Headlines News :
Home » » Padagang Cau Diudag si Ayah

Padagang Cau Diudag si Ayah

Diposting Oleh aosin suwadi pada Kamis, 13 Februari 2014 | 16.32

Khususya bagi Anda yang berasal dari suku Sunda, atau berbahasa ibu bahasa Sunda, atau yang bisa berbahasa Sunda, berikut ini penulis menyajikan sebuah lelucon yang dikemas dan disajikan dalam bentuk narasi, diselingi dengan dialog dalam bahasa Sunda Pakidulan (dialek Baduy). Cerita ini semata-mata merupakan rekaan yang bertujuan untuk menghibur pembaca, sekaligus ikut melestarikan bahasa Sunda.

Pada suatu hari seorang pedangang pisang yang berusia hampir lima puluh tahun sedang menebang pisang setelah dibeli dari pemiliknya. Kebun pisang tersebut letaknya di pinggiran daerah Kanekes (umum menyebutnya Baduy). Pedagang pisang melihat wanita (istri seorang penduduk Baduy) yang menurutnya cantik.
Padangang Pisang
:
“Teu nyaka aing, di leuweung kieu aya bikang parigel! Cuan mah pamajikan jurig! (Berbicara sendiri seperti menggerutu)
Istri Baduy
:
“Iiiiih… keur naon diaaaa (dengan intonasi dari tinggi merendah)
Padangang Pisang
:
“Keur nuar cau Nyi! Ari dia keur naon wayah kiu leuleuweungan, kumaha mun dicongcong oray. Mamang mah karuuunya ka nu geulis (tukang pisang mulai menggoda sambil memegang tangan istri Baduy)
Istri Baduy
:
“Ih … ulah nyekelan leungeun ngaing dia, ke dibejakeun ka si ayah (Menarik tangannya dengan paksa dari cekngraman pedangang pisang)
Padangang Pisang
:
(Memegang tangan istri Baduy lebih kuat lagi, sambil menahan nafas yang ngos-ngosan, seperti habis lomba lari)
Istri Baduy
:
“Tuluuung …. tuluuung …. tuluuung!!!” (Menjerit-jerit meminta tolong)
Padangang Pisang
:
“Rek menta tulung ka saha dia, ja moal aya nunulungan, si Ayahna ge moal ngadengeeun.” (Sambil mengumbar nafsu birahinya)
Selah puas melampiaskan hawa nafsunya pedagang pisang membiarkan istri baduy pulang. Pisang yang telah ditebang segera dimasukkan ke dalam boronjong. Pedangang pisang itu segera kabur memba pisang dengan mengendarai sepeda. Karena dihantui rasa takut yang luar biasa, beronjong pisangnya membentur pohon. Ia terjatuh, dan pisangnya berantakan. Karena takut kehilangan modal dagangnya, dia kumpulkan pisangnya walaupun banyak yang hancur. Bersamaan dengan itu suami si Baduy (Ayah) datang.
Ayah
:
“Diiia … nya, nu mirusa ewe ngaing, kurang ajar dia!! Dicacag dia ku ngaing!!!” (Mengejar pedagang pisaang sambil mengacung-acungkan golok yang putih mengkilat)
Padangang Pisang
:
Lari pontang panting menerobos semak-semak tanpa jelas arahnya)
Ayah
:
“Dipodaaaaran dia kungaing!” (mengejar pedagang pisang sambil membabat semua ranting yang menghalanginya)
Padangang Pisang
:
“Ampuuuun ….. ampuuuuun …. ampuuuuun!” (berkali-kali terguling di semak-semak)
Ayah
:
(Membabat ranting di belakang tukang pisang yang tersungkur di semak-semak)
Padangang Pisang
:
(Tanpa perhitungan melompat ke jurang)
Si Ayah tidak berhasil menemukan pedagang pisang, karena pedagang pisang terjatuh ke jurang yang curam. Untunglah si Ayah tidak berminat untuk menuruninya. Selamatlah pedangang pisang dari kejaran si Ayah, tetapi entah bagaimana nasibnya di bawah jurang. Si ayah tidak puas, kemudian melampiaskan emosinya dengan merusak gondeng, dan sepeda pedagang pisang. Sedangkan pisangnya habis dimutilasi.
Satu bulan setelah kejadian itu, istri Baduy sudah berani ke kebun pisang lagi. Secara kebetulan pada hari itu seorang PNS berseragam Hansip lewat. Istri Baduy terkejut. Tapi setelah tahu bahwa yang datang itu Hansip, dia merasa agak tenang. Akan tetapi nasibnya naas. Dia mengalami nasib seperti bulan lalu.
Hansip
:
“Neng, nuju naon ruruyukan?”
Istri Baduy
:
(Hanya diam, sambil memperhatikan seragam Hansip)
Hansip
:
“Keur naon dia Nyi?” (Mengubah dialek sundanya)
Istri Baduy
:
“Keur ngala supa (Kakinya berjingjit-jingjit mengambil jamur di pohon pisang)
Hansip
:
“Nyi, ari dia urang mana, pan geulis amat sih?” (Merayu sambil memegang pinggang istri Baduy)
Istri Baduy
:
“Urang dieu ngaing mah, deuk naon kitu diana?”
Hansip
:
“Hehe … hehe ….” (Ketawa kecil sambil aktif menggerayangi tubuh istri Baduy)
Isrti Baduy
:
(Membiarkan tangan Hansip dengan bebas menggerayangi seluruh tubuhnya)
Sesampainya di rumah istri Baduy menceritkan nasib yang dialaminya di kebun pisang.
Ayah
:
“Dikumahakeun diana?”
Istri Ayah
:
“Atu ngaing diperkosa deui Yah!!”
Ayah
:
“Maana jelemana?” (Matanya melotot dipeuncit ku ngaing)
Istri Ayah
:
“Atu euweuh, enggeus balik kiwari mah”
Ayah
:
“Saha nu merkosana?” (Sambil melepas golok dari pinggangnya)
Istri Ayah
:
“Tadi mah nu merkosana Hansip Yah.”
Ayah
:
“Terus … terus … terus?” (Emosinya mendadak turun)
Istri Ayah
:
“Atu dibeeeeerrre ku kami!” (Agak gugup dan malu-malu)
Ayah
:
“Heueuh teu nanaon,  ari Hansip mah bere baaae! Manehna mah pan pamarentah urang.”
Demikian cerita rekaan ini. penulis sajikan semoga terhibur, dan  terima kasih atas apresiasinya.


1
2
3



 http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/02/13/padagang-cau-diudag-si-ayah-635011.html

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi