Aku
Kecewa Karenamu
Karya
Erica Kelas XI MIPA 3
SMA Negeri 6 Kota Serang Tahun
Pelajaran 2019/2020
Senin,
2 Maret 2009. Hari aku harus pindah ke luar kota karena ayahku dipindahtugaskan
ke sana. Aku harus meninggalkan seseorang yang sangat berarti untukku. Sempat aku
kesal dengan keadaan yang mengharuskan kami untuk berpisah. Mengapa harus aku
yang berpisah dengannya? Tapi aku percaya dan berdoa bahwa takdir akan
mempertemukanku lagi dengannya.
5
tahun berlalu sekarang aku sudah menginjak kelas 10 SMA. Kata orang masa SMA
adalah masanya anak muda jatuh cinta, tapi tidak bagiku. Entahlah mengapa hati
ini masih berharap pada orang yang sama, kepada dia laki- laki yang
kutinggalkan 5 tahun yang lalu. Dia adalah Muhammad Haidar Sidiq. Oh iya
sebelumnya aku lupa memeperkenalkan diriku. Namaku Hawa Lailatul Iza, aku biasa
dipanggil Hawa. Aku penyuka senja, sama seperti dia. Dan dia yang membuatku
menyukai senja. Meskipun aku tau senja itu datangnya tidak lama namun ketika
orang melihatnya, senja akan memberikan suasana yang berkesan kepada hati
setiap orang yang melihatnya. Sama sepertiku hatiku yang berkesan tiap kali dia
mengajakku untuk menikmati senja. Tapi apakah dia masih mengingatku di sana?
Rasanya aku sangat ingin bertemu dan berbicara banyak hal dengannya.
Notif
pesan di handphone membuyarkan lamunanku. Aku tidak peduli, mungkin itu hanya
temanku. Drttt drttt drttt. "Haduh
siapa si ini mengganggu saja". Segera aku liat siapa yang mengirimku pesan
lewat instagram. Betapa terkejutnya
aku bahwa yang mengirim pesan adalah dia. Tuhan apakah ini sebuah kenyataan?
Aku tidak salah lihat bukan? Aku melihat username
yang bernama @HaidarSdq. Apakah ini benar benar dia?
"Hai
Hawa! "Hawa ini aku temanmu dulu, Haidar. Bagaimana kabarmu?" Kau
masih ingat denganku bukan?"
Ya
tuhan ini benar benar dia, segera aku balas pesannya. "Kamu Haidar Sidiq?
Benarkah ini kamu? Alhamdulillah aku baik baik saja di sini. Bagaimana
kabarmu?" Balasku. "Aku baik baik saja. Aku merindukanmu Hawa, sudah
bertahun tahun kita berpisah". Jawabnya. "Aku juga merindukanmu. Oh
iya bagaimana kamu bisa tau medsosku? Aku kira kamu sudah lupa denganku
haha". Tanyaku padanya. "Aku tidak pernah melupakanmu Hawa, tadi aku
mencari akunmu dan alhamdulillah ketemu jadi langsung saja aku mengirim pesan
kepadamu". Balasnya lagi.
Akhirnya
aku dan dia melanjutkan chat dengan
berbagai macam obrolan. Kita saling menceritakan banyak hal. Hari ini adalah
hari yang sangat bahagia, hari yang selalu aku tunggu agar bisa berkomunikasi
dengannya.
Hari
demi hari aku dan dia tidak berhenti bertukar pesan. Mulai dari dia menanyakan
aku sedang apa, sudah makan atau belum, bagaimana pelajaran di sekolah, dan
berbicara banyak hal. Entahlah ketika dia begitu perhatian, aku merasa bahwa
aku adalah perempuan yang dispesialkan olehnya. Perempuan mana yang tidak suka
pada pria yang perhatian seperti dia? Dia juga sering bercerita bahwa ada
perempuan yang mengagumi karena kebaikannya. Ya memang aku akui dia adalah laki
laki yang sangat baik dan pasti banyak juga perempuan yang menyukainya.
Beberapa
bulan setelah itu aku diberi tahu ibuku bahwa kita akan pulang kampung ke kota
kelahiranku dulu, Surabaya. Kota yang memiliki banyak kenangan indah dengannya.
Segera aku memberitahunya di whats app.
"Haidar
aku punya kabar gembira untukmu". Ucapku. "Kabar gembira apa itu? Kasih
tahu dong". Pintanya. "Sebentar
lagi aku akan ke Surabaya dan kita bisa bertemu. Aku seneng banget". Jelasku.
"Kamu serius? Wahhh aku ingin ketika kamu di Surabaya nanti, kita bertemu
dan menghabiskan waktu bersama seperti
dulu. Mulai dari jalan-jalan, menonton, dan melihat senja. Aku merindukan hal
yang kita lakukan dulu, kamu mau kan?" Tanyanya panjang lebar. "Tentu
saja aku mau. Kita akan menghabiskan waktu bersama untuk mengingat kenangan
dulu". Jawabku. "Aku tunggu kehadiranmu". Balasnya.
Dan
waktu yang kutunggu akhirnya tiba, aku sampai ke kota kelahiranku, lalu aku
mengunjungi rumah sudara sudaraku. Dan tidak lupa mengunjungi rumah nenek dan
bertemu dengan teman-teman kecilku di sana. Wah bahagia sekali rasanya.
Keesokan harinya aku meminta izin kepada ayah dan ibuku untuk bertemu dengan
teman kecilku, Haidar. Kita memutuskan untuk bertemu di mal yang dekat rumah
nenekku.
Tapp
tapp tap… Suara langkah kaki yang membuatku
menengok ke belakang. Aku merasa seperti ada yang mengejarku. Dan benar saja
ada seorang pria tampan yang berhenti di depanku dan tersenyum sangat indah di hadapanku.
Senyum yang selama ini aku rindukan. "Kamu Hawa kan? Ini aku Haidar".
Tanyanya. "Iya Haidar aku Hawa". Jawabku sambil tersenyum kepadanya. "Kamu
tidak berubah ya masih seperti dulu hahaha". Ucapnya. "Wah enak saja,
aku berubah tau. Berubah semakin cantik, benar bukan?" PD-ku padanya. "Hmm
bener juga kamu semakin cantik ternyata hehe". Rayunya. Kenapa aku jadi
salah tingkah begini? Aku malu rasanya.
"Haduh
haduh pipimu sekarang semerah tomat hahaha, kamu semakin lucu saja". Dia merayuku
lagi. "Ahhh sudahlah aku malu jika kau terus menggodaku. Mari kita mulai
menghabiskan waktu untuk bersenang senang". Ajakku. "Ayo!"
Jawabnya semangat.
Pertama
kita mulai dengan menonton bioskop, lalu kita bermain di time zone dan setelah itu kita jalan-jalan ke alun-alun kota.
Tempat yang sudah lama tidak aku kunjungi sekarang semuanya sudah banyak
berubah dan menjadi tempat yang sangat indah. Ketika kami berjalan, Haidar menyuruhku
untuk duduk di bangku taman, katanya dia ingin pergi mencari sesuatu sebentar.
Yah mau tidak mau aku menunggunya, dia pergi tidak lama sekitar 5 menit.
Setelah itu dia menghapiriku dan membawa arumanis untukku. "Wah romantis
sekali dia." Batinku. Aku pun memakan arumanis itu berdua dengannya. Di
bangku itu, aku bercerita tentang kehidupan di kota tempat tinggalku. Kita juga
berbicara mengenai lomba-lomba yang kita ikuti di sekolah sampai juara-juara
yang kita dapat di perlombaan. Rasanya aku ingin menghentikan waktu, aku ingin
berlama lama dengannya. Setelah bercerita banyak hal, dia mengajakku makan di
salah suatu kaki lima.
"Oh
ya Hawa, bagaimana kabar keluargamu?" Tanya Haidar. "Alhamdulillah
baik, keluargamu sendiri bagaimana kabarnya". Tanyaku. "Baik juga.
Mereka senang ketika aku bercerita bahwa kamu sedang di Surabaya. Mereka
menitip salam untukmu". Jekasnya. "Waalaikumussalam. Titip salam juga
untuk kedua orang tuamu. Oh iya sesudah makan kamu mau tidak melihat senja
bersama ku?" Tanyaku padanya. Aku harap dia mau menemaniku melihat senja. "Nanti
aku sampaikan kepada orang tuaku. Kita harus berangkat sekarang bukan, untuk
melihat senja di dekat danau?" Jawabnya setelah ia menghabiskan
makanannya. Aku melihat tangannya terulur mengajakku. Aku pun menyambut uluran
tangannya.
Di
perjalan menuju danau ada bapak penjual es lilin yang merupakan es favoritku
dulu. Aku pun membeli 2 es lilin, satu untukku dan satu untuknya. Kami
menikmatinya di perjalanan. Sesampainya di danau, aku melihat dia sedang
tersenyum sangat manis. Siapa pun yang melihatnya akan terpesona dengan
ketampanannya. Tapi aku jadi penasaran hal apa yang bisa membuatnya tersenyum
manis seperti ini apa dia tersenyum karena bahagia bersamaku? Entahlah aku
tanya langsung saja padanya.
"Kamu
sedang bahagia? Aku lihat dari tadi kamu tersenyum". Tanyaku. "Ya,
aku sangat bahagia". Jawabnya "Bolehkah aku tau kenapa kamu
bahagia?" Tanyaku lagi. "Apakah kamu ingat? Aku pernah bercerita
bahwa ada perempuan yang terbawa perasaan karena perhatianku?" Ucapnya. "Ya,
aku ingat kenapa? Dia menjauh darimu?" Tidak tau kenapa, aku merasa
sesuatu yang tidak enak akan terucap.
"Tapi
itu dulu, sekarang kita sudah balikan". Mendengar penjelasan darinya
dahiku mengkerut. "Kalian jadian?" Tanyaku. "Aku tidak pernah
jadian. Maksudku aku dan dia kembali seperti pertama kenalan". Jelasnya. "Ooh
aku syukur deh dia tidak menjauhimu". Dia diam sesaat lalu dia melanjutkan
perkataannya. "Dia juga sudah tau... kita saling suka, tapi kita tidak
jadian sudah itu saja, hanya menjadi teman". Jelasnya lagi.
Deg….."Ka...
kalian saling suka". Tanyaku dengan terbata bata. "Iya. Rasa suka
wajar bukan?" Tanyanya. Mulutku seperti terbungkam dan tenggorokan seperti
tercekik dengan pertanyaan dan pernyataannya. Aku tidak tahu harus meresponnya
seperti apa. Kenapa hati ini rasanya sesakit. Aku berusaha untuk memalingkan
wajahku darinya untuk menutupi mataku yang sudah menyimpan air mata yang akan
jatuh. "Kamu kenapa?" Tanyanya. "Hah? Aku .. aku tidak apa-apa.
Turut bahagia atas perasaanmu yang terbalaskan". Ucapku dengan menatapnya."Kamu
menangis?" Tanya Haidar panik. "Ti..
tidak, tadi mataku perih saja terkena debu". Elakku.
Aku
harus senang atau aku harus menangis sekarang? Beruntung sekali perempuan yang
bisa mendapatkan cintanya. Rasanya aku ingin lari dari tempat ini. Aku ingin
berteriak kepada dunia, mengapa dunia tidak melihat ketulusan cintaku padanya?
Aku sudah rela berpisah dengannya sekian lama, tapi mengapa ini balasan dunia
untukku. Sejak mendengar pernyataannya dan senja yang menyaksikan, aku perlahan
mulai membenci senja. Dia yang membuatku menyukai senja dan dia juga yang
membuatku membenci senja.
"Kamu
kenapa melakukan semua ini?" Tanyaku padanya. "Maksudmu?"
Tanyanya kembali "Kenapa kamu memberikan perhatian lebih padaku? Bukankah
ada hati yang harus kamu jaga?" Aku meminta penjelasan padanya. "Ya
inilah aku. Aku memang orang yang selalu perhatian terhadap siapa pun. Aku
anggap semua teman itu dekat denganku. Memangnya kenapa?" Tanya Haidar. "Jika
aku terbawa perasaan karena perhatianmu. Apa kamu akan menjauh dariku?"
Tanyaku. "Aku sudah bilang, aku tidak akan menjauh. Teman itu
berharga."
"Tapi
bagaimana jika aku yang menjauhimu?" Tanyaku. "Aku akan
mendekat". Jawabnya yang membuatku meneteskan air mata yang suda lama aku
tahan. Aku berdiri dan berucap padanya."Aku ingin pulang". Kataku.
Selama
ini aku salah berdoa pada Tuhan. Mengapa aku hanya berdoa untuk dipertemukan
saja tapi tidak untuk dipersatukan. Aku teringat oleh kata kata ibuku. “Suatu
saat nanti, akan datang apa yang menjadi do'amu, yang akan menenangkanmu, yang
akan membahagiakanmu, yang akan membuatmu jatuh cinta berkali-kali tanpa
melibatkan wanita lain di dalamnya.” Untukmu, terimakasih atas segala keindahan
yang kau berikan untukku selama ini. Dan maaf, aku memilih untuk mundur.
Demikian
cerita ini kukisahkan semoga bermanfaat. Terima kasih atas apresiasinya, dan jika
berkenan mohon tinggalkan komentar.
Sad bgt :v
BalasHapusKasihan juga tuh "ngarep" ga dapat kembalian.
BalasHapusCepen ini menceritakan bahwa tokoh "aku" punya harapan dan keinginan normal seperti remaja pada umumnya.
BalasHapus"senja" yg sesungguhnya akan sangat menyakitkan..
BalasHapusmundur alon-alon