Headlines News :
Home » » Suka Duka Tim Evakuasi Banjir Kampung Pulo

Suka Duka Tim Evakuasi Banjir Kampung Pulo

Diposting Oleh aosin suwadi pada Selasa, 28 Januari 2014 | 03.02

Suka Duka Tim Evakuasi Banjir Kampung Pulo

Sumber: http://news.liputan6.com/read/807233/suka-duka-tim-evakuasi-banjir-kampung-pulo

Para korban banjir memaksa petuga evakuasi berubah menjadi tim pengantar makanan, sebagaimana dijelaskan oleh Mulyanto berikut ini.
Menjadi petugas evakuasi saat musibah banjir memang tak semudah yang dibayangkan. Banyak hal yang bisa dibilang tak enak.Salah satunya, petugas harus siap untuk tidak pulang berhari-hari demi menolong masyarakat. Seperti yang dialami Kepala Seksi Operasional Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (PKPB) Jakarta Timur, Mulyanto. Pria yang memulai karirnya sebagai petugas PKPB sejak 1995 ini mengatakan, dirinya bersama petugas evakuasi yang lain harus menahan home sick saat bertugas di lokasi bencana atau musibah.
"Ini minggu kedua nggak pulang ke rumah," kata Mulyanto saat berbincang dengan Liputan6.com di lokasi pengungsian Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (22/1/2014). Tentu bukan berarti dia menjadi sosok 'Bang Toyib' yang tak pulang-pulang. Dia menargetkan pada pekan kedua penanganan musibah banjir ini akan pulang. Untuk sekadar memastikan kondisi keluarganya akan baik-baik saja. "Minggu ini nanti saya mau mampir pulang dulu, ketemu anak istri. Habis itu kemari lagi, tidur di sini," ujar Mulyanto. "Tapi mereka sebetulnya sudah ngerti tugas saya. Karena mau bagaimana lagi, ini sudah jadi tugas saya, menolong masyarakat," ucap Mulyanto.
Dilematis
Mulyanto menerangkan, dalam 3 tahun terakhir Kampung Pulo jadi salah satu wilayah terdampak banjir terparah. Sama seperti tahun lalu, kesulitan yang paling sering ditemui adalah penolakan warga yang enggan dievakuasi dari rumah. Mereka lebih memedulikan harta benda ketimbang nyawa sendiri. Sebab, dengan bertahan di rumahnya, bukan berarti ada jaminan mereka bisa aman dan nyaman. "Kesadaran masyarakat akan bahaya masih kurang. Nyawa itu lebih berharga dari apapun. Karena bertahan di sana bukan berarti aman kan. Memang mereka nggak lapar?" kata Mulyanto. Penolakan itu tentu jadi dilematis bagi para tim evakuasi. Karena di saat mereka dibujuk untuk dievakuasi, mereka menolak. Tapi jika kekurangan makanan, mereka meminta petugas mengantarkannya. "Kita jadi berubah tim pengantar makanan. Kalau diterusin, mereka keenakan, jadi raja minta dilayani terus. Itu faktanya. Jadi kesulitan kami di lapangan. Karena kalau ada apa-apa kita juga yang mesti turun tangan," tuturnya.
Padahal, lanjut Mulyanto, memasuki pemukiman Kampung Pulo yang terendam air bukan perkara mudah. Perahu-perahu karet motor hanya bisa melawan arus Kali Ciliwung. Sementara untuk masuk-masuk ke gang-gang sempit, harus menggunakan perahu-perahu yang ukurannya lebih kecil."Pas masuk-masuk gang itu kan banyak teralis besi, paku. Bikin perahu kita bocor. Sudah medannya sulit, hasilnya nihil," jelas Mulyanto.
Apes
Tak hanya kesulitan seperti yang dialami Mulyanto. Dia juga pernah mengalami apes saat menjadi tim evakuasi musibah banjir pada 1997 di Cipinang Muara, Jakarta Timur. Saat itu, cerita dia, dompet yang berisi uang jutaan rupiah tercebut ke air dan hanyut terbawa arus. Padahal uang di dalamnya hendak dia gunakan untuk bayar kuliah."Waktu itu masih kuliah, masih bujangan. Tapi saya sudah di Damkar. Di dompet ada surat-surat sama uang Rp 3 juta. Zaman itu uang segitu gede banget. Buat bayar kuliah, malah hanyut," kenang Mulyanto.
Untuk mengantisipasi hal serupa tak terulang, saat penanganan musibah atau bencana lagi, ia kini menyimpan semua benda berharga dalam 1 tas kecil yang disimpannya."Dompet, ponsel sekarang semua plastikin. Taruh di tas kecil biar nggak jatuh lagi ke air," ucapnya.
Meski banyak hal yang tak enaknya, namun Mulyanto tetap semangat menjadi petugas masyarakat. Ia memang tak mengharapkan penghargaan dari siapapun. Baginya menolong masyarakat adalah prioritas. "Kita cuma minta pengertian masyarakat saja, nggak mudah jadi tim evakuasi. Capek berhari-hari, nerjang arus yang deras, perahu bocor, sampai sana mereka malah nolak dievakuasi," terang Mulyanto. (Ali)

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bahasa dan Sastra - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Aosin Suwadi