Mencuci Tikar
Karya: Aosin
Suwadi
Sudah
lima hari Jahidi mengikuti kegiatan Diklat di tingkat provinsi yang diikuti
oleh 285 orang, terdiri dari guru SD, SLP dan SLA. 46 peserta Diklat tersebut
berasal dari komplek tempat tinggal Burhan. Hari-hari pertama sampai dengan
hari kedua, stuasinya biasa-biasa saja. Sesama peserta penataran belum terlihat
keakrabannya. Mulai hari ketiga mereka menjadi teman akrab. Sesama teman, mereka
tidak sungkan-sungkan menceritakan keluarganya. Bahkan mereka tidak kelihatan
mengelompokkan dirinya berdasar jenjang pendidikan tempat mereka bertugas.
Mereka semua berbaur.
Pada
hari ketujuh situasi dan kondisi mulai berubah. Di ruangan tempat tidur mereka
selalu berkelakar yang menggambarkan kerinduan kepada masing-masing istrinya.
Setiap obrolan temanya selalu dikaitkan dengan kerinduan kepada keluarga
(alasannya). Semua pekerjaan yang ditugaskan oleh penatar, dikerjakan seperlunya.
Kondisi seperti itu terjadi hingga larut malam, sampai akhirnya volume suara obrolan
mereka mengecil. Dan tanpa disadari satu demi satu mereka tertidur.
Sampailah
kegiatan mereka pada hari terakhir. Diruangan diklat selalu terdengar suara
gemuruh peserta mengalahkan suara pemateri. Waktu istirahat (coffy break) lebih
ramai lagi. Bahkan materi terakhir tidak disajikan oleh pemateri, karena
kegaduhan peserta tidak dapat dikendalikan. Karena penyaji sudah sangat
profesional, maka dia tidak kehilangan akal, disajikanlah dongeng yang
berhubungan dengan kegaduhan peserta, sambil sesekali diselingi substansi
materi Diklat.
Ketika pulang
dari Diklat selama sepuluh hari, Burhan disambut dengan luapan kerinduan oleh
ketiga orang anaknya, hingga dia tida bisa meluapkan kerinduan pada istrinya. Anak
kesatu Burhan baru berumur sebelas tahun, anak kedua berumur delapan tahun, dan
anak ketiga berumur lima tahun. Ketiganya selalu bermain di dekat ayah dan
ibunya. Burhan mencoba menyiasatinya dengan memberi uang jajan yang lebih besar
dari biasanya. Ketiga anaknya bergegas pergi ke warung, Burhan masuk ke kamar
tidurnya dengan harapan anaknya akan berlama-lama jajan di warung. Baru juga
beberapa menit Burhan masuk kamar, ketiga anaknya berlarian menuju kamar Burhan
sambil memakan jajanannya. Burhan mencoba dengan strategi yang lain, yaitu
membelikan sukro kemudian ditebarkan di lantai ruangan tamu, dengan harapan
mendapat kesempatan yang lebih lama tidak diganggu oleh anak-anaknya. Strategi
ini juga tidak berhasil, karena hanya butuh beberapa menit sukro telah
dikumpulkan oleh ketiga anaknya dengan menggonakan sapu. Hampir saja Burhan
kahabisan akal dan putus asa. Setelah berpikir beberapa saat Burhan mendapat
ide baru.
Burhan
|
:
|
“Mes... Mes... sini sebentar!!” (Memanggil anak sulungnya dengan nada yang
agak geram)
|
Memes
|
:
|
“Ya... ada apa pah”
|
Burhan
|
:
|
“Memes ajak adik-adikmu pergi ke kali, cuci
baju-baju yang kotor!”
|
Memes
|
:
|
“Pah...... kan tadi pagi udah dicuci!” (Terheran-heran)
|
Burhan
|
:
|
“Cari yang kotor!”
|
Memes
|
:
|
(pergi ke
ruang belakang mencari baju kotor)
|
Burhan
|
:
|
(Masuk kamar
menemui istrinya yang sejak tadi tidak keluar)
|
Memes
|
:
|
“Ga ada Pah, sudah dicuci semua!”
|
Burhan mengelap keringat
yang membasahi dahinya, sambil mencari ide baru. Hampir saja dia putus asa
untuk kedua kalinya. Kemudian dia pergi ke kamar tidur anaknya sambil
mengendus-ngendus. Dia mengambil tikar dan menciumnya.
Burhan
|
:
|
“Mes, ajak adik-adikmu, nih cuci tikar di kali!”
|
Memes
|
:
|
“Yaaa Paaapah!
(Berangkat ke kali sambil
menggerutu)
|
Burhan
|
:
|
“Mah....! (Memanggil
istrinya dengan nada beda dari biasanya)
|
Sita
|
:
|
“Papah tega! Masa Memes suruh nyuci tikar sore-sore! (Pura-pura tidak mengerti)
|
Burhan
|
:
|
“Jagan suka gitu aaaaah!”
|
Sita
|
:
|
“Takut Pah!”
|
Burhan
|
:
|
“Takut kenapa? Di rumah sendiri kok takut!”
|
Sita
|
:
|
“Takut kaya tadi, tiba-tiba anak-anak masuk kamar.”
|
Burhan dan Sita
|
:
|
(Bercengkrama dan bersenda gurau
sambil bermanja-manja di kamar)
|
Memes
|
:
|
“Pah... Paaah!” (dengan
nada tingi melengking)
|
Burhan dan Sita
|
:
|
(Terkaget-kaget
sambil merapikan pakaianya)
|
Burhan
|
:
|
Kenapa pulang lagi, itu tikarnya kan belum dicuci!” (Dengan nada agak marah)
|
Ketiga anaknya
|
:
|
(Menjawab serempak) “Kalinya
penuh ga kebagian tempat!”
|
Burhan
|
:
|
“Penuh kenapa!
|
Ketiga anaknya
|
:
|
(Menjawab
serempak) “Semuanya pada nyuci tikar pah !”
|
Akhirnya
Burhan dan Sita membatalkan niat untuk meluapkan dan menumpahkan masing-masing
cairan kerinduanya. Mereka keluar dari kamar sambil menymbunyikan kekesalannya.
http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/03/17/mencuci-tikar-642167.html
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !