Headlines News :
Home » » Hari-Hari dalam Penjara Cinta

Hari-Hari dalam Penjara Cinta

Diposting Oleh aosin suwadi pada Sabtu, 15 Februari 2014 | 00.38



Walapun hari itu hari libur, para siswa diwajibkan mengikuti kegiatan latihan ceramah. Sedangkan Tuti, seharian hanya tiduran di ruangannya yang dilidungi dengan dinding bambu, dan beratapkan daun enau. Semua tugas pribadinya tidak ada yang dikerjakan. Baju kotor ditumpuk di pojok ruangan. Panci, piring dan peralatan lainnya juga dibiarkan berserakan. Memang suhu di ruangan itu tidak panas, padahal waktu hampir jam 12. Para siswa laki-laki telah bersiap menuju ke mesjid untuk menunaikan shalat jum’at. Walaupun suku di kamar tidak panas, tapi jauh di lubuk hatinya terasa sangat panas dan gerah. Kegerahan hatinya itu mengakibatkan keluar keringat dari beberapa lekukan tubuhnya, menandakan fikirannya sedang bekerja keras. “Tut, kamu ini malas amat sih! Itu piring kotor kok dibiarkan  berantkan!” Tegur Sanah sepulang dari kegiatan latihan ceramah. “Ma’af Nah, saya lagi gak enak badan!” Jawab Tuti. “Alaaah, kamu tuh cuma pura-pura sakit! Tadi pagi kamu sehat-sehat saja!” Kata Sanah sambil terus menggerutu. Tuti tidak menjawab, karena dalam hatinya mengakui bahwa dia memang tidak sekit.
Tuti dengan Sanah latar belakang pendidikannya berbeda. Tuti lulusan Tsanawiyah, sedangkan Sanah lulusan salah satu SMP ternama. Latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap karakter mereka. Tuti memiliki sifat selalu mengalah. Sedagkan Sanah tidak mau mengalah, walaupun dia dalam posisi yang salah. Pada suatu hari Tuti mendapat tugas dari wali kelasnya untuk membuat daftar piket dan daftar pelajaran. “Maaf Pak, hari ini saya punya tugas di rumah!” Jawab Tuti. “Nanti bapak kasih tahu Sanah, biar menggantikan tugasmu.” Tuti mengiyakan. “Iya Pak.!”
Sore itu Tuti sibuk membuat daftar piket dan daftar pelajaran yang ditugaskan oleh pak Sudir. “Tut, cuci piring tuh!” Dengan geram Sanah memerintah Tuti. “Nah, tolong sih cuci sendiri, kan tugas kita sudah ditukar! Minggu depan tugasmu yang yang mengerjakan!” Tuti memohon. Tapi permohonan Tuti tidak mengubah sikap Sanah. Lagi-lagi Tuti mengalah, bakhan akhirnya semua sisa kerjaan diselesaikan oleh Tuti, sambil menyelesaikan tugas dari wali kelasnya. Betapa sibuknya Tuti.
Pada hari Senin, satu minggu setelah menyerahkan tugas kepada wali kelasnya, Tuti mengurung diri di kamar, sibuk menulis. “Mas ... aku tak sanggup menahan kerinduan ini! Wajahmu selalu melekat di sudut mataku!” Itulah diantaranta kalimat yang ditulis oleh Tuti. “Oooooh, begitu yah kerjaanmu! Bukan mengerjakan tugas dapur malah sibuk menulis kata-kta cinta!” Tuti menangis tersedu-sedu, karena tulisannya direbut dan disobek Sanah sambil dibentak dan dimaki-maki. Sikap Sanah tidak terpengaruh oleh tangisan Tuti. “Cengeng lo! Tuh cuci piring dan panci!” Hati Tuti semakin terasa sakit, setelah Sanah menyuruh Tuti seperti kepada babu. Kali ini Tuti tidak menuruti perintah Sanah, dengan harapan Sanah menyadari bahwa tugas hari ini di dapur telah ditukar, atas permintaan pak Sudir. Sanah semakin geram kepada Tuti, hampir saja dia mencengkram leher Tuti. Untung saja bersamaan dengan itu, Icah datang. “Assalaamu ‘Alaikuum ya ukhti!” “Waalaikum salaaam ya ukhti!” Tuti yang menjawab salam Icah. Setelah mengembalikan buku yang dipinjamnya dari Tuti, Icah bergegas pergi, tanpa sedikit pun mengatahui apa yang sebenarnya terjadi antara Tuti dengan Sanah.
********************
            “Tuti ..... kenapa kamu melamun?” Tanya bu Supriyah ketika menerangkan matri pelajaran bahasa Arab. Muka Tuti merah menyala karena ditertawakan oleh semua siswa laki-laki di kelasnya. Siswa perempuan tidak ada yang menertawakan, kecuali Sanah. Beberapa bulan ini yang ada di fikiran Tuti: pagi, siang, sore sampai larut malam, hanya Komar. “Bu ... dia tuh, lagi mikirin Komar! Oh Kang Komar, wajahmu selalu ada di sudut mataku.” Sanah mempermalukan Tuti.
            “Mar, ada salam tuh dari Tuti!” Zubaidah menyampaikan salam bohong-bohongan, seolah-olah dari Tuti untuk Komar. Zubaidah ingin mengecek apakan Komar ada hati kepada Tuti. “Yang bener Bed?” Tanya Komar penasaran. Bedah tidak menjawab, entah mengapa hatinya mendadak menjadi cemburu berat. “Bed, Bed, kamu serius engga!” Komar mengulangi pertanyaannya sambil menarik-narik tangan Bedah. “Engga, tuuuh!! Hahaha ... Ketipeng ni yeeh!” Bedah tertawa lepas, sambil menyembunyikan perasaan cemburunya. “Ngomong-ngomong lusa kan libur, gimana kalau kita jalan-jalan?” Tanya Bedah dengan sungguh-sungguh. Kali ini Komar yang diam. Fikirannya, sedang melayang-layang membayangkan sedang jalan-jalan dengan Tuti. “Komaaaar!” Bedah memanggil dengan suara keras, sambil menarik-narik tangan Komar. “Iya ma ... ma .. ma .. mau! Eh, kamu nanya apa tadi?” Komar salah jawab, karena dalam angan-angannya dia sedang berjalan-jalan dengan Tuti. Karena bel masuk telah berbunyi, Komar bergegas masuk ke ruangan kelas. Berbeda dengan Bedah, dia masuk ke kelasnya seperti tidak bersemangat.
            Bedah adalah teman sekelas dengan Tuti, tapi dia tidak pernah memberitahukan bahwa Komar sangat tertarik kepada Tuti. “Tut, kamu cinta yah ama si Komar?” Bedah menggoda. Ditanya begitu Tuti hanya tersenyum malu. “Tuti ...  Bedah ..., perhatikan ...  jangan ngobrol!” Tegur bu Supriyah. Semua siswa mengerjakan tugas “Tarjimullughatil Arabiyyah” yang diberikan oleh bu Supriyah. Tepat jam 13.00 bel berunyi, semua siswa berhamburan keluar, saling dahulu mendahului.
********************
Untukmu dambaan hatiku. Kutulis syair rindu ini hanya untukmu kasihku ....  “Untuk Tuti yah!” Tanya Rozak. “Iya Zak, tapi aku takut ditolak!” Kata Komar, terus terang. “Zak,  tolong sih sampaikan salamku kepada Tuti!” Komar memohon. “Kamu aja langsung ke datang ke kamar si Tuti!” Kata Rozak. “Ga berani takut ketahuan ustadz!” Kata Komar. “Kamu aja takut, apa lagi saya, masa demi orang cintamu aku harus melanggar tata tertib pesantren!” Rozak menolak permintaan Komar. “Udah, gini aja, besok setelah shalat subuh kita cepat-cepat ke kamar si Tuti, tapi harus hati-hati jangan sampai dilihat orang lain!” Rozak mencoba memberi solusi, sambil menggelar tikar pandan.
Rozak dan Komar shalat subuh berdampingan di shap yang paling belakang, agar begitu selesai mereka bisa bergegas keluar, karena subuh itu punya rencana mau datang ke kamar Tuti. “Diperingatkan kepada seluruh santriwan dan santriwati untuk tidak keluar dari kamar masing-masing!” Baru juga mereka mau memakai sandalnya. Ketua pesantren menyapaikan peringatan melalui speaker. Niat mereka mendatangi kamar Tuti gagal. “Terus gimana Zak?” Tanya Komar bingung. “Malah nanya, kamu dong yang mikir, kan kamu yang punya kepentingan, mikir dong!” Kata Rozak. Karena bingung mereka diam.
Sementara itu Tuti sudah dua hari sakit. Selama itu dia hanya terbaring di kamarnya. Sanah sama sekali tidak menaruh iba. Semakin hari penyakit Tuti semakin parah. Tiap malam jarang tidur. Sekalinya tidur mulutnya selalu memangil-manggil nama Komar. “Tut ... Tut ... Tut!” Bedah memanggil Tuti sambil mengelus-elus rambutnya. “Cepet sembuh ya, saya punya cerita tentang si Komar!” Bedah berbisik di telinga Tuti. Mendengar nama Komar disebut, Tuti menggeliat

      Komar dengan Tuti saling jatuh cinta, akan tetapi mereka tidak punya nyali untuk menyampaikan cintanya. Lebih-lebih di lingkungan pesantren peraturannya sangat ketat. Santri putra dilarang berkunjung ke kamar santri putri, begitu pula sebaliknya. Jika mereka tertangkap basah, pelanggarannya akan diumumkan di speaker, dan diberi hukuman yang berat, harus menghafalkan Quran satu surat panjang. Selain itu, orang tuanya juga akan dipanggil. Peraturan ini berhasil melarang santri putra dengan santri putri untuk tidak saling bertemu di luar kegiatan belajar. Akan tetapi sebenarnya peraturan ini justru memenjarakan hasrat manusiawi mereka. Hal seperti itu dirasakan oleh Komar dan Tuti. Setiap hari mereka merasakan cintanya bagai di dalam pejara.
http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/02/14/hari-hari-dalam-penjara-cinta-635270.html

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi