Engkaulah Nafasku
Oleh: Deasy Puspitasari
Kelas XI IPS 3 SMAN 6 Kota Serang
14 Juni 2013 pukul 15:57
14 Juni 2013 pukul 15:57
Sumber: http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/01/29/engkaulah-nafasku-631394.html
Aku As-Syafa Nur Khansa. Aku adalah siswi kelas X di salah satu sekolah
favorit di Kota Serang. Aku ditakdirkan memiliki tubuh yang nyaris sempurna. Tinggiku
170 cm dan berat badanku 55 kg. Aku memiliki wajah anggun disertai hidung
mancung dan mata yang indah. Dan aku juga memiliki rambut yang panjang dan
selalu kuurai setiap saat.
*****
Hari ini matahari telah memancarkan sinarnya dengan sempurna. “Tap.. tap.. tap..”
Aku mulai melangkahkan kakiku ke luar rumah. “Umi, aku berangkat ya. Dadah.”
Aku melambaikan tangan dan pergi menuju sekolah. Umi hanya mengusap dada sambil
menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat kelakuanku. “Assalamu’alaikum, Nak. Bukan
ucapan seperti tadi.” Ujar umi tapi aku tak menghiraukannya, aku tetap berjalan
meskipun aku mendengar apa yang umi ucapkan barusan. “Sudahlah, Mi. Biarkan
saja. Hati dia mungkin telah mengeras seperti batu.” Ujar Kak Fakhri.
Dzifakhri Ad-Dzikri adalah kakak lelakiku satu-satunya. Ia adalah sosok yang
taat beribadah,sering sekaliaku melihat ia sedang melaksanakan shalat malam dan
aku juga sering mendengar ia melantunkan ayat suci Al-Qur’an. “Iya, tapi umi
merasa gagal menjadi ibu. Umi tak bisa mendidiknya dengan benar dan islami.” Ujar umi sambil memandang pepohonan yang
sengaja ditanam sejak tujuh tahun yang lalu. “Umi nggak gagal menjadi ibu. Diri
Syafa yang salah. Ia terlalu membatasi interaksinya dengan Allah. Suatu saat
mata hatinya pasti terbuka. Tugas kita hanyalah mengingatkan dan
mendo’akannya.” Ucap Kak Fakhri dengan nada lembut sambil membelai pundak umi.
*****
Sesampainya di sekolah aku langsung
menyapa teman-temanku. “Hai guys.”
“Hai,Syafa. Gila makin cantik aja ya kamu.” Ujar salah satu teman lelakiku.
“Ahaha biasa aja kali.” Ucapku sambil menepuk pundaknya. Lalu aku melangkahkan kaki ke tempat duduk. Aku baru lima bulan menjadi penghuni kelas ini, kelas yang membuat aku menjadi semakin nakal. Banyak anak lelaki yang sering mengajakku bolos atau jalan sepulang sekolah. “Cantik, pulang sekolah jalan yuk?” Ujar Arya sambil mencolek daguku.
“Kemana, Ya?” Tanyaku sambil memberikan senyum yang menggoda iman.
“Ke caffe Violet aja.” Arya tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ok. Ok.” Aku mengangguk.
“Hai,Syafa. Gila makin cantik aja ya kamu.” Ujar salah satu teman lelakiku.
“Ahaha biasa aja kali.” Ucapku sambil menepuk pundaknya. Lalu aku melangkahkan kaki ke tempat duduk. Aku baru lima bulan menjadi penghuni kelas ini, kelas yang membuat aku menjadi semakin nakal. Banyak anak lelaki yang sering mengajakku bolos atau jalan sepulang sekolah. “Cantik, pulang sekolah jalan yuk?” Ujar Arya sambil mencolek daguku.
“Kemana, Ya?” Tanyaku sambil memberikan senyum yang menggoda iman.
“Ke caffe Violet aja.” Arya tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ok. Ok.” Aku mengangguk.
*****
“Teeeetttttt.” Bel pulang berbunyi.
Semua siswa berhamburan keluar kelas, tapi tidak denganku. Aku masih ingin
berlama-lama duduk di kelas.Tiba-tiba Aida mendekatiku. Aida adalah teman
sekelasku yang tak pernah bosan menasehatiku. Ia sangat baik padahal aku sering
menyakitinya.“Syafa,belum pulang? Mau bareng nggak?” Ujarnya sambil
mendekatiku.
“Heh kalau aku udah pulang ya aku nggak bakal ada disini.” Jawabku sambil membentak dan menggebrak meja. Aida sangat terkejut melihat apa yang akulakukan barusan. Ia hanya diam sambil menunduk. “Kenapa diam?T akut? Oh iya tadi ngajak pulang bareng ya? Aku nggak sudi pulang bareng orang yang pakaiannya kayak nenek-nenek. Memalukan!” Aku tertawa jahat dan pergi meninggalkannya. Aku menyebutnya seperti nenek-nenek karena ia menggunakan kerudung tebal sampai menutupi pinggulnya. Konyol, jaman sekarang masih ada ya orang yang sepertidia? Hahaha.
“Heh kalau aku udah pulang ya aku nggak bakal ada disini.” Jawabku sambil membentak dan menggebrak meja. Aida sangat terkejut melihat apa yang akulakukan barusan. Ia hanya diam sambil menunduk. “Kenapa diam?T akut? Oh iya tadi ngajak pulang bareng ya? Aku nggak sudi pulang bareng orang yang pakaiannya kayak nenek-nenek. Memalukan!” Aku tertawa jahat dan pergi meninggalkannya. Aku menyebutnya seperti nenek-nenek karena ia menggunakan kerudung tebal sampai menutupi pinggulnya. Konyol, jaman sekarang masih ada ya orang yang sepertidia? Hahaha.
*****
“Oh iya aku lupa.Arya dimana ya?” Batinku. Lalu aku langsung mengirim SMS
padanya.
To Arya: Ya, ada dimana? From Arya: Di parkiran depan. Cepat kesini! Setelah itu aku langsung melangkahkan kaki menuju parkiran sekolah. Tap...tap...tap.... Aku melangkah dengan semangat sambil terus mengumbar senyum. Bahagianya diriku, meski banyak orang yang mencibirku dan banyak orang yangmembenciku hanya karena tingkah laku dan cara berpakaianku. ”Suka-suka aku”. Hidup ini cuma satu kali. So, nikmati aja hahaha.’ Setelah berjalan tujuh menit melewati koridor sekolah, akhirnya aku tiba di tempat parkir. Mataku langsung tertuju pada sesosok lelaki tampan yang sedang duduk di motornya. ‘Ganteng banget dia.’ “Hei. Ayo naik!” Ujarnya sambil memandangku. Aku hanya bisa mengangguk seolahmengiyakan perintahnya. Setalah itu kami langsung menuju Caffe Violet.
To Arya: Ya, ada dimana? From Arya: Di parkiran depan. Cepat kesini! Setelah itu aku langsung melangkahkan kaki menuju parkiran sekolah. Tap...tap...tap.... Aku melangkah dengan semangat sambil terus mengumbar senyum. Bahagianya diriku, meski banyak orang yang mencibirku dan banyak orang yangmembenciku hanya karena tingkah laku dan cara berpakaianku. ”Suka-suka aku”. Hidup ini cuma satu kali. So, nikmati aja hahaha.’ Setelah berjalan tujuh menit melewati koridor sekolah, akhirnya aku tiba di tempat parkir. Mataku langsung tertuju pada sesosok lelaki tampan yang sedang duduk di motornya. ‘Ganteng banget dia.’ “Hei. Ayo naik!” Ujarnya sambil memandangku. Aku hanya bisa mengangguk seolahmengiyakan perintahnya. Setalah itu kami langsung menuju Caffe Violet.
Aryamemacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi hingga membuat
rambutkuacak-acakan. Keadaan jalan siang ini bisa dibilang cukup ramai. Tapi
nyali Aryasangat hebat, ia berani menerobos kendaraan-kendaraan yang
menghalanginya. Tapi tiba-tiba...........Jderrrrr.. Bruggg. Motor yang
dikendarai Arya menabrak motor yang hendak menyebrang. Sekarang aku hanya tergletak
lemah di pinggirjalan dengan darah segar yang terus memancur dari kepalaku.
Beberapa saat kemudian aku tak sadarkan diri. Dan Arya pun terus merintih
kesakitan karena kakinya tertindih badan motornya. “Ahh to...to...tolong!” Terdengar suara getir Arya. Semua orang yang
melihat kejadian itu langsung berkerumun di TKP“ Ayo cepat bawa mereka ke rumah
sakit.” Ujar seorang gadis cantik yang menggunakan khimar putih. Dia adalah
Aida, ya Aida Islamiya teman sekelasku. Ternyata diam-diamAida mengikutiku
sejak aku keluar kelas. “Ayo cepat.
Cepat tolong mereka.” Aida semakin khawatir melihat keadaanku dan Arya.
****
****
Selama lima jam aku tak sadarkan diri, sekarang
aku sudah bisa membuka mata walaupun pandanganku masih samar-samar. “Ada dimana
aku?” Desisku. “Kamu ada di rumah sakit,Nak.” Ujar wanita paruh baya yang sedari
tadi menemanidan menjagaku. “Tadi kamu kecelakaan di jalan Puspita.” Sambung
Aida. “Awwww.” Rintihku ketika memegang kepala.
‘Sebenarnya aku ada dimana? Mengapa tadi aku melihat taman yang sangat indah dan dipenuhi berbagai macam bunga tapi aku tak bisa menyentuh, memetik dan mendekatinya. Aku juga melihat perempuan-perempuan cantik yang menggunakan pakaian seperti Aida, kerudung tebal dan panjang dilengkapi baju panjang yang tak terpotong (Jilbab maksudnya) lalu perempun itu berkata “Tutuplah auratmu sebelum auratmu ditutup kain kafan!” Itu adalah kata-kata yang membuatku bingung.’ Gumamku. Ternyata Umi mendengar apa yang aku ucapkan tadi lalu iaberkata “. Nak,sudah saatnya kamu memperbaiki akhlakmu dengan berhijab.” Ucap Umisambil membelai kepalaku dengan tulus. Di matanya terpancar sebuah harapan besar. Mungkin beliau berharap aku segera bertaubat.
‘Sebenarnya aku ada dimana? Mengapa tadi aku melihat taman yang sangat indah dan dipenuhi berbagai macam bunga tapi aku tak bisa menyentuh, memetik dan mendekatinya. Aku juga melihat perempuan-perempuan cantik yang menggunakan pakaian seperti Aida, kerudung tebal dan panjang dilengkapi baju panjang yang tak terpotong (Jilbab maksudnya) lalu perempun itu berkata “Tutuplah auratmu sebelum auratmu ditutup kain kafan!” Itu adalah kata-kata yang membuatku bingung.’ Gumamku. Ternyata Umi mendengar apa yang aku ucapkan tadi lalu iaberkata “. Nak,sudah saatnya kamu memperbaiki akhlakmu dengan berhijab.” Ucap Umisambil membelai kepalaku dengan tulus. Di matanya terpancar sebuah harapan besar. Mungkin beliau berharap aku segera bertaubat.
Flash back on:
“Nak, kamu
sudah baligh. Pakailah pakaian yang syar’i.” Ujar Umi ketika masuk kamarku. “Ah
apaan sih masa harus pakai pakaian kayak nenek-nenek gitu ditambah kerudung
panjang dan tebal. Di Indonesia itu panas, Mi. Lagian sekarang masihjaman ya
pakai pakaian kuno kayak gitu? sekarang tuh lagi jamannya pakai pakaian you
can see. Itu jauh lebih keren!” Bentakku.
“Astaghfirullah. Hijab itu pelindung, Nak. Pelidung diri dari mata lelaki. Ya di Indonesia memang panas,tapi kamu akan merasa jauh lebih panas di neraka.” “Berisik! Ngomong aja ni sama sepatuku!” Bentakku sambil melempar sepatu ke arah Umi. “Syafa! Sadar. Umi adalah ibu yang melahirkan kita. Ibu yang rela mempertaruhkan nyawanya demi mendengar dan melihat darah dagingnya. Umi membesarkan kita dengan jutaan peluh. Umi kita, nafas kita. Kamu benar-benar tak tau terim akasih!” Ujar Kak Fakhri sambil menatapku dengan tajam. Jujur, baru kali ini aku melihat ia marah. Mungkin tingkahku sudah keterlaluan sampai membuatnya tak bisa menahan amarah. “OH.” Aku hanya beroh ria.
“Astaghfirullah. Hijab itu pelindung, Nak. Pelidung diri dari mata lelaki. Ya di Indonesia memang panas,tapi kamu akan merasa jauh lebih panas di neraka.” “Berisik! Ngomong aja ni sama sepatuku!” Bentakku sambil melempar sepatu ke arah Umi. “Syafa! Sadar. Umi adalah ibu yang melahirkan kita. Ibu yang rela mempertaruhkan nyawanya demi mendengar dan melihat darah dagingnya. Umi membesarkan kita dengan jutaan peluh. Umi kita, nafas kita. Kamu benar-benar tak tau terim akasih!” Ujar Kak Fakhri sambil menatapku dengan tajam. Jujur, baru kali ini aku melihat ia marah. Mungkin tingkahku sudah keterlaluan sampai membuatnya tak bisa menahan amarah. “OH.” Aku hanya beroh ria.
Flash back off
“Haha berhijab? Aku masih ingin menikmati masa mudaku.
Aku tak ingin menggunakan kerudung itu!” Bentakku. Umi tak kuasa menahan
air mata melihat anak perempuannya seperti itu. “Kamu mau merasakan sakit dan
panasnya api neraka?” Ucap Kak Fakhri. “Haha yasudahlah tolong pesankan aku
tempat di neraka!” Aku tertawa sinis.“Sudahlah kalian jangan berisik aku mau tidur.” Lanjutku.
Detik-detik berikutnya suasana menjadi hening. Umi dan Kak Fakhri
meninggalkan ruangan tempat aku berbaring saat ini. Kini tinggal Aida yang
setia menemaniku.
Tiba-tiba dokter masuk untuk memeriksa keadaanku. Dan dokter itu terlihat kaget ketika memeriksaku. Apa yang terjadi? Jantungku berhenti berdetak dan aku takbisa menghembuskan nafas lagi. “Astaghfirullah. Nak,Tolong panggilkan orang tuanya. ”Perintah sang dokter pada Aida. Lalu Aida langsung memanggil Umi dan Kak fakhri yang sedang duduk diteras rumah sakit. “Kak, ayo cepat masuk.” Ucap Aida tergesa-gesa.
“Ada apa Aida?” Tanya Umi sambil berjalan mengikuti Aida dan Kak Fakhri. “Innalillahi.” Ucap semuanya katika mendengar pernyataan yang mengejutkan darisang dokter.
Tragis. Aku ternyata tak bisa bangun lagi. Aku menemui ajalku dalam keadaan memesan neraka dan durhaka terhadap Ibu. Sebuah akhir yang menakutkan. Meninggal dalam kondisi menantang Allah.
Tiba-tiba dokter masuk untuk memeriksa keadaanku. Dan dokter itu terlihat kaget ketika memeriksaku. Apa yang terjadi? Jantungku berhenti berdetak dan aku takbisa menghembuskan nafas lagi. “Astaghfirullah. Nak,Tolong panggilkan orang tuanya. ”Perintah sang dokter pada Aida. Lalu Aida langsung memanggil Umi dan Kak fakhri yang sedang duduk diteras rumah sakit. “Kak, ayo cepat masuk.” Ucap Aida tergesa-gesa.
“Ada apa Aida?” Tanya Umi sambil berjalan mengikuti Aida dan Kak Fakhri. “Innalillahi.” Ucap semuanya katika mendengar pernyataan yang mengejutkan darisang dokter.
Tragis. Aku ternyata tak bisa bangun lagi. Aku menemui ajalku dalam keadaan memesan neraka dan durhaka terhadap Ibu. Sebuah akhir yang menakutkan. Meninggal dalam kondisi menantang Allah.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !