Headlines News :
Home » » It’s My First Naik Angkot, not My First Salah Angkot

It’s My First Naik Angkot, not My First Salah Angkot

Diposting Oleh aosin suwadi pada Senin, 24 Februari 2014 | 11.32

Karya : Fitriyani
Kelas XII IPA 2 SMA Negeri 6 Kota Serang

Hari itu, aku bangun lebih siang daripada sebelumnya, karena semalam, aku seperti di nina bobokan oleh cuaca yang sangat mendekap. Hujan turun begitu derasnya, membuat tidurku semakin terlena dan terlelap. Ditambah gemuruh air yang turun dari genting, membuat suara mama yang berusaha membangunkanku tak terdengar. “Apaaaaa????” Suaraku terdengar keras, karena kaget kalau jam wecker Donald Bebekku menunjukkan angka 06:30. “Makanya, kalau tidur jangan kayak kebo, kesiangan kan???” Ledek adikku yang masih berusia 12 tahun. “Biarin,  yang kesiangan kan kakak bukan kamu! Udah sana berangkat!” Jawabku dengan nada tegas. “Dih, nyuruh Nadia berangkat, kakaknya sendiri belum ngapa-ngapain” Jelas adikku, yang ingin berangkat bareng denganku. “Nad, kayaknya kakak gak akan bawa motor deh, kamu bareng sama jemputan aja ya..” Terangku. “Ya udah deh, Nadia bareng sama Mang Nunu aja.” Jawab adikku sambil berlalu meninggalkan kamar.

Jika cuaca hujan seperti ini, aku paling gak mau bawa motor ke sekolah, karena kondisi tanah sekolahku yang masih bertanah merah. Jadi, kalau turun hujan, tanah merah itu terasa lengket dan susah untuk dilewati motor. Apalagi kalau teringat kejadian yang menimpa temanku yang sekarang duduk di kelas XII IPS itu, Namanya Surnah, murid paling nekat sedunia. Apa yang menurut orang gak bisa dilakkan, buat Surnah, itu menjadi hal yang sepele. Sampai suatu saat, hujan turun begitu deras, Surnah tetap nekat bawa motor ke sekolah. Alhasil Surnah terpeleset ditanah merah yang lengket itu, baju putihnya terdominasi oleh warna tanah merah. Motor matic pink kesayangannya pun berubah warna jadi merah. “Hai you, Sur… .” Sapa teman bule ku, yang kebetulan baru pindah dari Amerika sebulan yang lalu. “Ya, sure lah, liat aja tuh kotor semua.” Jawab temanku yang tak nyambung dengan pertanyaan Chelsea. Padahal, Chelsea hanya ingin menyapa Surnah dengan nama “Sur”, tapi Surnah malah menganggap kalau “Sur” itu “Sure” yang artinya yakin. “Heiii… may I help you Sur?” Tawar Chelsea pada Surnah. “Tuh kan, bilang tentu lagi, aah gak taulah.” Cetus Surnah yang lagi-lagi tak nyambung. Sambil mengerutkan keningnya, Surnah membangunkan motor matic pink nya dari kumparan tanah merah. Berulang kali Surnah membangunkan motor nya, tapi Surnah selalu tergelincir, karena sangat lengketnya tanah merah itu. Suasana pagi itu sangat ramai, karena semua teman-temanku tertawa terbahak melihat kelakuan Surnah yang menggelitik.  Itu salah satu alasanku tak berani bawa motor ke sekolah, jika turun hujan deras. 

Aku bergegas pergi sekolah, karena jam tanganku menunjukkan angka 07:00. Itu artinya, 15 menit lagi bel masuk kelas berbunyi. Aku terburu-buru, sampai tak gosok gigi. “Maaah, aku berangkat, tapi ojeknya gak ada ... .” Keluhku. “Ya sudah mama telpon Mang Amri dulu, biar bisa antar kamu. Jawab mamah, tenangkan hatiku yang sejak dari tadi tak karuan karena takut kesiangan. “Ok mah!” Jawabku sedikit tenang. Lima menit kemudian, datanglah Mang Amri menjemputku. ”Sayaaang, mang Amri sudah datang, ayoo berangkat. Ajak mamah. “Iyaa maah, Fina berangkat dulu ya mah.” Pamitku sambil cium tangan dan kening mama. “Iyaa hati-hati..” Jawab mama lembut. 

Akhirnya, pagi itu aku tak kesiangan, karena  mang  Amri bawa motornya sangat ngebut sekali. Aku bisa belajar dengan teliti, meski di dalam pikiranku masih ada yang mengganjal. “Pulang sekolah, aku naik apa?”  Tanyaku dalam hati. “Fin, kamu gak bawa motor?” Tanya Uni teman sebangku Rifa. “Iya, aku gak bawa motor, aku takut kejadian Surnah menimpaku. Heheehe.” Jawabku cengengesan. “Hahhaa, sudahlah, jika mengingat tentang itu, aku selalu tertawa dan ingin buang air kecil.” Jawab Uni sambil menutup mulutnya karena tertawa. Aku hanya bisa ikut tertawa meski ongkos di sakuku tinggal Rp. 8000,- lagi, karena pagi itu terlalu terburu-buru, jadi aku lupa meminta uang jajan ke mamah

 Tak terasa lima belas menit lagi, bel pulang berbunyi. “Kamu pulang sama siapa?” Tanya Ratna, teman sebangkuku. “Iya nih, aku bingung… .” Jawab ku dengan nada lemas. “Sudah, kamu naik angkot saja sama saya.” Tawar Ratna. “Mmm tapi aku malu, bawaanku kan banyak, bawa ini lah, itu lah. Kalau aku naik angkot, nanti yang ada, aku disangka jualan.” Jalasku. “Sudah, kan ada saya… .” Ucap Ratna yang berusaha menenangkanku. “Tapi kan jalur kita beda, kamu ke selatan, sedangkan aku ke utara.” Jawabku yang masih bingung. “Tenang, sebelum ada angkot yang menuju ke utara, saya gak akan ninggalin kamu deh.” Jawab Ratna. “Mm, gimana ya… kalau naik angkot takut dikira jualan, tapi ongkosnya murah. Kalau naik ojek, gampang. Tapi uangnya gak cukup.” Pikirku dalam hati. “Yaudah deh.” Jawabku. “Kriiiiiing kriiingg” suara bel pulang terdengar  nyaring. Murid-murid berhamburan pergi meninggalkan kelas, begitu pun aku dengan Ratna, yang akan pulang bareng naik angkot. 
 
“Nah, itu angkotnya sudah datang, ayo naik Fin.” Ajak Ratna. Dengan ragu-ragu, aku naik angkot berwarna bitu langit itu. “Rat, aku ragu!” Keluhku. “Aduuh kamu ini gimana, kita sudah naik angkotnya, kamu mau turun lagi?” Tawar Ratna, seolah kesal padaku. “Tapi aku takut`” Jawabku sambil mengerutkan kening. Angkot yang di tumpangiku dan Ratna segera melaju. “Aduuh Rat, kayaknya aku turun aja deh.” Pintaku pada Ratna. “Ya sudah, kiri-kiri mang`” Ratna berhentikan angkot. “Ayo Fin, turun, jangan lupa, Ongkosnya. ” Jelas Ratna padaku. “aduuuh, kok aku disuruh bayar sih, uang aku kan pas-pasan. ” Jelasku dalam hati. “Mmm, gak jadi deh Rat, aku naik angkot bareng kamu aja.” Jawabku malu, karena mata para penumpang angkot  tertuju padaku. “Neng, jadi turun gak nih? Mamang mau kejar setoran!” Tanya mamang Supir padaku. “Nggak mang, gak jadi.” Jawabku tersipu. Ratna hanya tersenyum melihat kelakuanku yang ragu itu. “Kenapa gak jadi turun Fin?” Tanya Ratna. “Nggak!” Cetusku. “Fin, bentar lagi sampai, siapkan ongkosmu!” Pinta Ratna. “Berarti, angkot kedua, aku harus sendirian dooong??” Tanyaku pada Ratna yang dari tadi ngemil jajanan. “Iya lah, udah lah jangan takut gitu…. ” Jawab Ratna. 

“Sekarang, kamu nyebrang ke arah utara yah. Saya disini, mengawasimu.” Jelas Ratna. “Iyaa, kamu tunggu aku sampai naik angkot lagi ya ... .” pintaku. “Iya ... sudah sana.” Pinta Ratna. Aku mengikuti instruksi dari Ratna. Belum 5 menit aku sampai di sebrang, kulihat Ratna yang tak kunjung terlihat batang hidung nya. “Iiiih, tega bangeeet Ratna.” Keluhku dalam hati. Aku kebingungan, angkot apa yang harus aku naiki. Entah angkot warna biru muda atau biru tua, tapi setahu aku, angkotnya sama saja warnanya begitu semua. Aku coba bertanya pada angkot yang setiap kali melewatiku. “Mang, Komplek Bunga?” Tanyaku, “bukan neng” jawab mamang angkot sambil berlalu. 

Lima belas menit aku menunggu angkot di lampu merah, sampai akhirnya, tiga menit kemudian, datanglah angkot yang searah denganku. Aku mulai naik angkot, dan duduk dekat pintu. Di dalam angkot itu hanya terlihat 2 wanita saja, sepertinya mau kuliah, karena tampangnya seperti anak kost-an. Aku tersenyum pada kedua wanita itu. Hatiku tak begitu risau, karena angkot yang ditumpangiku hanya berisikan 3 orang penumpang saja, jadi aku tak perlu takut dikira mau jualan. Lima menit aku berada di dalam angkot, tidak begitu buruk seperti yang aku bayangkan. Tak ada yang menggodaku, dan tak ada yang mengusikku. Aku hanya duduk manis menunggu angkot yang melaju ke arah rumahku. 

Tak lama kemudian, aku akan sampai ke tujuanku. Aku berkata seperti Ratna tadi. “Kiri-kiri!” Ucapku pada supir angkot. Setelah angkot berhenti, aku sapa 2 wanita itu. “Mari kak, duluan!” Sapa ku. “Iya hati-hati!” Jawab salah satu gadis itu. “Iya, makasih!” Jawabku tersenyum. “Iya sama-sama!” Lagi-lagi gadis itu menjawab. “Iya ... ! Jawabku terheran-heran. “Iya,..” Jawab wanita itu, sampai-sampai aku lupa  kalau aku mau turun. “Neng! Mau turun gak??  Lama bangeeet turunnya, kalau mau pedekate jangan di angkot dong! Gak modal bangeet!” Aku ditegur supir angkot sambil marah. “Iya mang .,. ,” Jawabku. “Iyaa… .” Lagi-lagi wanita itu menyambar omonganku dengan kata “iya.” “Iya iya aja, hayoo turun!” Tegur supir angkot untuk kedua kainya. Aku bergegas untuk turun dari angkot itu, dan membayar uang Rp. 2000,- pada supir angkot.
Setelah turun dari angkot, aku melihat bacaan yang tertera di belakang kaca mobil itu, tidak terlalu besar tulisannya, tapi masih terlihat dan terbaca oleh mataku.  Ternyata mobil angkot itu “Jemputan Khusus Siswa SLB.” Aku terkaget-kaget melihatnya, sampai-sampai napasku terasa sesak. Mulutku terus terbuka, mataku tak berkedip, karena baru kali ini aku naik angkot yang salah. Ternyata dugaanku salah, aku kira 2 wanita itu anak kuliahan, ternyata murid SLB.

Sesampainya dirumah, aku langsung ceritakan kejadianku pada mamah, papa dan Nadia. Mereka tertawa sampai menggelitik mendengar kejadian yang menimpaku. “Ini, my first naik angkot, bukan my first salah angkot. Hahaha.” Aku, mamah, papa, dan Nadia tertawa bersama di teras rumah.









Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi