Budaya Pungli dalam Jabatan Kecil
Karya: Sekuati Ardini
Bagaimana tidak, ternyata kebiasaan buruk di dunia kerja, masih dipayungi oleh kebiasaan yang turun temurun. Entah mengapa, kebiasaan masa lalu masih terjadi sampai saat ini yaitu budaya pungli, mengatas namakan pekerjaan padahal pelaku tidak menyadari justru perbuatannya itu sudah menjatuhkan harga dirinya sebagai profesional. Sungguh sangat memalukan, Sungguh picik jika jabatan pekerjaan harus dikomersilkan sepanjang hidup. Bukankah pemasukan yang telah diperoleh sudah lebih dari cukup. Tapi masih saja menjual tugas pokoknya yang reaktif merendahkan nilai-nilai harga dirinya. Yang lebih mengherankan pungli masih terdapat di dunia pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi moral yang patut diteladdani oleh generasi yang akan datang. Mengingat hal ini masih banyak yang menganggap sepele, namun saat dirasakan oleh para korban pungli yang penghasilannya hanya pas-pasan saja, akan terasa berat. Apalagi jika pungli tersebut terjadi bertubi-tubi.
Subhanallah, sungguh pungli ini sangat mengganggu bagi yang berkeberatan. Untuk sedikit menghimbau, mungkinkah kebiasaan yang sangat memuakkan ini akan terus berlangsung sepanjang hidup, lalu bagaimana menghentikanya? Dan permohonan apa yang mesti dikatakan untuk mengetuk hati sang pelaku yang keji ini.
Sungguh mengharukan saat reaksi ini terjadi begitu saja tanpa adanya tindakan oleh pihak yang berwewenang menghentikanya. Ironisnya lagi segala sesuatunya selalu dinilai dengan uang, padahal pekerjaan itu sudah menjadi kewajibannya selaku pekerja profesional. Wah hal ini memang benar-benar mengganggu pikiran. Kalau saja hal ini mampu diberantas mungkin hidup ini tidak akan berubah menjadi memuakkan. Ini benar-brnat contoh ketidakharmonisan dalam perbedaan jabatan.
Kepada pihak yang terkait semoga dapat menghentikannya agar kebiasaan buruk ini tidak lagi merambah di lingkungan pekerjaan kgususnya di dunia pendidikan
Sebenarnya dgn fenomena ini ada tidak yah yang merasakan efeknya. Mungkin hal ini tidak akan dirasakan bagi pelaku yang sama. Bahkan yang terjadi adalan hyporia yang melambangkan suatu kepuasan batin setelah menari nari di atas luka orang lain.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !