Headlines News :
Home » » Amplop Putih

Amplop Putih

Diposting Oleh aosin suwadi pada Kamis, 17 Januari 2019 | 19.06


Amplop Putih
Karya: Cici Erdayani
Kelas XII MIPA 5 Tahun Pelajaran 2018/2019
Namaku Cinta, lahir di Lampung, 15 April 2001. Saat ini aku berusia 17 tahun, dan bersekolah di salah satu SMA di Jakarta. Aku mempunyai beberapa hobi yaitu swimming, reading a book, and listening to the music.

Matahari pagi ini sangat cerah, aku berangkat kesekolah sangat pagi. Karena aku takut terlambat mengikuti upacara. Dan aku malas menerima hukuman yang biasa diberikan oleh pembina OSIS.
"Pagi Cintaku." Aku terkejut mendengar suara seseorang yang tiba-tiba berada di sampingku. Ternyata Sava, sahabatku.  "Pagi juga!" Jawabku sambil tersenyum padanya. Sava orangnya baik, cantik, dan sedikit bawel. Meski begitu, dia orang yang paling mengerti keadaan hatiku. Baik dalam keadaan senang ataupun keadaan sedih. Aku dan Sava berjalan menuju kelas. Tak lama kemudian bel upacara berbunyi. Seluruh siswa segera berkumpul di lapangan untuk mengikuti upacara.
Surga bagi anak SMA sebenarnya sederhana, setelah panas-panasan upacara lalu disambut pelajaran Matematika yang luar biasa membosankan-karena gurunya yang killer, lalu tiba-tiba diberi tahu kalau gurunya tidak masuk gara-gara alasan mendadak. Alhasil, semua murid yang ada dikelas 10-2 seketika berteriak girang.  Semua beraksi di posisi masing-masing. Anak cewek berkumpul di kelompok barisan tengah, biasanya itu kelompok yang suka gosip. Semua hal diceritakan. Sementara anak cowok ada yang melompat ke daerah paling pojok, benar-benar pojok. Main handphone dan biasanya menonton pertandingan sepak bola. Seketika berteriak heboh waktu tahu tim favorit mereka berhasil menjebol gawang lawan. "Wow, mantap! Skor satu kosong, Man. "  Yang lainnya lagi membalas tak kalah seru. "Iya, gila! Keren coy. "
Aku melanjutkan membaca novel yang kupinjam dari perpustakaan sekolah, tapi Sava memang benar-benar tak membiarkanku fokus membaca novel tersebut.
"Cinta. Dengerin gue. Gue mau curhat". Kata Sava sambil menutup novel yang terbuka di tanganku.  "Hmm, mau curhat apaan sih? " Jawabku menatap matanya.  "Tentang Rian."  Lagi-lagi tentang Rian, pacarnya yang berada di kelas 10-6.  "Dia bilang kalau aku orangnya bawel". Aku tersenyum mendengarnya. Dan bangkit dari tempat dudukku. "Eh.. Eh.. Mau kemana?" Tanya Sava heran. "Gue mau ke perpustakaan". Jawabku pergi meninggalkannya.
"Cinta!!! Gue belum selesai cerita!" Teriak Sava sambil berdiri di depan pintu kelas.
Aku memutuskan pergi keperpustakaan agar bisa fokus membaca novel yang tinggal dua halaman lagi akan selesai. Dan sesampainya di perpustakaan, ternyata sangat sepi. Tak ada satupun orang. Beberapa menit kemudian, dua halaman tersebut selesai kubaca. Lalu aku berkeliling mencari bahan bacaan lagi. Aku melihat-lihat ke deretan rak tertinggi, dan menemukan sebuah novel dengan judul yang menarik bagiku. Aku berjinjit, sambil meloncat-loncat supaya bisa mengambil novel itu. Tiba-tiba ada tangan yang terjulur dari arah belakang mengambil novel yang mau kuambil.  Aku tersentak kaget. Entah sejak kapan ada seseorang di belakangku.  "Ini. " Ujarnya sambil memberikan novel itu padaku. "Mmm-makasih. " Jawabku singkat.  Dia tersenyum menatapku. Pasti dia tahu kalau aku merasa gugup dan pasti wajahku terlihat sangat tegang. "Aku sering ngeliat kamu di sini. " Katanya.
Aku terdiam sejenak dan menatap matanya yang juga menatap mataku. Dia melambaiakan tangannya di depan mataku. "Hey! Kenapa diam?"  Aku tersentak. "Eh, iya?" Jawabku gugup. "Kenapa diam saja dari tadi?" Tanyanya. "Oh, enggak. Ga pa-pa kok.". Jawabku "Ya sudah, aku duluan ya". Katanya sambil tertawa kecil dan meninggalkanku.
Aku kembali duduk di kursi yang kutempati tadi dan membaca novel yang diambilkan oleh seseorang itu. Aku terkejut melihat dia kembali menghampiriku.  "Eh, kamu masih di sini?" Tanyaku. "Iya, di luar sedang hujan. " Jawabnya. "Oh". Aku mengangguk. Kemudian hening dan hanya terdengar suara rintik hujan.
"Nama kamu, Cinta, kan? " Tanyanya tiba-tiba.
Aku mengangkat kepala dan memandangnya. "Iya. Kok kamu tahu? " Tanyaku. "Kamu temannya Sava, pacarnya Rian? " Tanyanya lagi.  "Iya". Jawabku singkat. "Sava teman SD ku dulu". Aku terdiam sambil memikirkan, siapa orang yang mengaku sebagai teman Sava sewaktu SD dulu. "Hmm.. Kamu Algha? Yang suka jailin Sava waktu SD dulu?" Tanyaku dengan ekspresi penasaran. "Iya, aku Algha. " Jawabnya tersenyum tipis.
Ternyata benar. Dia adalah orang yang pernah diceritakan Sava waktu itu padaku. Cowok yang selalu cari masalah setiap hari dengan Sava. Namanya, Muhammad Alghazali Putra.
###
Bel istirahat berbunyi. Aku kembali ke kelas, ternyata Sava ada di kelas. Duduk sendiri dengan mata yang tertuju pada handphone di tangannya. "Sava! " Kataku mengejutkannya.  "Tumben di kelas aja, ga ke kantin?" Tanyaku. "Iihh, gue nungguin lo, kampret!" Jawabnya sambil mendengus kesal. "Oh, nungguin gue ternyata". "Iya. Emangnya elo yang tega ninggalin gitu aja!" Sava menatapku sinis.  "Iya-iya,maaf deh. Tadi gue ninggalin elo sendiri. Eh, tadi gue ketemu Algha. Teman SD lo itu". Sava menatapku heran dan seperti tidak mempercayaiku. "Ketemu Algha? " "Iya, tadi di perpustakaan". "Diakan ga sekolah di sini. Hmm, atau pindah kali ya ke sini?" Ujar Sava. "Iya, mungkin. "
###
Karena hobiku salah satunya adalah membaca, jadi di rumah aku juga sering membaca novel. Sebenarnya sudah menjadi rutinitas sebelum tidur. Aku masih terfokus membaca novel, tiba-tiba ponselku di atas meja bergetar dengan layar berkedip-kedip, tanganku segera meraih ponsel itu dan menempelkan ditelinga. "Halo, ini, Cinta?" Suara cowak menyahut di seberang sana. "Iya, ini saya, Cinta. Siapa ya? " "Ini aku, Algha. " Lalu hening. Tidak ada jawaban. "Cinta? Masih dengerin kan? " "I-iya. Dengar kok. " "Aku kira pingsan". Jawab Algha disusul dengan tawa geli. "Ya udah, save nomorku ya. Algha, ada H-nya jangan lupa. "
"Iya, nanti gue save". "Sip. Ya udah: Good night". Sambungan terputus, tidak ada lagi suara Algha yang terdengar dari balik telpon. Hanya bunyi tut-tut-tut menyahut, aku segera menurunkan ponsel yang masih menempel ditelingaku.
###
Seperti dugaanku. Semua teman-teman sekelas sudah berkumpul, termasuk raja ngaret di  kelas 10-2 sudah ada di kelas pagi itu. Bukan karena mereka rajin, namun hari ini ada pelajaran Bu Siti di jam pertama dan ditambah ada PR Biologi mengerjakan 50 soal di kertas folio. Sebagai wujud solidaritas salah kaprah khas anak SMA, mereka berencana untuk mengerjakan secara gotong-royong di sekolah. Beruntungnya, aku sudah mengerjakan dari jauh-jauh hari.  "Cinta, lo udah ngerjain Biologi?" Sava mencegatku di depan pintu kelas. "Iya, udah." Jawabku singkat dan segera duduk dikursiku. "Mana? Coba liat. Gue 10 nomor lagi nih". Aku membuka tas dan mengeluarkan tugas Biologi ku. Lalu, raja ngaret datang menghampiri mejaku. "Woy! Pokoknya abis Sava, gue liat punya Cinta". Teriaknya.
Semua orang sibuk. Salah satu keajaiban anak SMA, yang malas bisa berubah jadi rajin seratus delapan puluh derajat dalam keadaan kepepet. Dan yang biasanya nulis super lambat bisa kebut mendadak dalam hal menyalin PR teman, alias nyontek.
"Sava, ayo ke kantin. Gue laper, belum sarapan. " Ujarku pada Sava yang masih fokus pada buku Biologi yang sedang dia salin di atas mejanya. "Iihh, Cinta. Lo sendiri aja dulu ya ke kantinnya. Liat kan, gue lagi sibuk banget. Sorry. " Jawabnya sambil menatapku sebentar lalu terfokus lagi pada buku Biologi. Aku mendengus kesal dan akhirnya aku pergi kekantin sendiri. Apa boleh buat, karena perutku sangat lapar.
Aku membeli nasi uduk dan teh hangat. Kantin saat itu terlihat sepi, mungkin karena masih sangat pagi. Aku masih menikmati makananku, tiba-tiba Algha datang sambil membawa teh hangat dan duduk menghadapku.  "Kamu sendiri aja? " Tanyanya.  Aku mengangguk, "Tadinya sendiri, sekarang berdua. Mau makan juga?" Tanyaku. "Hmm, enggak. Kalo disuapin sama kamu, boleh juga". Jawab Algha asal dan disusul tawa geli.
Sepuluh menit kemudian, makananku telah habis. Dan aku kembali ke kelas bersama Algha. Untung saja ada Algha yang menemaniku makan tadi, jadi aku tak terlihat seperti cewek yang benar-benar kesepian. "Eh, Cinta?!" Teriak Sava yang berdiri di depan pintu kelas saat melihatku bersama Algha. "Kok lo bareng sama Algha si manusia jail ini sih?" "Iya, tadi dia nemenin gue makan di kantin". Jawabku. "Ya sudah, duluan ya. " Ujar Algha sambil tersenyum tipis. "Oh, oke. Makasih. "
###
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Aku yang terakhir keluar dari kelas karena harus menemani Sava piket.  "Udah?" Tanyaku saat melihat Sava sudah memakai tasnya. "Iya, yuk, pulang". Sava merangkul lenganku, kemudian kami berdua berjalan menuju gerbang. "Emang kurang ajar banget yang nggak piket hari ini". Gerutu Sava jengkel. Soalnya di jadwal yang piket ada lima orang, tapi yang benar-benar piket hari ini hanya dua orang. Minus tiga orang laki-laki. Selalu ada alasan kalau yang laki-laki disuruh piket.
Saat tiba di depan pintu gerbang, aku melihat Algha dan Rian duduk diatas motor seperti sedang menunggu seseorang.  "Naahh, itu dia orang yang ditunggu-tunggu." Seru Rian yang melihat kearahku dan Sava.  "Hmm, maaf ya jadi nunggu lama". Ujar Sava merasa bersalah. "Cinta, gue pulang bareng sama Rian. Dan lo, pulang bareng sama Algha ya?" Lanjutnya. Aku tersentak dan kelihatan bingung. "Hmm… Ya. " "Algha! Awas lo macem-macem!" Kata Sava. "Emang muka gue tampang-tampang penjahat?" Jawab Algha asal.
"Iya, emang! " Sava memberi tatapan sinis pada Algha. Seperti biasa, Algha membalas dengan senyum manis di wajahnya. Lalu, Sava dan Rian pergi meninggalkan kami berdua. "Ayo, Cinta. Mau pulang ngga?" Tanyanya padaku yang masih kelihatan bingung. "Oh, iya". Aku duduk di atas motor ninja berwarna merah itu dan berpegangan pada tas ransel di punggung Algha. Motor itu melaju dengan cepat.
###
Aku tidak bisa tidur, akhir-akhir ini aku lebih susah memejamkan mata, padahal aku tipe orang yang setiap kali melihat bantal dan guling serta tempat yang nyaman, bakalan tidur sepulasnya. Namun, mataku kali ini seolah melawan tiap kali berusaha terpejam.
Hari demi hari membuat hubunganku dengan Algha semakin dekat. Dia memberikan warna baru dalam hidupku. Aku merasa nyaman tiap kali bersamanya. Dia mempunyai cara tersendiri agar orang yang sedang bersamanya merasa senang. Aku melihat ponsel di tanganku dengan bosan, kemudian mataku berpindah melitah jam, sudah pukul delapan malam. Tapi tidak ada satu pun pesan dari Algha atau panggilan masuk. "Gue nih kenapa, sih? " Aku memegang kepalaku, kemudian bangkit dari kursi meja belajar dan memilih menjatuhkan badan diatas ranjang.
Sudah tiga puluh menit berlalu. Akhirnya mataku mulai lelah dan aku memutuskan untuk cepat tidur. Baru saja aku ingin memejamkan mata, tiba-tiba ponsel ku berdering. Dan ternyata telpon dari Algha. "Halo? " Suara Algha seketika membuat mataku menjadi jernih kembali.
"Iya, kenapa? Tanyaku  "Belum tidur, Cinta? ""Belum". Entahlah mengapa kujawab seperti itu, padahal tadi aku sudah mengantuk.  "Emang lagi ngapain?" Aku terdiam sejenak berpikir akan menjawab apa. "Hmm, lagi duduk. " Setelah menjawab, kemudian hening. "Algha? Kenapa diam? " "Aku sedang bingung, Cinta. " Jawabnya."Kenapa? " "Aku sepertinyaa... Hmm. " Algha tidak melanjutkan. Suaranya terdengar seperti orang yang benar-benar sedang bingung. "Ya sudah, tidur saja. Sudah malam". "Oh, iyaa". "Selamat tidur, Cintaku". Lalu sambungan terputus. Wah, aku tidak salah dengar kata yang baru saja diucapkan Algha. 'Selamat tidur, Cintaku'
Sungguh hatiku berbunga-bunga. Dan sepertinya aku akan mimpi indah malam ini.
###
Bel berbunyi nyaring dua kali pertanda istirahat. Semua murid di kelas 10-2 meninggalkan kelas dan pergi ke kantin. Tak ada satu orang pun di kelas, selain aku. Hari ini Sava tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga, jadi aku malas untuk pergi ke kantin dan memilih membaca novel saja. Tiba-tiba Algha datang menghampiriku dan memegang sebuah amplop berwarna putih di tangannya. "Hai, Cinta. " Ujarnya sambil tersenyum  dan duduk di sampingku. Aku hanya membalas dengan senyuman. Dan fokus kembali membaca novel. "Ini buat kamu". Kata Algha. "Apa ini?" Dia memberikan amplop putih itu padaku. Ternyata di dalam amplop putih itu ada selembar kertas dengan tulisan memakai tinta berwarna merah. Saat aku ingin membacanya, Algha menarik kertas itu dari tanganku.
"Biar aku saja yang bacakan". Kata Algha yang terlihat begitu bersemangat. Dia menatap kertas itu beberapa detik, lalu mengambil nafas dalam-dalam. Entah apa yang terjadi padanya.
“Untuk: Shamaira Cinta Putri Aurellia
Hai, Cinta. Aku akan memberikan sebuah pengakuan. Bahwa aku: Muhammad Alghazali Putra, telah jatuh hati padamu sejak saat pertama kita bertemu. Setiap kali melihatmu hatiku merasa bahagia. Maka, aku akan mengajukan satu pertanyaan dari hatiku. Maukah kamu menjadi pacarku, Cinta?”

Setelah selesai surat pengakuan itu ia bacakan, dia menatapku sambil tersenyum dan dengan penuh perasaan. "Bagaimana, Cinta? " Tanyanya. Aku tersenyum padanya, tak menyangka dia telah memberiku sebuah kejutan yang membuatku merasa sangat bahagia. Karena akupun merasakan hal yang sama sepertinya maka aku sudah memiliki jawaban yang jelas. "Iyaa, aku mau". Jawabku dengan tersenyum bahagia. Algha pun terlihat bahagia dan menarik nafas lega. "Eh, tapi kamu harus membuat sebuah surat pengakuan juga".  Aku tersentak. "Ha? Kan aku udah terima tawaran untuk jadi pacar kamu. " "Aku tunggu surat pengakuan kamu besok pagi ya". Algha bangkit dari kursi. "Jangan lupa ya sayang..". Bisiknya di telingaku.
"Iih, Algha. Ngga usah panggil sayang-sayang, geli tauu". Aku mendengus. Dan dia tertawa sambil menatapku.
###
Matahari telah digantikan oleh bulan. Sunyinya malam ini, tapi tidak dengan hatiku. Aku duduk dikursi meja belajar sambil memegang sebuah pulpen di tanganku. Aku sudah siap menulis surat pengakuaan perasaanku. Tapi kejadian tadi siang, saat Algha mengutarakan isi hatinya membuatku tak henti senyum-senyum sendiri. Aku melihat jam, ternyata sudah pukul sembilan malam. Dan aku sudah dua jam duduk di sini sambil senyum-senyum sendiri tidak jelas. Tiba-tiba ponselku berdering, aku kira telpon dari Algha. Ternyata bukan. "Halo….." "Halo, Cinta. Lo udah jadian sama Algha? " Tanya Sava langsung. Aku tidak menjawab. "Kenapa nelpon malam-malam? Tumben. " "Iihh, Cinta! " Sava berteriak. Seketika langsung kujauhkan ponselku dari telinga. "Serius! Gue nanya serius, kampret. " "Iya-iya, udah. Gue udah jadian sama Algha". Kuputuskan sambungan telpon, karena tidak mau tahu bagaimana reaksi Sava. Pasti dia akan berteriak kencang. Jadi, aku langsung antisipasi saja. Beberapa menit kemudian ponselku bergetar, ternyata ada pesan teks.
From: Savaza
'Wow, selamat ya cintaku.. Sahabatku.. Akhirnya lo udah ga jomblo. Hehehe pokoknya lo harus teraktir gue. Awas aja kalo engga!!'
Begitulah Sava, dia selalu mendukung segala pilihanku. Dia mengerti apa yang aku lakukan dan selalu seperti itu. Meskipun benar kata Rian, “Sava orangnya bawel”.
###
Kantin hari ini sangat ramai. Aku dan Sava sudah duduk di kursi biasa, memesan bakso dan segelas es teh.  "Yes, hari ini duit jajan gue ga berkurang". Seru Sava terlihat girang. "Maksud lo? " Tanyaku pura-pura tidak mengerti. "Iihh, kan gue minta traktiran!" Sava mendengus kesal. "Gue kan ga bilang mau nraktir lo. " Jawabku sambil tersenyum. "Bodo amat-bodoamat yaa, Cinta..".
Tak lama kemudian Rian datang menghampiri kami berdua dan ikut duduk bersama kami.  "Ehmm, ada yang baru jadian nih." Ujar Rian sambil tersenyum meledekku. "Eh, iya yang. Nih, aku dikasih pajak jadian sama Cinta. " Seru Sava. "Waah, mantap dong, yang. " Rian tertawa kecil, "Oh iya, Cinta, ditungguin Algha di kelas. " Lanjutnya.
Aku terhentak, pasti dia akan menanyakan surat pengakuan. "Oh, ya udah. Gue duluan ya. Kalian berdua lanjut aja. " Jawabku. "Ya udah, sono pergi. Udah ditungguin pacar". Lagi-lagi Rian tersenyum meledekku.
Aku pergi menuju kekelas 10-6, yaitu kelas Algha. Sesampai di pintu kelas itu aku melihat hanya ada Algha duduk sendiri menantiku. Aku langsung duduk di sampingnya.
"Kamu mencariku? " Tanyaku. "Iya, tadi aku kekelas kamu. ""Terus?" Tanyaku lagi. Mana surat pengakuan kamu? Ayoo bacain, aku penasaran". Algha menatapku serius.  "Kalau.. ga.. ada?" Tanyaku. "Aku marah". Jawabnya langsung.
"Ya udah, marah saja." Kataku sambil bangkit dari kursi dan berniat pergi kembali ke kelas ku. Seketika Algha menahan tanganku. "Mau kemana? Bacain dulu". Matanya menatapku dan tangannya tidak ingin melepaskan tanganku. Aku mendengus dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih. Lalu, memberikannya pada Algha.  "Ini, baca sendiri". Kataku.  Algha membuka amplop itu dan membaca kata-kata yang kutulis untuknya.
“To: Muhammad Alghazali Putra
Hai juga, Alghazz. Aku akan memberikan sebuah pengakuan juga. Bahwa aku: Shamaira Cinta Putri Aurellia, telah jatuh hati padamu saat kau menemaniku makan pagi itu. Setiap kali melihatmu hatiku merasa bahagia dan saat mengingatmu aku lebih merasa bahagia. Aku akan memberikan jawaban dari pertanyaan hatimu. Bahwa aku menerimamu dan ingin jadi pacarmu”.
Setelah membaca surat pengakuanku, Algha tak berkomentar. Dia tersenyum menatapku sambil menopang dagunya dengan telapak tangan. "I love you, Cinta." Dia mengatakan itu padaku sambil menggenggam tangan ku. Betapa bahagianya aku hari itu. Beberapa rangkaian kejadianpun terjadi yang justru makin membuatku lebih bahagia karena memilikinya. Kami akan selalu menjaga perasaan ini dengan baik. Karena Algha adalah Cinta pertamaku dan aku adalah Cinta pertama Algha.
To: Alghazz, terima kasih telah hadir dalam kehidupanku dan memberiku cinta dengan sepenuh hati.


Share this article :

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Agen poker terbesar dan terpercaya ARENADOMINO.COM
    minimal depo dan wd cuma 20 ribu
    dengan 1 userid sudah bisa bermain 8 games
    pin BB : D_8_E_B_A_A_7_C

    BalasHapus

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi