Headlines News :
Home » » Mau Dibawa ke Mana PGRI Provinsi Banten Periode 2014-2019?

Mau Dibawa ke Mana PGRI Provinsi Banten Periode 2014-2019?

Diposting Oleh aosin suwadi pada Rabu, 26 Februari 2014 | 00.45

Memilih Ketua PGRI Propinsi di Banten tak boleh sekedar berdasarkan popularitas, kedekatan emosional, kedekatan struktural dan chemistry dengan para guru dan pengurus. Para pengurus calon konstituen harus cerdas melihat rekam jejak (track record) kandidatnya. Jabatan dan ketokohan seseorang yang menjadi landasan elektabilitas harus bisa diukur dari rekam jejak selama ini. Para guru jangan terjebak pada visi kandidat yang mengatasnamakan kepentingan guru dan organisasi. Sebab bagi penganut kolonialisme, berbicara manis berisi dusta itu bukan hal tabu. Jika ada pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan atau dinas-dinas lain yang melamar untuk mencalonkan diri sebagai kandidat Ketua PGRI, maka para calon konstituen dan jeli menakar kadar kepentingan dan misi pribadi si calon. PGRI harus menolak kandidat yang memiliki track record pendukung status quo yang kini sedang terundung rasuah. Sebab tidak mustahil PGRI di Banten di kemudian hari dilegalitaskan sebagai salah satu alat pendukung kekuasaan yang sewaktu-waktu dikoyak para pencari kebenaran (LSM, rival dan sebagainya).
Tentunya kehati-hatian yang terlintas di atas cukup beralasan. Ini bukan omongan lebay tanpa dasar. Kaum intelek warga Banten semua tahu, bahwa hampir semua pejabat di Banten adalah produk proses nepotisme. Secara  evolusi proses ini menguatkan rantai dan jaring-jaring kekuasaan yang saling menopang. Mereka yang masuk ke alam sistem ini mau tak mau harus siap menjadi bagian dari proses politik demi langgengnya kekuasaan. PGRI, harus sadar akan jati dirinya yang independen, unitaristik, dan non partai. PGRI tidak berafiliasi dan beraliansi dengan kendaraan politik mana pun.  PGRI tidak boleh dijadikan alat penekan oleh penguasa kepada pihak pencari kebenaran yang mengkritisi ketua dalam kapasitasnya sebagai jajaran pemerintahan. PGRI juga tidak boleh dijadikan tangan-tangan penguasa melalui pengurusnya. Justru PGRI adalah penekan (pressure) pemerintah dalam mengawal kebijakan yang tidak pro tuntutan PGRI. PGRI jangan mau dicombo dengan fasilitas lengkap dan mewah dari penguasa kalau harus kehilangan jati diri dan independensinya yang mengakibatkan ompongnya gigi PGRI.

Tulisan ini dibuat terdorong oleh adanya fenomena bahwa salah seorang pejabat instansi di Kota Serang akan melamar menjadi calon Ketua PGRI propinsi Banten periode masa bakti 2014-2019. Hal ini dengan diadakannya acara audiensi calon pelamar bersama sejumlah pengurus kota dan 18 pengurus cabang se-kota Serang. Pelamar adalah seorang Kepala Dinas. Bagi kami, siapa pun yang akan menjadi ketua PGRI Propinsi Banten tidak masalah, yang penting dia mampu menjalankan fungsi-fungsi organisasi secara demokrasi dan independen. Jangan ada orang yang berambisi menjadi pengurus PGRI semata-mata karena untuk kepentingan pribadi atau kelompok, apalagi PGRI hendak dijadikan alat menopang kekuasaan. Dan, siapa pun yang berkeinginan maju menjadi calon ketua, sepanjang itu tidak bertentangan dengan AD/ART PGRI, its Ok, karena itu adalah hak. Namun sekali lagi calon konstituenlah yang harus mampu menilai siapa yang lebih integritif terhadap kepentingan organisasi. Sebab mereka yang akan memilih harus sadar bahwa dirinya merupakan refresentatif dari seluruh anggota yang diwakilinya.

Aaudiensi sudah digelar awal bulan ini di sebuah SMK di Kota Serang, saya sangat khawatir. karena sepengatahuan penulis, beliau belum pernah menjadi pengurus PGRI di tingkat mana pun, sehingga belum ada standar penilaian yang dapat digunakan secara valid bagi kami (belum teruji). Sedangkan rekam sejak lain yang berdasar pada jabatannya kini, justru belum mampu memuaskan semua pihak. Sehingga walaupun ia orang yang berkutat di ranah guru dan pendidikan, namun sebenarnya tidak ada nuansa chemistry yang terbentuk dalam arti yang hakiki. Kedekatan emosional pun masih diragukan melekat pada benak para guru. Yang ada mungkin hanya sekedar menghargai di depan yang bersangkutan, namun di belakang bersuara bising berirama sama.

Betulkah berirama sama? Berirama sama, itu memiliki makna bebas tak dipengaruhi makna sintaksis. Namun kata bising merujuk bukan pada elektabilitas seseorang. Hal inilah yang menjadi pertanyaan saya setelah terselenggaranya audiensi tersebut. Dari 6 orang perwakilan tiap PGRI Cabang, bersuara sama mendukung sepenuhnya dengan beberapa alasan dan rasionalisasi yang masuk akal. Apakah yang mereka sampaikan itu keluar dari hati nurani atau hanya cari selamat? Mungkinkah mereka cari selamat dengan niat hati kecil menjerumuskan seseorang (balon)? Sepertinya mereka mendukung tidak dilandasi dengan argumen yang faktual empiris dan obyektif ilmiah. Pernahkan mereka bertanya kepada semua Kepala SMA di Kota Serang, tentang siapa dia? Anda bisa baca tentang Curhat Mantan KepalaSMPN 25 Kota Serang di blog “petir fenomenal.” Tanpa menunjuk siapa orangnya, artikel tersebut cukup memberikan referensi kepada kita. Setidaknya curhat tersebut dapat dijadikan salah satu konideran sebelum mengambil keputusan
Sebagai autokritik, harus kita akui bahwa selama ini kepengurusan PGRI Propinsi Banten, baru berkiprah dalam batas Tupoksinya, belum ada inovasi-inovasi yang sangat berarti bagi kepentingan  profesionalisme guru. Secara pribadi, saya menginginkan ketua PGRI provinsi Banten diambil dari kalangan akademisi kampus sekelas Dahnil Anzhar, misalnya. Saya juga mengharapkan adanya pembaharuan dan peningkatan konten-konten bermutu dari Majalah PGRI Propinsi Banten, di bidang pendidikan. Saya ingin melihat PGRI propinsi Banten sama dengan PGRI Propinsi lain di Jawa Barat ketika dipimpin Muhamad Surya. Kalau pun ketuanya masih dari kalangan nonakademisi, saya berharap besar PGRI Propinsi Banten dapat bekerja sama dengan para penulis pendidikan dari kalangan kampus untuk meningkatkan mutu layanan majalah suara guru Banten.

Akhir kata, semoga guru semakin menindkatkan dedikasinya dalam wadah perjuangan PGRI. Dan, keterlibatan aktif anggota dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti keterlibatan menjadi anggota saja. Akan tetapi partisipasi yang lebih dari itu, yaitu semakin masuk pada keterlibatan mental, pikiran, dan emosinal dalam situasi kelompok yang mendorong memberikan sumbangan kepada organisasi dalam rangka ikut mensukseskan tujuan pendidikan naional, sebagai salah satu penopang utama tercapainya tujuan pembangunan bangsa Indonesia.
Semoga.


Foto Dokumen Pribadi



Disadur dari : http://petir-fenomenal.blogspot.com/2014/02/quo-vadis-pgri-propinsi-banten periode.html?showComment=1393031427645#c8211019646960595444


Share this article :

1 komentar:

  1. Betul Pak, menentukan pemimpin organisasi yang independen jangan sampai salah pilih. Inti kekuatan organisasi PGRI terletak pada independensinya akan mudah disetir manakala politik lokal menjadi raja. Ketua dari orang struktural sangatlah riskan dengan goyang oplosan, heheh...

    BalasHapus

Content yang Anda baca semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar.

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi