupakan dia, tak ada sedikitpun di benakku untuk ingin tahu lebih jauh lagi tentang dia. Mungkin cerita yang sedang dialamiku ini, akan berujung sama seperti cerita tahun lalu.
Jam tanganku menunjukkan pukul 17:35 , tandanya, 5 menit lagi aku selesai bekerja. “Mbak, kenal Fina?” Tanya Deri ke bagian receptionis. “Ooh, iya kenal mas, ada yang bisa saya bantu?” Tanya receptionis bertubuh agak gemuk itu. “Ooh, tidak mbak, saya mau menjemputnya, kira-kira di sebelah mana ya mbak posisi dia sekarang”? Tanya Deri. “Bapak lurus saja, ntar di depan belok kiri pak.” Jawab receptionis sambil menunjukkan arah. “Terima kasih mbak.” Ucap Deri sambil menuju kearah yang ditunjukkan. “Sama-sama pak!” Jawab receptionis ramah.
***************************
Jalanku agak kupercepat, karena hari ini ada jadwal periksa mama ke dokter, jadi aku tak boleh telat. Sambil membereskan tasku yang masih berantakan itu, aku terus berjalan, sampai-sampai pandanganku terfokus pada tas hitam yang sedang kubereskan. Dan … “gubraak” aku menubruk seorang pria tinggi, putih, berkacamata, berhalis ulat bulu, berhidung mancung percis seperti orang Arab. Lagi-lagi, aku seperti sedang memerankan sebuah sinetron yang aktrisnya sedang action tabrakan. Barang yang dibawa si pria acak-acakan, dan aku harus memungutinya, berbarengan dengan si pria itu, dan kami pun saling bertatap-tatapan, sampai akhirnya, itulah yang aku alami. Aku terbengong melihat wajahnya yang nyaris sempurna itu. Dan seketika itu pun Deri datang, dan melihat aku dengan si pria Arab tadi saling bertatap-tatapan. Deri langsung menarik tanganku, dan mencoba merusak pandanganku. “Maaf ya, aku tak sengaja, aku buru-aku.” Ucapku pada pria Arab itu. “Iya tidak apa-apa!” Jawab pria itu sambil berlalu meninggalkan aku dan Deri. “Deri, kamu itu apa-apaan siih, main tarik tangan orang seenaknya aja, terus ngapain juga coba kamu ada dii sni?? Kenapa kamu gak sama perempuan menor itu.” Kata-kataku seolah cemburu, tapi sebenarnya ya emang cemburu sih. Hehehe. “Heh, gue disuruh ayah, buat gejemput elo, lagian kenapa juga sih elo cemburu ya kalau gue deket-deket sama Pranita??” Jawab Deri sambil cengengesan. “Ooh namnya Pranita.. pra-sebelum, nita-wanita. Jadi selama ini Deri berhubungan dengan namanya “sebelum jadi wanita” aaaahhhh... .” Pikirku dalam hati sambil bengong. “Aah elu mah kebiasaan, kalau diajak ngobrol orang tuh jawab, ngerespon, bukan malah bengong” terang Deri. “Aaah udah aah, aku mau pulang, aku harus antar mama check up.” Jawabku. “Okeh, yuk berangkat!” Ajak Deri.
Sesampainya di rumah, aku masih saja memikirkan tentang sikap Deri yang terus berubah persekian detiknya. Sampai di rumah sakit, antar mama pun, aku masih memikirkan dia. Ada apa dengan perasaanku ini, apa benar aku ini benar-benar jatuh cinta beneran? Aah kusut sekali pikiranku jika beropini tentang cinta. Cinta itu sulit dipahami, kadang cinta itu ada, kadang juga tak ada, dan seketika bisa menghilang. Seperti sikap Deri yang selalu sulit dimengerti. Temanku sering bercerita kalau dia selalu menjadi korban PHP, semacam dibohongi dan dikasih harapan kosong gitu sama pacarnya. Tapi masa iya, aku korban selanjutnya setelah temanku sih??? Aah aku tambah bingung memikirkan hal itu.
“Sayaang, makan malamnya sudah siap nih, ayo ke sini... .” Ajak mama. “Iya mam, sebentar lagi aku caw... .” Jawabku dengan nada teriak. Aku duduk samping mama, biasanya kita selalu bertiga, ada papa, mama, dan aku. Tapi sekarang papa udah tiada, tinggal tersisa aku dan mama deh di meja makan ini. Sedih sekali jika aku melirik samping kursi makan kosong itu. Biasanya papa sering sekali tersedak makan nya , karena aku selalu bercerita yang aneh-aneh dan lucu ketika makan. Dan papa selalu meminta air putih ke mama karena tak tahan tersangkutnya makanan di tenggorokkannya. Dan mama juga pernah salah kasih air, bukannya air mineral, malah dikasih air kobokan. Haha. Tapi itu semua hanya kenangan. Kini, aku dan mamalah yang sering tertawa jika mengingat peristiwa itu di meja makan. “Mam, biasanya papa duduk di situ ya mam?” Tanyaku. “Iya Fin, tapi mungkin juga sekarang papamu sedang ikut makan dengan kita.” Jawab mama.
Sekarang, hari-hari di rumah ini terasa sepi tanpa papa, tapi aku bangga sama mama, karena mama berusaha menjadi mama sekaligus papa untukku. Tiga hari kebelakang ini, tak ada kabar tentang Deri, biasanya mobil silver selalu stand by di depan rumahku, tapi untuk tiga hari ini, jangankan mobil silver, bayangannya pun tak ada. Mungkin benar apa kata hatiku, ini tuh sama ceritanya dengan kejadian setahun yang lau, seketika menghilang, dan tak akan kembali lagi. Cinta... cintaa... kamu itu membingungkan.
Selama tiga hari ini aku sangat ceria sekali dalam bekerja, sampai-sampai aku diberi bonus oleh bos ku. Untuk merayakannya, aku mengajak Reva teman dekatku pergi ke mall. Aku dan Reva banyak bercerita tentang cinta, karena Revalah yang lebih berpengalaman tentang cinta. Bayangkan saja, dalam waktu sebulan saja, dia sudah bisa menggandeng 3 pria dan memutuskan 5 pria. Haahha. Dasar aneh!. Ketika hendak berjalan melirik-lirik pakaian diskon, sepatu diskon, aku tak sengaja melihat seorang pria yang nyaris cici-ciri nya seperti Deri. Ya, memang benar dia Deri, dengan bangganya dia menggandeng tangan perempuna itu. Hah? Dia bukan Pranita pula? Terus selama ini, Pranita??? Beribu pertanyaan mengganggu perasaan hatiku. Ternyata benar, Deri sama saja seperti pria yang lain, “Tukang PHP!” . Harusnya, aku tuh berenang-senang tadi di mall bersama Reva, tapi nyatanya gara-gara melihat sesosok pria menyebalkan, seketika mood senang aku turun drastis, rasanya ingin meluapkan rasa kesal ini, dan berteriak sekeras-kerasnya “DASAR COWOK PHP!” Tapi untuk apa? Ini kan di mall, banyak orang, meskipun aku berusaha berteriak, orang gak akan mendengar, yang ada tenggorokanku putus.
2 hari, 3 hari, aku mencoba melupakan semua yang telah aku lewati bersama Deri. Manis pahitnya sikap Deri, aku anggap sebagai wahana fantasi semata. Sampai menginjak hari ke 7, tiba-tiba ponselku bergetar, ternyata Deri mengirim pesan singkat padaku. Isinya seperti ini “Fin, ayah sakit, dia terus nanyain lo! Lo mau kan sekarang ke rumah gua? Kasian Fin, ayah kayaknya butuh lo.” Itu pesan singkat dari Deri. Aku tersentak kaget membacanya, karena pikiranku langsung tertuju pada sesosok ayah yang sangat baik berhati malaikat, sedang membukakan pintu surganya untuk anak yang dicintainya. Tanpa basa-basi aku pun langsung berganti pakaian dan bergegas pergi ke rumah Deri. “Mam, aku pergi ke rumah Deri ya... ayahnya sakit.” Pamitku. “Iya sayang, jangan terburu-buru, hati-hati Fin..” Saran mama. “Iya mam,assalamualaikum.” Salamku. “waalaikumsalam..” jawab mama.
Sesampainya dirumah Deri… “Tok tok tok.” Aku mulai mengetuk pintu rumah Deri yang terbuat dari kayu jati yang tebal dan kuat itu. “Assalamualaikum… .” Salamku, tak ada seorang pun yang menjawab. Kucoba sampai ke 2 kalinya, dan akhirnya pintu terbuka. “Waalaikumsalam.” Jawab Deri. Aku tak sanggup melihat wajah Deri yang selama ini aku anggap malaikat, tapi sebenranya nusuk. Aku langsung menemui ayahnya di kamar. “Malam ayah, gimana keadaan ayah?” tanyaku lembut. “ayah tidak apa-apa kok, ayah baik-baik saja.., kamu kemana saja Fina?? Ayah Kangen sama kamu... .” Jawab ayah Deri. Ternyata Deri hanya bersandiwara, katanya ayahnya sakit, tapi nyatanya sehat-sehat saja. Ya Allah, apa yang sedang direncanakan lelaki ini lagi, aku sudah capek jadi korban PHP!. “Loh kok malah diam?” Tanya ayah. “ Aah, nggak ayah, aku juga kangen sama ayah, makanya aku datang malam ini. “ Jawabku penuh keheranan. “Besok kita makan malam bersama lagi yuk, ayah sudah ajak Deri dan keluarga untuk segera melamarmu” terang ayah. “Apa?????? “ Mulutku terbuka lebar, seketika bengong. Sejauh inikah, misi Deri kepadaku??? Ini sungguh tak kukira. Setelah berbincang-bincang dengan ayah Deri cukup lama, aku pun pamit pulang, karena hari sudah larut malam. “Ayah, ini sudah larut malam, aku pulang dulu ya ayah..” Pamitku sambil mencium tangan ayah Deri. “Iya sayang, hati-hati ya.. Der.. Deri antar Fina pulang dulu!” Pinta ayah Deri. “Tak usah ayah, aku bisa sendiri kok” pintaku. “Eeh, gak baik perempuan pulang sendirian malam begini.” Paksa ayah Deri.
Karena kemauan ayah Deri, aku pun menurutinya, dan pulang bersama Deri. Tetapi, belum setengah jalan, aku memintanya untuk menurunkanku. “Udah di sini aja nganterinnya!” Pintaku. “Lho tapi kan ini masih jauh Fin, lagian kan ayah nyuruh gue buat anter lo sampe rumah” timpal Deri. “Kataku stop ya stop!” Ucapku dengan nada tinggi. “Elo kenapa sih Fin? Kok elo berubah jadi kasar gini!” Tanya Deri sambil mengerem mendadak seperti kejadian beberapa hari yang lalu. “Apa?? Kamu tanya aku berubah? Kamu sendiri apa? Kamu udah bikin sakit hati aku? Di saat aku udah mulai suka sama kamu, kamu ninggalin aku gitu aja kayak sampah! Itu yang kamu pikir berubah, hah? “ Jawabku dengan nada marah dan kesal. “iya oke, maafin gue, gue khilaf Fin, gue baru sadar, kalau lo yang terbaik buat gue! “ Jelas Deri. “Kamu mesra-mesraan di depan aku, kamu bergandengan di mall sama perempuan lain, kamu cuekin aku, aku tuh sakit Der, aku korban PHP kamu Der, aku coba buat move on dari kamu, tapi apa nyatanya?? Kamu dengan enaknya datang dan ayah kamu bilang, besok kamu ngelamar aku?? Ini tuh hati Der, bukan dunia fantasi yang bisa kamu mainin..!” Luapan marahku sepertinya sudah terlepas di dalam mobil 4 mata dengan Deri. Deri hanya bisa terdiam tak mengeluarkan sepatah katapun. “Oke, yang lalu biarkan yang lalu, bye Deri!” Pamitku sambil berlalu meninggalkan Deri yang sedang meratapi sikapnya itu di dalam mobil sendirian. Dengan rasa kesal dan marah, aku jalan dan menyebrang. Seketika itu, mobil tanker berukuran besar itu melaju dengan kecepatan tinggi, hingga aku tertabrak dan terpental jauh dari tempat tadi bersama Deri. suara ledakan tanker yang sangat mengerikan, tersembur dari dalam mobil tanker yang berisi bahan bakar itu. “Finaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…..” Deri teriak histeris sambil menangis. Melihat tubuhku yang berbalut dengan kain yang berlumur darah di sekujur tubuhku. Iya itu aku, aku akhirnya mengakhiri helaan nafasku setelah aku menyelesaikan masalah korban PHP ku. Kini aku menyusul papa yang sedang menungguku di sana. Kini tinggallah mama sendiri di rumah, menyaksikan 2 orang yang dicintainya, telah dahulu meninggalkanya
. Setelah seminggu aku dimakamkan, ayah Deri dan Deri berkunjung kerumah dan melamar mama untuk menjadi istri ayah Deri sekaligus mama untuk Deri. Ternyata, keinginan ayah Deri itu berbalik 180 derajat dari yang direncanakan ayah Deri juga misi Deri. Di sini aku bisa melihat, Deri menempelkan sebuah kertas di kamarnya yang bertuliskan “Gue Janji Fin, Gak Akan Buat Lo Kecewa, Gak Akan PHP in Cewek Lagi, I love You Very Much Fina Chandrawinata”
Alamat: KSB. Permata Hijau Blok H/3
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !